Mentari mulai meninggi di ufuk timur. Lily membuka mata dengan perasaan gundah gulana. Berat rasanya untuk mengawali hari yang baru ini. Tidak ada lagi omelan Oliv yang mengganggunya di pagi hari kalau ia terlambat bangun. Tidak ada lagi Oliv yang menyuruhnya membantu menyiapkan sarapan di dapur. Semuanya terasa berbeda mulai saat ini. Lily harus hidup mandiri, karena mulai saat ini, Oliv sudah tinggal di rumah baru bersama Atha.
Sembari mengumpulkan niat untuk mandi, sunyi yang menemani Lily membuatnya teringat lagi akan kejadian kemarin. Tentang Nuca yang membatalkan janjinya entah karena apa, dan tidak ada kabar lagi hingga ia memejamkan matanya selepas salat isya. Pikiran yang membawanya mengecek ponselnya yang ia geletakkan di atas nakas. Tubuhnya merinding sesaat ketika mendapati pesan Nuca yang masuk pada sekitar pukul sembilan malam.
Lyo, maaf banget ya aku baru bisa aktif sekarang. Ada sesuatu yang harus aku ceritakan ke kamu, perihal kejadian kemarin, panjang ceritanya.
Nanti pulang sekolah kita ketemuan ya sayang?Pesan panjang dari Nuca itu mengandung kadar bawang, sehingga membuat Lily meneteskan air matanya. Panggilan 'Sayang' dari Nuca kali ini, entah mengapa membuatnya muak. Nuca yang bilang kalau ia ingin menceritakan perihal kejadian kemarin, membuat Lily kembali teringat foto yang ditunjukkan Andre kepadanya. Sakit sekali rasanya. Dengan tubuh yang masih bergetar karena tangis yang tak kunjung berhenti, Lily mengetikkan sebuah pesan singkat balasan untuk Nuca. Setidaknya agar Nuca paham bahwa ia tidak perlu penjelasan apapun lagi.
Gak perlu :)
***
Nuca mengecek ponselnya selepas mendirikan salat subuh. Ia hanya bisa menghela napas ketika membaca balasan pesan dari Lily yang singkat dengan emoji senyum yang terlihat sarkas. Lily pasti sudah marah besar padanya.
Kemarin, karena ponsel Nuca sempat jatuh di parkiran rumah sakit, layar sentuhnya jadi rusak. Selepas pulang dari bandara, ia baru menyadari kalau ponselnya tidak bisa digunakan karena layarnya yang retak. Nuca segera membawa benda pipih berwarna hitam itu ke tempat servis. Kata abang-abang yang menangani ponselnya, ponselnya bisa diambil lagi kira-kira pukul sembilan malam, tepat saat tempat itu akan tutup. Nuca pun menyanggupinya. Tepat pada pukul sembilan, ia mengambil ponselnya dan segera menghubungi Lily. Dan ternyata dugaannya benar, balasan Lily tidak mengenakkan.
Nuca melangkah di koridor sekolah dengan langkah gontai. Tak ada semangat sedikit pun dalam dirinya. Yang ada di pikirannya hanya ingin segera bicara empat mata dengan Lily, lalu menjelaskan semuanya.
Sesampainya di depan pintu kelas, Nuca berpapasan dengan gadis yang membuatnya galau semalam suntuk. Nuca tersenyum kecil menatap Lily sebagai bentuk sapaan. Hingga ia sadar bahwa mata Lily yang ditatapnya itu bengkak, wajahnya pun berangsur cemas.
Ditatap Nuca seperti itu, Lily segera memalingkan wajahnya dan menutupi matanya dengan rambut. Hal itu justru membuat Nuca semakin panik. Ia akan sangat merasa bersalah kalau Lily menangis karena dirinya. Perlahan, tangan Nuca meraih jari-jari Lily. Hati Lily berdesir saat merasakan sentuhan lembut itu, tetapi secepat mungkin ia menepis tangan Nuca sebelum ada orang lain yang melihatnya. Napas Lily memburu. Ia menatap Nuca tajam, sebelum akhirnya ia berlari meninggalkan Nuca yang terdiam berdiri kebingungan.
***
Sepulang sekolah, Lily belanja bulanan di supermarket, sesuai pesan dari kakaknya. Kata Oliv, sebulan sekali Lily harus menyetok barang-barang penting. Setelah satu jam di supermarket, barulah ia bisa pulang, karena antre di kassa yang amat panjang. Lily turun dari motor ojek yang mengantarnya sampai ke depan rumah. Ia terkejut mendapati seseorang yang berdiri di depan pintu rumahnya, yang tampaknya sudah menunggunya lama. Nuca.
Nuca tersenyum menyambut kehadiran Lily. "Lyo, baru pulang?"
Lily berjalan cepat menuju ke pintu rumahnya, tanpa memedulikan Nuca yang berdiri di sana. Ia ingin segera mengurung dirinya di dalam kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat untuk Lily [OPEN PRE-ORDER]✓
FanfictionJudul Sebelumnya: INSECURITY "Sahabatan, jangan?" "Jangan." Lily menautkan kelingkingnya ke kelingking Nuca sambil tersenyum tipis. "Jangan pernah berubah ya." Mimpi Lily yaitu ingin punya pacar satu sekolah, tetapi itu mustahil. Mengingat dirinya h...