12. NIARA ATAU LILY?

1.8K 201 89
                                    

Tanggal muda di bulan Mei telah tiba, waktunya masing-masing kelompok mengumpulkan hasil film pendek mereka. Oka begadang mengedit film itu semalam suntuk, tetapi tidak semuanya ia kerjakan sendiri. Ia dibantu Nuca dan kakak Nuca–Axel–yang sudah ahli dalam bidang itu, karena Axel adalah siswa SMK favorit di Jakarta, jurusan multimedia. Perwakilan setiap kelompok menyerahkan harddisk atau flashdisk kepada Bu Citra di meja guru, agar film pendek mereka disalin ke laptop guru muda itu.

Satu per satu film pendek berdurasi lima belas sampai tiga puluh menit itu diputar Bu Citra dari pantulan proyektor di papan tulis. Dari empat film tersebut, film kelompok Oka diputar terakhir kali. Menyaksikan opening-nya saja sudah membuat Bu Citra berdecak kagum, sudah seperti film bioskop betulan. Kemampuan Axel memang bukan kaleng-kaleng.

"Mantap banget nih," komentar Bu Citra. "Ini kalian pakai dua kamera ya?"

"Iya, Bu." Oka menjawab lantang.

"Sepertinya film ini yang paling dipersiapkan dengan matang segala sesuatunya, hmm... saya rasa, saya harus apresiasi lebih kerja keras kelompok kalian," ucap Bu Citra puas. "Ini tanpa mengurangi apresiasi saya terhadap kelompok lain, ya, teman-teman."

Oka dan Bayu saling berpandangan. Jantung Oka berdegup kencang saat Bu Citra mengumumkan nilai kelompok mereka, karena ia rasa, ialah yang paling berkontribusi besar dalam proses pembuatan film pendek itu dari awal sampai selesai.

"Sembilan puluh tujuh." Bu Citra menyebutkan angka itu sambil tersenyum puas. Nilai yang tertinggi dari keempat kelompok di kelas. Sebagai guru, ia merasa sangat dihargai ketika ada kelompok yang seniat itu mengerjakan tugas darinya.

"ALHAMDULILLAH!" Oka berseru mengucap syukur, dilanjutkan dengan sorak bahagianya. Bersama Bayu, teman sebangkunya hari ini, ia menghampiri teman-teman sekelompoknya untuk diajaknya bertos ria. Nuca, Niara, Keyla, Jeje, dan yang terakhir Selena. Lily sudah berdiri di depan kursinya untuk menyambut tos Oka dan Bayu, tetapi yang ditunggu tidak datang. Dengan lesu, Lily duduk kembali. Entah lupa atau sengaja melupa, mereka berdua tidak menganggap Lily ada.

Lily menyobek kertas asal dari buku tulisnya, lalu diremasnya kertas itu. Hal sepele seperti itu saja berhasil mematahkan hati dan rasa percaya dirinya. Apalah arti nilai sembilan tujuh di atas kertas, kalau pada kenyataannya seluruh waktu dan tenaga yang ia curahkan selama ini tak dihargai oleh teman-teman seperjuangan?

Air mata Lily tertahan pilu. Ia mengusap hidungnya sesekali, pilek mendadak menyerangnya karena tangis. Tiba-tiba, seseorang yang duduk di depannya, menoleh ke arahnya sambil melempar senyum manis, membuat Lily terperanjat.

Nuca juga melempar pelan kertas yang telah digulung kecil ke atas meja Lily. "Dibuka," katanya tanpa suara. Lily bisa mengerti maksudnya dari melihat gerak bibir lelaki itu. Perlahan, Lily membuka gulungan kertas itu yang ternyata ada tulisan di atasnya.

Kalau Bu Citra bisa ngasih nilai 97 untuk kita berdelapan, aku bakal ngasih nilai 100, eksklusif untuk kamu seorang.
Aku suka kerja bareng kamu. Good job, Lyo!

Lily heran. Belum sampai lima menit yang lalu ia menahan tangis, Nuca dengan seenak jidat membolak-balikkan suasana hatinya. Dibenamkannya kepalanya di atas meja, lalu ia tutupi dengan kedua tangan. Dalam sembunyi, Lily menumpahkan senyum bahagianya.

Terkadang, bangga itu bukan diukur dari perkara banyaknya orang yang memberi selamat atas pencapaian kita. Ketika ada segelintir orang atau bahkan hanya satu orang yang tulus menghargai segala proses yang kita jalani, itu jauh lebih membuat kita merasa utuh dan sempurna.

***

Saat istirahat kedua adalah saat di mana SMA Wiyata Mandala dalam keadaan paling ramai. Bagaimana tidak? Istirahat kedua ini lumayan lama, satu jam. Di setiap lorong kelas sepuluh, kelas sebelas, dan kelas dua belas, ramai oleh anak-anak yang nongkrong di depan kelas. Begitu juga dengan Sadam. Ia sedang duduk di bangku di depan kelas sebelah bersama Alda dan Rangga. Konon katanya, Sadam sedang mendekati Alda, anak kelas X-IPA-6, dan tercium bau-bau mereka sedang pedekate dan otw jadian. Sudah tentu kalau Alda itu juga termasuk anak hits, kalau tidak pasti Sadam tidak akan mendekatinya.

Sahabat untuk Lily [OPEN PRE-ORDER]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang