Nuca mematut pantulan dirinya di depan cermin, sambil merapikan kerah jasnya yang berwarna navy, dipadu dengan kemeja dan celana berwarna senada. Ia merapikan jambul rambutnya dengan minyak rambut. Tak lupa ia menyemprotkan parfum andalannya sejak SMP itu. Entah mengapa, Nuca merasa ketampanannya meningkat sekian persen pada malam ini.
Malam ini, Nuca akan menghadiri undangan resepsi pernikahan anak dari rekan bisnis papanya. Papa Nuca–Arifin Jamaludin, yang akrab disapa Ari–adalah direktur keuangan dari salah satu perusahaan besar ternama, sektor industri barang konsumsi, subsektor farmasi di Indonesia.
Dari keempat anak Ari, hanya Nuca yang bisa diajak memenuhi undangan tersebut. Tsana, si sulung, mulai semester ini menempuh pendidikan S1-nya di Solo. Axel harus mengerjakan tugas kelompok yang deadline-nya tinggal dua hari lagi. Nio, si bungsu yang masih berusia empat tahun, pasti akan rewel jika dibawa ke acara yang terdapat banyak orang.
Sepatu pantofel Nuca menginjak lantai sebuah gedung besar yang telah didekorasi sedemikian indah. Ia merasa sangat asing di sana. Tak ada hal lain yang bisa ia lakukan selain ikut bersalaman pada rekan-rekan bisnis papanya yang juga membawa pasangan dan anaknya. Beberapa kali Nuca mendapat tatapan dan senyuman genit dari gadis-gadis yang bersalaman dengannya, bahkan ada juga yang berani meminta kontaknya. Nuca hanya membalas dengan senyum tipis dan menolak memberikan pin BBM, nomor WhatsApp, atau username Instagram miliknya. Meskipun saat ini Lily sedang jauh di Medan sana, Nuca tetap harus menjaga hati gadis itu.
Nuca duduk bersama Ari dan Alma di salah satu sudut gedung. Mereka sedang menikmati hidangan dessert. Pada saat Ari merasa ada seseorang yang berjalan menghampirinya, ia sontak berdiri. Lelaki paruh baya bertubuh tinggi tegap itu adalah Yoga Wardhana, presiden direktur perusahaan. Yoga datang bersama istrinya yang tetap cantik jelita meskipun usianya sudah menginjak kepala empat.
Mereka saling bersalaman satu sama lain, lalu karena membicarakan perihal bisnis perusahaan, Yoga dan Ari menepi. Kini tinggallah dua ibu-ibu dan Nuca di sana.
"Ibu... namanya Bu Fachra Almanda bukan, ya?" Keke, istri Yoga, merasa tak asing dengan wanita di depannya itu.
"Loh, iya. Saya Alma. Ibu kenal saya?" tanya Alma heran.
"Aku Keke, Al. Temen sekampus kamu dulu. Kita pernah sekelas di tahun ketiga, pernah satu organisasi juga!"
"Oh, Keke? Keumala Devi? Ya ampun..." Alma memeluk hangat Keke, lantas mengajak cipika-cipiki teman lamanya itu. "Aku kira kamu balik ke Bali, Ke."
Keke menggeleng. "Nggak jadi, karena dapat suami orang sini. Aku sekarang tinggal di Depok, tapi anak-anak sekolah di Jakarta." Wanita itu beralih menatap Nuca yang berdiri kikuk di samping Alma. "Ini anak kamu, Al? Ganteng banget. Mukanya mirip kamu banget, sama manisnya. Siapa namanya?"
"Nuca, Tante," jawab Nuca mengangguk sopan dengan senyum ramah.
"Anak kamu nggak diajak, Ke?" tanya Alma.
"Anak aku yang cewek ikut kok, tapi sekarang lagi di toilet. Biasa lah, anak cewek kalau touch up suka lama," terang Keke sambil terkekeh.
"Mama?" Gadis yang mengenakan dress backless berwarna merah marun itu berjalan pelan-pelan menghampiri Keke. Ia tampak cantik dan anggun dengan rambut panjangnya yang di-curly. "Mama ke mana aja sih? Aku cariin–" Mata gadis itu membulat mendapati sesosok lelaki di hadapannya. "NUCA?"
Nuca yang semula tidak terlalu memerhatikan anak teman mamanya itu, kini ikut tersentak kaget. "Selena?"
Keke memandang dua anak itu semringah. "Kalian udah saling kenal?"
"Ya kenal dong, Ma. Nuca kan temen sekelas aku dari kelas sepuluh."
"Dunia ini sempit ya, ternyata. Ini lho, mamanya Nuca ternyata temen Mama waktu kuliah dulu, Len. Salaman dulu sama Tante Alma," suruh Keke.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat untuk Lily [OPEN PRE-ORDER]✓
FanfictionJudul Sebelumnya: INSECURITY "Sahabatan, jangan?" "Jangan." Lily menautkan kelingkingnya ke kelingking Nuca sambil tersenyum tipis. "Jangan pernah berubah ya." Mimpi Lily yaitu ingin punya pacar satu sekolah, tetapi itu mustahil. Mengingat dirinya h...