Pada pukul enam petang, Nuca baru kembali ke istana keluarganya, sehabis menghabiskan waktu senja bersama Lily di rooftop mal tempat mereka pertama kali jadian. Nuca melangkahkan kakinya pelan-pelan menuju pintu depan rumahnya.
"Assalamu'alaikum," kata Nuca mengucap salam.
"Waalaikumsalam. Hayo. Habis dari mana kamu, Nuc, baru pulang jam segini?" tanyaTsana yang sudah duduk di sofa ruang tamu bersama dengan Axel yang masih memakai seragam sekolah. Nuca tahu pasti Axel juga baru saja pulang sehabis berpacaran dengan dengan pacar barunya yang bernama Angel.
"Eh, ada Mbak Tsana, to." Nuca nyengir selayaknya orang yang sedang terciduk.
"Ya dari mana lagi, kalau bukan..." jawab Axel dengan menggantungkan kalimatnya di akhir.
"Halah, kamu juga kan, Mas!" Nuca membalikkan sindiran Axel kepadanya. "Kok kamu nggak bilang kalau mau ke sini, Mbak? Lagi selo?"
"Tadi pagi aku udah bilang ke kamu, kali, Nuc, tapi WhatsApp-mu centang satu," jawab Tsana. "Iya, kebetulan malem ini aku lagi nggak ada kegiatan."
"Oh, maaf, Mbak. Ponselku low batt."
Axel tiba-tiba tertawa, lalu beralih menatap Tsana. "Mbak, kemarin habis Nuca mampir ke kamar hotelmu, kasurmu jadi basah nggak?"
"Hah? Basah? Nggak tuh," jawab Tsana sambil mengingat-ingat. "Emang kenapa, Xel?"
"Ya kan si Nuca habis-"
"Habis minum, Mbak." Untungnya Nuca segera memotong jawaban Axel, meskipun ia gelagapan setelahnya untuk memperjelas pembelaan dirinya. "Waktu aku mau pulang kan aku minum, aku baru sadar kalau sebelumnya aku nutup botol minumnya nggak rapet, jadi agak basah dikit deh," Nuca beralasan.
"Oooh... Kirain kenapa," jawab Tsana percaya. "Lagian kan aku pulang malem banget, jadi pasti udah kering lah itu air."
Nuca memaki-maki Axel dalam hati. Kenapa masalah itu masih dibahas terus sama Axel? Dasar kurang kerjaan.
Tsana berdeham, menegakkan posisi duduknya. Ia memberi kode agar Axel dan Nuca duduk merapat ke arahnya. Untungnya mereka berdua peka. Gadis itu membenarkan letak kacamatanya, seperti biasa kalau ia memimpin rapat di organisasi yang ia ikuti. "Habis ini, kalian mandi, ganti baju yang formal, pakai parfum, dandan seganteng mungkin ya, Nuc, Xel. Rumah kita bakal kedatangan tamu. Aku baru aja selesai bantuin Mama masak."
"Siapa, Mbak? Ngeribetin aja malem-malem. Emang harus banget ya, aku sama Nuca ikut?" tanya Axel yang niatnya setelah ini bisa rebahan sambil video call dengan Angel.
"Iya, semuanya ikut, kecuali Nio. Katanya sih ada keluarga rekan bisnis Papa yang mau ke sini, sekalian dinner."
Nuca manggut-manggut saja, tidak banyak bertanya. Baginya, sudah sangat biasa bertemu dengan rekan bisnis orang tuanya. Tidak seperti Axel yang menggerutu dan misuh-misuh dalam hati. Dengan berat hati, mereka berdua naik ke lantai dua, ke kamar masing-masing untuk mempersiapkan diri.
Nuca mendekati Axel yang berjalan di depannya, lalu berbisik. "Ngawur kamu, Mas, pakai bilang sama Mbak Tsana segala. Jangan ngada-ngada. Aku kemarin nggak sampai basah-basahan ya," tegas Nuca.
Axel terkikik puas. "Iya, iya. Aku percaya. Aku seneng aja ngeliat kamu panik kayak tadi."
Nuca mendengus kesal lalu memutar bola matanya.
"Makanya besok kalau nggak sampai basah nggak usah pakai mandi besar segala," ejek Axel sambil mengacak rambut tebal Nuca, kemudian berlari menuju ruang tengah.
"Yeee, dasar. Dibilangin aku ini masih polos, belum tau soal begituan," lirih Nuca, sambil menatap kesal punggung Axel yang akhirnya menghilang dari jarak pandangnya. "Nggak kayak kamu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat untuk Lily [OPEN PRE-ORDER]✓
أدب الهواةJudul Sebelumnya: INSECURITY "Sahabatan, jangan?" "Jangan." Lily menautkan kelingkingnya ke kelingking Nuca sambil tersenyum tipis. "Jangan pernah berubah ya." Mimpi Lily yaitu ingin punya pacar satu sekolah, tetapi itu mustahil. Mengingat dirinya h...