27. PANAS

1.8K 214 224
                                    

Keesokan harinya, Selena kembali mengamati bagaimana gerak-gerik Nuca dan Lily pasca duet kemarin. Pengamatannya membuat dia bernapas lega karena di antara mereka tidak ada interaksi apapun seperti sebelumnya. Selena menyunggingkan senyum miringnya. Kalaupun ia tidak bisa memiliki Nuca, ia tidak rela kalau yang akhirnya memiliki Nuca adalah Lily, sahabatnya yang tidak lebih baik dari dirinya. Entah mengapa sekarang Selena bisa berpikiran seperti itu, padahal dulu ia tidak suka kalau Lily sudah merasa insecure.

Selena keluar dari bilik toilet setelah berganti pakaian dengan pakaian olahraga. Ia melihat Lily sedang merapikan pakaian dan rambutnya di depan cermin. Ia pun mengambil posisi di sebelah Lily sambil merapikan penampilannya juga. "Ly," panggilnya dengan tatapan yang tidak enak.

Lily menelan ludah, lalu menggeser posisinya sedikit menjauhi Selena. "Iya?"

"Seneng lo kemarin bisa duet sama Nuca?"

"Ya... seneng." Lily mencoba tetap tenang, agar tidak mencurigakan. "Seneng karena ini pertama kalinya gue duet di depan orang banyak dan berhasil. Bukan masalah Nuca-nya. Kalau gue duet sama orang lain, dan penampilan kami bagus, gue juga seneng kok."

"Lo nggak perlu khawatir, Len Gue udah jaga jarak sama Nuca kok, dan Nuca-nya juga bodoamat ke gue. Lo bisa lihat sendiri, kan?" sambung Lily.

Selena tersenyum puas. "Bagus kalau lo sadar. Lo itu sahabat gue, Ly, nggak sepantasnya lo rebut gebetan gue. Kalau sampai di hati lo ada setitik rasa ingin memiliki Nuca, itu berarti lo pengkhianat."

Ucapan Selena menusuk tepat di ulu hati Lily, hingga Lily teregun membisu. Selena mendekat ke telinga Lily, lalu berbisik, "Pertahankan sikap lo itu, karena aib lo dalam genggaman gue. Gue nggak akan segan-segan bongkar semuanya kalo lo tega rebut Nuca dari gue," ancamnya sambil tersenyum licik.

"Hah? Aib?" Lily membeliak, ia sama sekali tidak paham tentang aib yang dimaksud sahabatnya itu. "Gue pernah cerita apa sih sama lo emangnya? Kayaknya nggak pernah cerita sampai bawa-bawa aib deh. Kok lo bisa sih, ngancam gue kayak gitu?"

"Ya ada deh pokoknya."

"Tahu apa lo tentang hidup gue?" tukas Lily yang mulai kehabisan kesabaran. "Lo cuma gertak gue doang, kan?"

"Siapa bilang? Gue emang tahu kok." Selena berjalan ke depan Lily sambil melipat tangannya di depan dada.

Lily tertawa sinis. Ia menggeleng, tak menyangka, bahwa yang berkata seperti ini adalah salah satu sahabat yang ia sayangi. Meskipun ia diam-diam juga sudah menyakiti Selena. Apa jangan-jangan Selena sudah tahu semuanya? "Lo sakit? Lo kayak bukan Selena yang gue kenal. Selena sahabat gue nggak kayak gini," katanya dengan suara parau.

Selena mengibaskan tangan. "Terserah. Yang jelas, lo camkan ucapan gue. Gue bukan orang yang suka main-main. Inget!"

Lily menghela napasnya kasar. Air matanya mengalir pelan dan membasahi pipinya. Ia mengusap air matanya ketika bel masuk berbunyi, kemudian bergegas lari ke kelas untuk menaruh seragam putih abu-abunya. Kelasnya sudah sepi, tampaknya anak-anak lain sudah berkumpul di lapangan. Lily memacu larinya lebih cepat lagi.

Bruk. Lily menabrak seseorang. Kepalanya bertabrakan dengan dada seseorang yang jangkung di depannya. Dari aroma tubuhnya, Lily sudah mengenali betul siapa orang itu.

"Sori." Tanpa basa-basi, Lily segera melanjutkan jalannya.

Nuca sudah sempat melihat mata Lily sembab, secepat kilat ia menghadang jalan Lily. "Kamu kenapa, Lyo?"

Lily tidak menjawab. Justru ia berlari semakin cepat ke lapangan, sebelum ada anak-anak yang memergokinya berbicara dengan Nuca.

Nuca yang sebelumnya berjalan ke kelas bermaksud ingin mengambil botol minumnya, mendadak lupa akan tujuannya. Ia memandangi punggung Lily yang berangsur menghilang dari pandangannya.

Sahabat untuk Lily [OPEN PRE-ORDER]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang