Sesuai perjanjian yang telah Nuca dan Lily setujui pada malam itu, selama tiga hari ini, mereka berhasil menjaga jarak satu sama lain di sekolah. Mereka tidak akan saling mengajak bicara sepatah kata pun jika tidak benar-benar penting. Gelagat mereka yang tidak saling bertegur sapa selama tiga hari ini, diam-diam diperhatikan oleh Selena dan teman-teman perempuan lainnya. Tidak ada lagi samar-samar tatapan iri ketika melihat keduanya berbincang, yang membuat Lily tidak nyaman jika ditatap seperti itu. Tatapan yang membuatnya risi dan berteriak dalam hati "IRI BILANG, BOS!".
Sebenarnya Selena senang dengan kerenggangan hubungan Nuca dan Lily. Itu berarti Lily tahu diri untuk tidak menikung sahabatnya. Di sisi lain, Selena heran juga, kenapa mereka tiba-tiba bisa seperti itu? Apakah ada hal-hal yang tidak beres?
"Pi, lo ngerasa nggak sih, kalau Lily sama Nuca sekarang kayak orang musuhan?" tanya Selena berbisik pada Pia, teman sebangkunya hari ini. "Tuh, lihat aja." Selena menunjuk Nuca yang berjalan ke luar kelas, berpapasan dengan Lily yang baru saja masuk. Lily langsung memalingkan wajahnya dari Nuca, begitu juga Nuca yang tak acuh kepada Lily dan langsung melanjutkan jalannya.
"Haish, lo tuh maunya gimana sih? Waktu mereka deket, lo sewot. Eh, sekarang giliran mereka udah jauh, masih aja banyak cocot. Heran gue," decak Pia sambil menggeleng.
"Gue tuh seneng, Pi. Mau gue tuh ya begini. Kalau perlu, mereka kayak gitu terus aja sampai selamanya. Biar Nuca jadi milik gue seutuhnya. Semoga aja, ya?"
"Haduh, berat. Kalau masalah ini gue netral deh, nggak berani mendukung siapapun. Gue nggak ada di pihak lo ataupun pihaknya Lily. Skip, skip," kata Pia sambil menyilangkan kedua tangannya.
***
Setelah pelajaran fisika selesai, anak-anak kelas XI-IPA-3 menghambur untuk berkumpul dengan kelompok gitarnya masing-masing. Tak lama lagi, delapan kelompok di kelas ini akan menunjukkan penampilan terbaiknya setelah berlatih dua minggu. Mulut Lily komat-kamit merapalkan doa agar penampilannya hari ini lancar, tidak mempermalukan teman sekelompoknya, sehingga mendapatkan nilai yang baik. Jantungnya berdegup semakin cepat. Wajahnya tampak gelisah. Lily memang selalu seperti ini jika akan tampil di hadapan orang banyak, apalagi main gitar yang menurutnya lebih ribet daripada penerapan rumus fisika.
Setelah setiap anggota kelompok masing-masing berkumpul, Pak Eko meminta satu orang perwakilan kelompok untuk mengambil nomor urut tampil yang sudah beliau sediakan di dalam delapan gulungan kertas kecil. Oka segera maju untuk mewakili kelompoknya mengambil nomor urut. "Nomor 8! Kita closing!" seru Oka. "Closing tanggung jawabnya gede. Kalau kelompok sebelum-sebelumnya lebih bagus dari kita, kita yang terakhir jelek sendiri, malu banget."
Lily merutuk dalam hati. Ia menghela napas berat, kegelisahannya makin menjadi-jadi. Diam-diam Nuca menatap Lily. Nuca bisa merasakan keresahan yang dirasakan Lily saat ini. Mata mereka sempat bertemu ketika Lily kedapatan melirik ke arahnya. Nuca tersenyum tipis, menyiratkan ketenangan tersendiri bagi Lily. Meskipun tanpa kata-kata, Lily bisa merasakan tatapan dan senyum Nuca yang begitu menenangkan dan mentransfer energi positif untuknya.
"Tenang aja, kita pasti bisa," ucap Nuca singkat, hangat, dan seketika membuat ketiga temannya merasakan ketenangan. Begitu juga Lily, yang sempat melemparkan senyumnya kepada Nuca. Indah sekali interaksi mereka. Jarak tidak menjadi alasan bagi keduanya untuk saling menyemangati satu sama lain.
Sesi latihan pada pertemuan ini sudah diharamkan oleh Pak Eko. Kelompok-kelompok yang tidak tampil harus fokus menyimak penampilan kelompok yang tampil. Gitar-gitar yang dibawa oleh anak-anak, semuanya diminta Pak Eko untuk ditaruh di depan kelas, supaya mereka tidak mencuri-curi kesempatan untuk latihan ketika kelompok lain tampil. Pak Eko juga meminta anak-anak untuk duduk di kursi, tidak boleh ada yang duduk di lantai, tetapi juga tetap berdekatan dengan teman sekelompoknya. Nuca dan Lily duduk sebangku di pojok kiri belakang, sementara Oka dan Ain duduk di depan mereka berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat untuk Lily [OPEN PRE-ORDER]✓
FanfictionJudul Sebelumnya: INSECURITY "Sahabatan, jangan?" "Jangan." Lily menautkan kelingkingnya ke kelingking Nuca sambil tersenyum tipis. "Jangan pernah berubah ya." Mimpi Lily yaitu ingin punya pacar satu sekolah, tetapi itu mustahil. Mengingat dirinya h...