Jika kekayaan bisa membeli keadilan
Apakah yang miskin harus pasrah dengan tuntutan yang tak benar?🍩🍩🍩
🍩🍩🍩
SMA Angkasa, tepatnya di kelas XII Ipa 2 terdapat gadis cantik yang sedang mengikuti pembelajaran dengan fokus meski materi yang disampaikan oleh Guru itu masuk kuping kanan keluar kuping kanan. Iya, materinya mental, nggak ada yang masuk ke otaknya.
Mau bagaimana lagi? Ia sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi tetap saja apa yang ia pelajari tak pernah masuk dengan benar kedalam otaknya.
Bel istirahat menggema di area gedung sekolah ini, membuat murid bersorak heboh di tiap kelas, termasuk kelas XII Ipa 2.
"Baiklah anak anak, pembelajaran hari ini Ibu tutup sampai disini," ujar Bu Lina 'guru kimia' sambil membereskan buku-bukunya. "Selamat beristirahat," lanjutnya lalu melangkah pergi meninggalakan kelas.
Tina menghela napas frustasi, "Gila, pembelajarannya ga ada yang nyangkut ke otak gue, semua materi pada mental."
"Yang penting lo udah berusaha Na," ucap Syakila atau yang sering dipanggil 'Kila' sahabat Tina.
"Semangat, lo pasti bisa!" ujar Salma menyemangati Tina, "Yuk... mending kita ke kantin."
Mereka berdua mengangguk lalu berjalan keluar kelas dan pergi ke kantin yang sekarang sudah dipenuhi siswa dan siswi lain.
Arga menoleh ke kanan dan ke kiri menatap kelas yang sudah kosong, tinggal ia sendiri disini. ia kemudian mengambil bekalnya di dalam tas, lalu membukanya. Hari ini Ibunya memberi bekal nasi goreng dengan telur yang sudah diorak-arik tercampur dengan nasi.
Jika kalian bertanya, Apa Arga tidak membawa uang? Jelas pria itu membawanya. Namun tiap uang yang Ibunya berikan akan ia tabung untuk masa depannya kelak.
Tapi tak jarang ada saja yang mengganggunya dan merampas uangnya dengan sangat kasar. Entahlah ia tak tau salahnya apa. Apa mungkin karena ia miskin? Kalo memang begitu, apakah mereka yang kaya pantas merampas harta yang miskin?
Arga menyantap bekalnya dengan nikmat, ia bersyukur karena Ibunya diberi kesehatan oleh Tuhan. Ia bersyukur karena masih ada Ibu yang menyayanginya dengan tulus, masih ada Ibu yang menyempatkan memberinya bekal disetiap harinya.
Brak
Gebrakan pintu itu membuat Arga tergelonjak kaget, ia menoleh menatap siapa pelaku yang membuat kebisingan itu sampai akhirnya ia kembali menghela napas berat.
"Kerjain," titah seorang pria tampan dengan wajah sangar sambil melempar kasar beberapa buku ke atas meja Arga.
Arga menatap manik mata pria dihadapannya itu dengan sorot mata yang tak terbaca, "Saya nggak mau Al," tolaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARGA [END]
Teen Fiction[PART MASIH LENGKAP] Arga adalah pria SMA yang mendapatkan beasiswa untuk masuk ke sekolah ternama di Jakarta dengan kondisi ekonominya yang kurang memungkinkan. Menjadi anak pertama dengan kondisi tulang punggung keluarga sudah tidak ada membuat Ar...