67. A Hidden Smile

458 101 49
                                    

Kamu berjalan sambil mengeratkan pelukanmu pada buku-buku tebal yang kamu dapatkan dari Bu Carik. Berisi seluruh informasi data desa dan aktifitas tahunannya. Kini kamu harus ke kecamatan bermodalkan kakimu sendiri, tidak apa-apa, hitung-hitung berolahraga.

Kamu berjalan sendirian malam ini, nekat karena bagaimana mau bagaimana lagi? Seulgi dan Doyeon sudah berbaik hati untuk membantumu membuat LRK kelompok, bahkan mereka juga membuatkan LRK-mu. Sedangkan Doyoung dan Mark malam ini mulai berbelanja kebutuhan dan menyewa proyektor. Setidaknya kamu terus memanjatkan doa agar tidak ada pemuda desa yang kurang ajar.

Kamu memejamkan mata mengutuk Chanwoo, gila saja! Ia tidak berubah sama sekali, masih sama menjengkelkannya seperti dulu. Ia menuntut agar LRK dikumpulkan besok.

"Dosen mana yang nyuruh mahasiswanya tengah malem sampai fajar buat kumpul di kecamatan?! Terus sekarang LRK harus dikumpulin besok?! Belum tau aja rasanya gue hajar! Eh udah pernah yaㅡ"

Sontak kamu kembali teringat pada memorimu dan Chanwoo dulu. Alih-alih merasa sedih, kamu malah tersenyum saat ingat bagaimana dulu kamu begitu membenci Chanwoo dan kerap mengumpat di depannya sampai Chanwoo mendengar sendiri. Kemudian kamu menghela nafas, yah setidaknya itu masa yang membahagiakan.

Akhirnya setelah cukup berjalan, kamu memasuki kantor kecamatan kemudian langsung menemui salah satu pegawai yang memang terkenal selalu melembur, Mas Didi, begitu lah mereka menyebut lelaki itu.

"Malem Mas, boleh saya minta file kependudukan kecamatan? Sama mobilitas, pekerjaan, perekonomian?" Kamu bertanya dengan sopan. Mas Didi tersenyum kemudian meminta flashdiskmu. Kamu menunggu dengan tenang sampai akhirnya matamu bertemu dengan sosok lelaki tinggi yang sedang tersenyum lebar pada Pak Camat.

Jung Chanwoo terlihat sedang berbincang penting dengan kepala kecamatan tersebut. Entah apa yang mereka obrolkan, yang jelas Chanwoo tetap berwibawa seperti biasanya. Kamu tersenyum pelan, mungkin saat bertemu pertama kali, kamu merasakan pedih yang luat biasa karena rasa rindumu, namun setelah berjalannya waktu, kamu mulai bersyukur karena Tuhan telah mempertemukan kalian kembali.

Kamu tidak berharap agar kalian bisa rujuk. Mungkin itu terlalu serakah, tapi setidaknya kamu ingin hubungan antara dirimu dan Chanwoo akan baik-baik saja. Sebagai teman, kerabat, ataupun antara mahasiswa dan dosen. Setidaknya seperti itu. Tidak perlu menuntut apa-apa karena bagimu, mengetahui Chanwoo yang baik-baik saja sudah sangat bersyukur.

Chanwoo tertawa sambil keluar ruangan, ia merasa bersyukur Pak Camat mengijinkannya untuk menggunakan aula selama 24 jam. Setidaknya Chanwoo lega karena bisa jadi suatu saat nanti akan ada panggilan mendadak untuk mahasiswa di tengah malam, seperti hari pertama kemarin.

Chanwoo menghentikan langkahnya saat ia melihatmu, kamu terlihat sedang serius bersama salah satu staff. Matanya kemudian kembali mengedarkan pandangan, tidak ada mahasiswa lain. Ia mengerutkan keningnya,

Kenapa sendirian malam-malam begini?

Chanwoo membatin kesal. Kemudian ia kembali menghadap pada Pak Camat dan tersenyum sopan, "Pak, saya tinggal disini dulu sebentar. Bapak boleh pulang duluan. Saya mau nunggu mahasiswa saya dulu, kok kayanya dia sendirian malam-malam begini."

Pak Camat ikut melihat ke arah pandangan Chanwoo kemudian mengangguk mengerti,

"Ah gitu ya, Pak? Wah bapak perhatian sekali sama mahasiswanya. Saya temenin bapak ya? Sampai mahasiswanya selesai." Pak Camat berkata santai hendak mendudukkan diri disofa tengah, kemudian Chanwoo cepat menggeleng sambil tersenyum sopan.

"Ah ngga usah, Pak. Biar saya aja, Bapak pulang dulu aja. Makasih banyak untuk hari ini ya Pak, saya akan bantu semaksimal mungkin untuk sedikit memberikan sumbangan bermakna ke desa-desa." Chanwoo membungkuk sopan, akhirnya Pak Camat pun pergi menyisakan Chanwoo yang masih mengamatimu sambil duduk di sofa. Bibirnya tersenyum pelan, kamu masih sama, masih gigih dalam mengerjakan tugas, masih begitu pintar dan pemberani. Atau mungkin nekat?

Chanwoo tersenyum, kemudian mengalihkan pandangan. Bisa gila. Padahal beberapa waktu yang lalu dia menangis hebat karena merindukanmu dan kini kamu sudah ada di hadapannya, seperti Tuhan mengabulkan doa Chanwoo.

Chanwoo kembali tersenyum saat beberapa hari kemarin, ia spontan bertanya apakah kamu sudah makan atau belum. Kata-kata itu terlontar begitu saja, entah kenapa justru dengan kata-kata itu membuat Chanwoo tersenyum sendiri. Responmu begitu lucu, kamu bengong menatap Chanwoo sampai akhirnya kamu menggeleng. Berakhirlah kalian makan seporsi mie ayam yang lewat, kamu, Chanwoo dan Doyoung.

Berbicara tentang Doyoung, Chanwoo tidak bodoh. Doyoung beberapa kali tertangkap basah menatapnya dengan tajam, apa lagi saat kamu memutuskan untuk mendudukkan diri di sebelah Chanwoo. Doyoung seperti curiga dan ingin melahap Chanwoo hidup-hidup. Chanwoo berfikir, jemarinya bergerak mengetuk sofa.

Pacarnya Anin ya? Terus gue harus gimana kalau emang iya? Harusnya gue seneng, Anin ada yang jagain. Tapi kenapa gue ngerasa ngga terima? Kenapa?

Chanwoo mengerang kesal dengan pemikirannya, sebenarnya ada apa?

"HAH BUAJINDUL SIAPA SIH DIA?!" Chanwoo spontan berteriak.

"Ya ampun!" Kamu terkejut bukan main, hampir saja buku-buku di genggamanmu terlempar. Chanwoo berteriak tepat saat kamu hendak melewatinya. Sialan! Siapa yang tidak terkejut?!

Chanwoo langsung terdiam, baik kamu dan Chanwoo sama-sama bertatapan. Chanwoo dan mata bulatnya terus menatapmu, Chanwoo malu setengah mati. Apakah sekarang ia harus menambahkan backsound suara domba? Atau dia harus terjun saja ke sungai agar tidak malu?

Kamu masih terdiam karena terkejut sampai akhirnya Chanwoo bangkit dengan canggung, ia menggaruk belakang telinganya kebingungan.

"Eng... Anin, kamu mau pulang?" Satu kalimat yang susah setengah mati ingin Chanwoo ucapkan. Kamu masih terdiam beberapa detik untuk metralkan rasa terkejutmu sambil mencerna pertanyaan lelaki itu. Kamu mengangguk pelan tanpa bersuara apa-apa. Chanwoo menahan senyumannya.

Ya ampun muka bingung aja bisa secantik ini anjir.

Chanwoo menjerit dalam hati kemudian berdehem untuk menetralkan perasaannya, "aku anter ya? Kamu bahaya banget malem-malem jalan sendirian? Anin ini bukan lingkunganmu loh."

Chanwoo khawatir, kamu tersenyum mengetahui fakta itu. Nyatanya Chanwoo masih tetap cerewet seperti dulu, tidak ada yang berubah. Rasanya satu setengah tahun penderitaanmu menguap begitu saja. Chanwoo datang kembali ke hadapanmu seperti sebuah jawaban dari Tuhan.

"Ya gimana aku ngga sendirian? Seulgi sama Doyeon ngerjain LRK yang harus dikumpulin besok! Terus Doyoung sama Mark harus belanja ini dan itu. Semua sibuk, semua ribet, semua riweuh!" Kamu menekan perkataanmu karena sedikit kesal dengan Chanwoo, ia masih sama menjengkelkannya saat kembali menjadi dosen.

Chanwoo tersenyum menahan tawa, ekspresi itu, ekspresi kesal yang selalu Chanwoo rindukan kini terpampang jelas di depan matanya. Chanwoo bisa gila! Dia seperti anak SMP yang baru mengenal kasmaran.

Ah memang sejak dulu Chanwoo sudah gila padamu, gila karena terlalu menyukai apa saja yang ada pada dirimu. Terutama ekspresi kesalmu.

.
.
.

BOCHEN COMEBACK GUYS!!!!

You're my Totemism • Chanwoo iKON✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang