88. About Jinhwan and Jia

520 101 63
                                    

Mari disimak. Jangan lupa vote sama comment 🥰🥰
.
.
.

Chanwoo tersenyum padamu kemudian memberikan satu gelas es buah segar yang ia ambilkan dari dalam. Kini kalian berdua sedang duduk di teras. Kebetulan teras belakang rumahmu, terdapat meja yang akan langsung mengarah pada halaman belakang. Chanwoo duduk disebelahmu kemudian merangkul pundakmu dengan nyaman, begitu pula denganmu yang langsung bersandar pada dada lelaki itu. Sedangkan di dalam sana, Ayahmu dan Ayah Jung tertawa dengan keras bersama istri mereka masing-masing memainkan kartu remi.

Kamu tersenyum nyaman kemudian memeluk pinggang Chanwoo, Chanwoo mulai membelai kepalamu lalu mengecupinya dengan pelan, menghirup aroma shampoo yang campur dengan parfum rambutmu. Nyaman... tidak ada yang bisa mengalahkan rasa nyaman ini antara dirimu dan Chanwoo.

"Pengen beli rumah ngga, sayang?" Chanwoo mulai membuka percakapan. Kamu mendongak menatap Chanwoo kemudian menyamankan dudukmu agar bisa menghadap padanya.

"Emang Kak Chanu udah dapet tempat yang pas?" Kamu bertanya sambil membelai pipi Chanwoo, tanganmu juga turut turun memainkan kerah kemejanya.

"Kemarin aku ditawarin sih. Di deket sini ada perumahan baru. Kalau kamu mau, aku bisa beliin rumah, bisa lebih gede dari rumah kamu biar kamu nyaman. Nanti unit apartemenku, bisa disewain buat itung-itung penghasilan kita juga. Terus kalau kamu mau, bisa juga unit kamu disewain, kan cocok buat mahasiswa." Chanwoo mulai menuturkan rencananya, kamu mengangguk mengerti kemudian tersenyum.

"Boleh sih. Tapi sementara ini, kita di apartemen dulu aja. Toh kamu kan masih ada sekitar satu setengah tahun di Oxford, nanti kalau beli rumah, pasti rumahnya kosong banget karena isinya cuma aku. Pasti aku lebih sering pulang ke rumah atau main ke Ryujin Dongi." Kamu menuturkan pelan, kemudian tersenyum menatap Chanwoo. Chanwoo mengerti itu, ia merapatkan pelukannya kemudian menyatukan bibir kalian dalam kecupan kupu-kupu yang menyenangkan.

Bagi Chanwoo yang penting adalah rasa nyaman dan aman untuk dirimu. Jika memang kamu lebih suka untuk tinggal di apartemen atau bersama orangtuamu dulu, tentu saja Chanwoo akan menuruti. Toh memang benar, Chanwoo masih harus kembali ke Oxford.

"HEH PENSIL INUL!!! BELOM NIKAH JUGA UDAH MEPET MEPET!" Jinhwan berseru keras sambil membawa es buah dan kue di tangannya. Diikuti juga dengan Jia yang ikut tertawa. Mereka berdua akhirnya ikut duduk di hadapan kalian.

Chanwoo melempar kain serbet pada Jinhwan untuk protes, "ganggu bener lu anjir!"

Jinhwan menjulurkan lidahnya mengejek, sedangkan kamu langsung melepas pelukan Chanwoo dan ikut makan cemilan yang dibawa oleh Jia. Jinhwan mengamatimu sambil tersenyum, kamu masih cantik seperti biasanya, apa lagi sekarang tanganmu mulai mengikat rambutmu karena kepanasan. Meskipun cantik, Jinhwan tetap menganggapmu sebagai adiknya. Harus.

Jia tersenyum menatap padamu, ia mulai berfikir bahwa pantas saja Jinhwan begitu jatuh padamu dulu. Jia mengagumimu, baginya kamu adalah seorang gadis cantik dan cerdas yang berani mengambil resiko. Tentu saja resiko karena kamu berani melangkah memangkas masa mudamu untuk hidup dalam tali ikatan pernikahan. Disaat orang-orang seusiamu sedang asik-asiknya bermain memuaskan masa muda, kamu sudah berani mengambil langkah dewasa. Beruntungnya Chanwoo berjanji untuk tidak merenggut hak masa mudamu, ia memberikan waktu bebas untukmu, kamu berhak meraih mimpi.

Jia juga sadar, Chanwoo merupakan lelaki yang bijak meskipun terkadang ia sangat bodoh untuk mengambil keputusan dulunya. Mungkin memang itu sebuah proses kehidupan hingga sekarang Chanwoo bisa tersenyum bahagia, memelukmu dengan erat. Sebenarnya Jia juga ingin merasakan itu, merasakan kebahagiaan yang kamu dan Chanwoo rasakan. Merasakan dicintai, berbagi kehangatan dalam pelukan, berbagi kisah, dan juga berbagi tangisan.

Perlahan Jia menggeser pengelihatannya pada Jinhwan yang masih asik memakan potongan buah dari gelasnya. Jia tersenyum masam. Mana mungkin Jinhwan menyukainya? Tidak mungkin. Sekali pun lelaki itu tidak pernah mengatakannya.

Selama ini Jia selalu menyangkal karena ia tidak ingin sakit hati jika mendengar penuturan dari Jinhwan. Biarlah seperti ini, ia terlalu takut untuk membuka diri dan menghadapi kenyataan bahwa Jinhwan tidak akan melihat sedikitpun padanya. Biarlah Jia yang terjebak dalam perasaannya sendiri.

"Weh!" Jinhwan tiba-tiba berseru kencang membuat Jia tersadar dari lamunannya. Jinwhan menunjukmu, mengarah pada lehermu yang tertutup turtle neck. Namun jarinya mengarah pas pada sebuah bercak merah yang mengintip. Jinhwan terkejut kemudian menatap nakal pada Chanwoo.

"Juancok tenan ik! Heh... gue bilang ke Mamah nih! MAAAAHHHHㅡ" Jinhwan sudah mau berseru, Chanwoo panik kemudian langsung menutup mulut Jinhwan rapat-rapat, Jinhwan masih meronta melawan sambil memanggil ibunya. Sedangkan kamu langsung bingung, bangkit untuk melihat pada pantulan kaca di belakangmu.

Sialan! Bekas yang ditimbulkan oleh Chanwoo ternyata masih tercetak jelas.

Jia tertawa melihat tingkah Chanwoo dan Jinhwan yang terus bergelut, bahkan mereka hampir terjatuh dari lantai.

"Iya iya! Gue beliin martabakㅡ"

"MAAAHHㅡ"

"Pizza Hutㅡ"

"MAMAHHHHㅡ"

"IYA IYA TAS GUCCI IYA!"

"Dua. Gue sama Jia."

"Enak ajaㅡ"

"MAMAH!!! ADEK NAKALㅡ"

"IYA COK, DUA COK!"

"Nah gitu dong. Senang bekerjasama dengan anda." Jinhwan langsung tenang menjabat tangan Chanwoo dengan senyum penuh kemenangan. Ia dengan santai kembali duduk disamping Jia, bahkan mencolek pipi gadis itu terlebih dahulu mengisyaratkan kemenangan.

Chanwoo kesal, ingin sekali memukul Jinhwan namun ia urungkan daripada harus diomeli oleh sang ibu. Kamu tersenyum namun disisi lain juga tidak enak hati. Chanwoo mendudukkan diri disebelahmu kemudian memelukmu erat dengan bibir yang maju.

"Sayang, Mas Jinan nakal." Chanwoo berkata manja. Kamu tersenyum kemudian mencondongkan tubuhmu untuk menatap Jinhwan semakin dekat. Kamu mengambil satu potong kue, menaruhnya diatas piring kecil dan mendorongnya ke depan Jinhwan.

"Kak Jinan... aku sama Kak Chanu kan mau nikah, kita butuh biaya banyak, terus juga kita belum beli rumah. Kalau tas gucci kan mahal, gimana kalau yang lain aja?" Kamu mulai menatap dengan ekspresi yang sedih. Tentu saja Jinhwan langsung menghembuskan nafasnya tidak tega. Ia menyandarkan tubuhnya pada kursi.

"Ah yaudah deh ngga usah! Sana ditabung aja. Heh lu! Beraninya manfaatin Anin!" Jinhwan menunjuk Chanwoo tidak terima, sedangkan Chanwoo tentu saja menjulurkan lidahnya mengejek sambil memelukmu erat.

Jinhwan memakan potongan kue yang kamu ambil sambil mengomel pelan membuat Jia tertawa menepuk bahu lelaki itu, "yaudah sih. Nanti kan kita juga mau ke PI, ntar kita belanja, Mas."

Jinhwan mengangguk, "eh ntar lu balik ke apart kan? Gue nebeng ya sampe stasiun. Si Jia pengen ngerasain naik KRL, maklum Semarang ngga ada."

Chanwoo mengangguk saja, namun matanya mengamati pergerakan Jinhwan dan Jia. Sekarang Jinhwan terlihat sedang menguapi satu sendok cake ke mulut gadis itu.

"Lu sama Jia tu sebenernya gimana sih anjir? Pacaran apa engga kalian tuh?" Chanwoo melemparkan pertanyaan yang sebenarnya juga bersarang di benakmu. Jinhwan terdiam, sedangkan Jia langsung menggeleng cepat.

"Hah? Engga kok engga." Jia mengalihkan pandangannya.

"Jia ngga usah bohong. Lu juga gimana anjir?! Kasih kejelasan kek. Anak perawan kok digantungin! Pasti Jia tuh di kampus juga banyak yang deketin, tapi dia mau-maunya ikut lu kesini. Peka kek!" Chanwoo mengompori. Sedangkan kamu langsung menepuk paha Chanwoo, takut jika Chanwoo akan melewati batasnya.

Jinhwan terdiam, begitu juga dengan Jia. Kamu dan Chanwoo juga ikut terdiam, kemudian kamu mencubit kecil paha Chanwoo karena penyebab kecanggungan ini adalah lelaki itu. Chanwoo tentu saja merajuk, dengan cepat ia langsung meminum gelas sirupnya.

Jinhwan menggeser tempat duduknya untuk menghadap Jia, "Jia, ayo nikah."

Chanwoo tersedak hebat, kamu langsung melongo begitu juga dengan Jia.

Jadi sebenarnya apa yang ada di pikiran Kim Jinhwan?

You're my Totemism • Chanwoo iKON✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang