42. Maybe This is a Fault

450 89 34
                                    

Jinhwan sudah selesai membereskan piringmu, ia bahkan mencuci semua sampai bersih. Sedangkan kamu sedang meminum obat lagi. Setidaknya sup buatan Jinhwan menjadi satu penenang tersendiri untukmu. Tubuhmu sudah lebih enak, suhu tubuhmu sudah terpantau turun membuat Jinhwan ikut tersenyum senang.

Jinhwan mengeringkan tangannya setelah mencuci piring kemudian mendudukkan dirinya kembali di samping ranjangmu. Ia mengamatimu yang sedang meminum susu hangat.

"Udah enakan kan?" Jinhwan bertanya padamu dengan perhatian, kemu mengangguk pelan sambil tersenyum.

"Syukur deh. Habis ini kamu tidur ya? Besok aku kesini lagi kalau misal kamu butuh sesuatu. Kalau ada apa-apa telepon ya? Atau aku kesini besok tanpa kamu minta boleh?" Sejujurnya Jinhwan masih khawatir padamu. Mana tega ia meninggalkanmu sendirian dalam keadaan seperti ini?

Kamu tersenyum, entah kenapa ada rasa perih di hatimu melihat Jinhwan yang begitu baik dan perhatian. Jinhwan dengan senyum polosnya, tangannya yang halus selalu menenangkanmu, ia merelakan waktunya yang begitu sibuk untuk bertemu denganmu, belum lagi disaat keadaan yang sakit seperti ini, ia rela langsung membatalkan semua aktifitasnya demi merawatmu.

Kamu menatap mata Jinhwan yang begitu teduh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kamu menatap mata Jinhwan yang begitu teduh. Tidak bisa seperti ini, tapi menolak Jinhwan pun juga tidak bisa menjadi sebuah keputusan yang bagus, apa lagi Jinhwan sudah merawatmu dengan begitu baik. Tapi menyembunyikan kebohongan bukan hal yang lebih baik pula. Kamu memikirkan Chanwoo yang kini sudah berstatus sebagai kekasihmu.

Kamu membuka mulut hendak menuturkan kejujuran, sebelum akhirnya Jinhwan membuka mulutnya lebih dahulu,

"Oh iya! Aku udah bilang belum sih? Aku lupa. Adekku juga punya unit apartemen disini loh!" Jinhwan berkata riang. Kamu langsung terdiam kemudian menggaruk kepalamu bingung.

"Ah iya? Yang waktu kita ketemu pas di depan rumah Kak Jinhwan itu ya?" Kamu bertanya basa-basi. Tentu saja apa yang ada di otakmu saat ini adalah bagaimana caranya memberitahu Jinhwan bahwa sekarang kamu sudah memiliki kekasih.

Jinhwan mengangguk antusias, bahkan matanya berbinar lucu saat menerangkan sang adik yang sepertinya sangat ia sayangi. "Iya! Dia orangnya baik loh! Pinter juga, ramah meskipun kata orang-orang galak. Mereka belum kenal aja. Tapi aku lupa dia di unit nomer berapa... kapan-kapan aku kenalin ya?"

Kamu mengangguk kikuk karena tidak enak menolak, sedangkan Jinhwan langsung melihat kearah jam tangan mewahnya, "ah udah jam 9. Ini waktunya kamu tidur ya? Yaudah aku pulang dulu ya? Kalau ada apa-apa, telepon aja. Aku siap 24 jam kok."

Jinhwan menepuk kepalamu pelan, kemudian menyelimuti tubuhmu. Tanpa kamu bisa berkata-kata, Jinhwan sudah melambaikan tangannya untuk pergi. Yah mungkin memang ini bukan saat yang tepat untuk mengatakannya, mungkin kesempatan selanjutnya akan menjadi jawaban. Lagi pula Jinhwan adalah lelaki yang begitu baik, mana bisa kamu menyakiti hatinya lagi. Semoga suatu saat nanti, kamu memiliki kesempatan lain untuk berkata sejujurnya. Semoga saja.

•••

Kamu menggerakkan jemari apikmu diatas layar datar handphonemu. Melihat banyak informasi yang tertinggal dari grup angkatanmu. Rupanya dua minggu lagi akan diadakan daftar ulang untuk mahasiswa lama. Baiklah, itu artinya dua minggu lagi akan menjadi hari pertama kamu dan Chanwoo akan bertemu di kampus sebagai sepasang kekasih.

Membayangkan saja sudah sangat malu. Kamu sendiri tidak bisa dengan mudah jika harus terbuka pada umum kalau kalian sudah berpacaran. Jalani saja dulu.

Klek...

Kami terkejut saat pintu apartemenmu terbuka. Apakah Kim Jinhwan kembali lagi? Ini hanya selang lima menit. Tapi tidak mungkin jika lelaki itu bisa masuk ke unitmu. Mana mungkin ia tau passwordmu?

"Belum tidur?"

Kamu hampir meloncat kaget jika tidak mengetahui bahwa itu adalah Chanwoo yang masih menjinjing tas Jansport-nya. Nampaknya Chanwoo belum sempat masuk ke unit apartemennya.

"Ya ampun aku kaget, Kak. Salam dulu kek apa gimanaㅡ"

"Assalamualaikum."

"Ah ngga tau! Nyebelin!" Kamu merajuk, Chanwoo langsung tertawa melihat responmu. Sepertinya kamu sudah mulai membaik. Akhirnya Chanwoo mengalah kemudian mendudukkan diri di bibir ranjangmu, kamu masih setia berlindung di balik selimut.

"Anin... jangan marah dong. Sensi banget kaya mamah mudaㅡ aduh! Iya iya ampun!" Chanwoo semakin tertawa saat kamu langsung memukulinya bertubi-tubu, bahkan kamu sudah bangkit dari posisi tidurmu. Kedua tangan lelaki itu menahan tanganmu, sontak saja kamu langsung tidak bisa bergerak.

Chanwoo tersenyum nakal mendekatkan wajahnya padamu, membuatmu ikut merah padam seperti tomat. Kamu memejamkan mata, takut jika Chanwoo akan mencuri ciuman tiba-tiba. Namun alih-alih merasakan ciuman, kamu merasakan kehangatan di jidatmu. Chanwoo menempelkan telapak tangannya untuk mengukur suhu tubuhmu.

"Wah udah turun banget. Tadi udah minum obat sama makan kan?" Chanwoo memastikan, tangannya kini dengan santai membawa tanganmu turun kemudian menggenggam di pangkuanmu.

Kamu mengangguk salah tingkah mengalihkan wajahmu, Chanwoo tentu saja sadar namun ia lebih memilih untuk tersenyum dan mengabadikan momen ini lewat matanya saja. Cantik... kamu yang tersipu malu sangat cantik di mata Chanwoo.

"Makannya di anterin siapa? Ryujin?" Jemari Chanwoo menata rambutmu pelan. Kamu terdiam bingung harus mengatakan apa.

"Engga." Kamu menjawab singkat membuat Chanwoo menatapmu datar, sebelah alisnya kemudian tertarik ke atas karena bingung oleh jawabanmu.

"Terus? Dongi?" Chanwoo masih berusaha untuk bertanya, kamu menunduk kemudian menggeleng pelan.

"Terus siapa dong?" Chanwoo bertanya polos karena di pikirannya, hanya ada dua teman dekatmu itu. Siapa lagi? Apakah mungkin orangtuamu? Tapi jika iya, harusnya orangtuamu masih ada disini.

Kamu masih menggeleng, menggigit bibir bawahmu ragu. Apakah harus kamu katakan?

.
.
.
Bilang ngga gengs? 🤭

You're my Totemism • Chanwoo iKON✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang