7. Bantuan

666 47 5
                                    

Tok tok tok.

Seseorang menatapnya dibalik pintu terbuka, ia memastikan siapa tamu yang datang. Tamu itu memasang senyum semanis mungkin sebagai pertanda ia masih menaruh rasa sopan. Sementara ia tetap tak beranjak dibalik meja kerja.

"Masuk!."

Tau bahwa yang datang adalah orang yang ia kenal, ia langsung mempersilahkannya masuk.

"Ada apa?"

Wanita itu langsung menyambut dengan sebuah pertanyaan namun tetap dengan sopan. Ia menghentikan pekerjaannya untuk sesaat karena ia merasa tamu ini akan membicarakan sesuatu yang penting.

"Maaf, Bu, ganggu, aku mau nanyain masalah liburan."

Wanita itu mengernyit, ia pernah membicarakan masalah itu dengan gadis di depannya, dan hasilnya ia tak mempermasalahkan hal itu.

"Iya, lalu?"

Gadis itu tampak ragu untuk melanjutkan kalimatnya, jadi wanita itu memilih untuk memancing pembicaraan berikutnya.

"Kamu berubah pikiran?"

Wanita itu tersenyum, berusaha menebak apa yang Gadis dihadapannya pikirkan.

"Iya, Bu, kata Ibu aku harus ikut."

"Oh, tapi kalau kamu memaksakan, sebenarnya Ibu tidak mengizinkan, karena walau bagaimanapun Ibu tidak mewajibkan kamu untuk ikut selama orang tua kamu tidak memberi izin, tapi kalau orang tua kamu benar-benar berubah pikiran dan menyuruh kamu untuk ikut, berarti kamu bisa ikut. Tapi kamu tidak bohong, kan?"

Wanita itu menyelidik, ia berusaha mencari sebuah kebenaran. Ia sebenarnya cukup tau dengan sifat gadis dihadapannya itu, tapi beberapa pengalaman mengajarkan bahwa remaja di zaman seperti saat ini seperti telah terbiasa untuk berbohong, bahkan terkadang hal itu dilakukan oleh orang polos seperti orang dihadapannya, namun rasa percaya wanita itu pada gadis dihadapannya masih lebih tinggi. Menurut penilaian pribadinya, gadis ini tak terlalu pintar bahkan biasa-biasa saja, namun sikapnya masih sangat baik. Ia menghela nafas panjang sebelum memberi keputusan.

"Ya sudah, kamu boleh ikut."

"Terimakasih, Bu."

Gia segera merogoh sesuatu dari dalam sakunya. Beberapa lembaran merah keluar dari sana.

"Bu, aku mau langsung lunasin biayanya."

"Gi, sebelum ibu nerima uang kamu, ibu cuma mau mastiin kalau kamu ikut bukan karena terpaksa, kan?"

"Iya, bu, kalau ibu masih ragu, ibu bisa bicara langsung sama ibu saya, soalnya ibu saya yang maksa saya buat ikut."

"Ya sudah."

Gia menyerahkan uang itu, lalu ia segera pamit dari sana. Jam istirahat untuk sesaat lagi akan selesai, namun Gia sama sekali belum mengisi perutnya dengan makanan apa-apa. Kejadian semalam cukup menguras emosi dan tenaganya.

"Gi."

Seseorang rupanya telah menunggu Gia di depan pintu masuk kantor, ia berdiri tak jauh dari pintu itu. Kedua tangannya tengah disibukkan oleh jajanan yang baru saja ia dapat dari kantin sekolah.

"Ini."

Laras memberikan jajanan dalam satu kantung plastik di tangan kanannya. Ia tau bahwa Gia tak akan sempat untuk makan bersama di kantin, untuk itu Laras berinisiatif membelikan makanan itu untuknya.

"Makasih, Ras, maaf ngerepotin."

"Gak apa-apa, kamu kayak sama siapa aja."

Gia dan Laras berjalan beriringan menuju ke kelas mereka, mereka lebih suka menikmati makanannya di dalam kelas yang cenderung lebih sepi dari pada kantin.

KEMBALI (MATI SURI) (Eps. 2.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang