Sabrina merasakan mual luar biasa. Setelahnya, ia mulai muntah-muntah, namun tak ada sesuatu yang keluar dari mulutnya. Sabrina hampir kehilangan kesadaran, ia jatuh dalam pelukan Ares. Tubuhnya lemah, ia pun merasakan sakit di sekujur tubuh. Ares membersihkan kotoran-kotoran yang menempel di wajah Sabrina. Tanpa sadar, ia begitu peduli dengan gadis yang sebenarnya tak ia pedulikan.
Sabrina kuat. Dalam tubuh lemahnya, ia masih bertahan agar tetap sadar. Ketika ia dirasuki, ia melihat apa yang terjadi dengan dirinya, dan juga orang-orang yang menjadi korban. Ia berusaha terus melawan, sebuah pengaruh kuat yang mengendalikan tubuhnya sendiri. Semua yang ia lakukan berada di luar kesadaran.
"Maafin aku, Res," ucap Sabrina lirih.
"Ini bukan salah kamu, Rin, jangan dipikirin lagi. Kamu harus istirahat. Sekarang kita ke mobil."
Ares membawa Sabrina ke mobilnya. Ia akan segera mengantarnya pulang. Sabrina dibaringkan di kursi depan sebelah kiri di samping kemudi. Ki Saleh duduk di kursi belakang.
Mobil mulai melaju. Ares tak membawa mobil itu dengan kecepatan tinggi. Ia lebih memilih kenyamanan untuk Sabrina beristirahat.
Seketika, tak jauh dari tempat sebelumnya, atau tepatnya belum jauh mobil itu berjalan, tiba-tiba saja Ares menginjak pedal rem dengan penuh, yang menyebabkan mobil itu berhenti mendadak.
"Kau harus ikut denganku. Kau harus mati!"
Ares dengan sigap mematikan mesin mobil. Dalam posisi seperti yang ia alami, Ares melakukannya dengan penuh perjuangan. Lehernya tercekik oleh kedua tangan Sabrina yang masih dirasuki. Ares terpaksa mencengkeram kuat kedua pergelangan tangan Sabrina yang mencekiknya dengan kuat. Ia tak punya pilihan lain, walau cara ini akan melukai kedua pergelangan tangannya. Ki Saleh yang duduk di belakang, segera berreaksi. Ia berusaha kembali mengeluarkan dengan cara melawan dengan kekuatan penuh, walau berbahaya untuk Sabrina, namun tak ada pilihan lain, setan itu harus dikalahkan. Ki Saleh masih menempelkan telapak tangan kanannya pada dahi Sabrina. Setan itu merasa kepanasan, namun dengan begitu, Ares bisa melepaskan cengkeraman tangan Sabrina. Setan itu tak tinggal diam. Setelah tangannya lepas dari leher Ares, kini ia bisa dengan leluasa mencengkeram dengan kuat, tangan keriput ki Saleh yang saat ini menempel di dahi Sabrina untuk mengeluarkannya dari tubuh itu.
Ares keluar dari mobil, dengan setengah berlari, ia menuju pintu yang bersebelahan dengan tempatnya keluar tadi. Pintu itu dibuka, kemudian Ares mengeluarkan Sabrina dari dalam mobilnya. Ares berusaha mengunci gerakan Sabrina agar ki Saleh bisa segera mengeluarkan setan itu dari dalam tubuhnya. Sabrina tak bisa bergerak. Kedua tangannya terkunci oleh Ares, namun kakinya masih bisa bebas untuk meronta.
"Cepat, Ki. Aku gak bisa menahannya lama-lama."
Setan itu tertawa, namun sesaat kemudian Ares berteriak, keras, seraya menahan sakit luar biasa. Tangannya mengeluarkan darah, disertai bekas gigitan tertinggal di sana. Ia masih beruntung, karena ki Saleh langsung memegangi kepala Sabrina untuk kembali diobati.
Sabrina kemabali menjerit. Ia meronta, berusaha melepaskan diri dari kuncian Ares.
"Panas..."
Ia berteriak, lalu kembali memuntahkan sesuatu namun tak ada yang keluar dari mulutnya. Beberapa kali Sabrina melakukan hal itu, hingga ia terkulai lemas. Tubuhnya semakin tak berdaya, ia telah banyak kehilangan tenaga.
"Kau, cepat cari air, mungkin dalam mobilnya ada."
Ki Saleh menggantikan Ares memegangi Sabrina, sementara ia sendiri mencari air minum dalam mobil milik Sabrina.
Tak berapa lama, Ares telah kembali dengan tergopoh. Dalam genggaman tangannya terdapat botol plastik berisi air yang hanya tinggal setengah. Ares mengambil air tersebut di dekat kemudi, di bawah kaca depan mobil. Tak mau berpikir panjang, ia menebak bahwa minuman itu milik Sabrina.
Ares menyerahkan minuman itu pada ki Saleh. Ia kembali memegangi Sabrina, sementara ki Saleh terlihat memejamkan mata seraya berdoa atau merapalkan mantra.
Tak sampai satu menit, ki Saleh telah menyelesaikan kegiatannya.
"Minumkan ini," perintah ki Saleh. Ares menerima minuman itu.
"Rin, minum ini dulu."
Dengan sangat hati-hati, Ares meminumkan air itu pada Sabrina. Dengan lemas, Sabrina berusaha meminum air itu. Teguk demi teguk mulai membasahi tenggorokannya yang terasa sedikit sakit, akibat menjerit dan berteriak yang dilakukan setan dalam tubuhnya.
Sabrina kembali memuntahkan sesuatu. Kali ini, cairan yang ia minum harus keluar kembali, namun dengan warna berbeda. Cairan itu terlihat gelap.
Dengan sisa air yang masih ada dalam botol, Ares membersihkan wajah dan mulut Sabrina dari noda muntahannya sendiri.
"Sepertinya kali ini benar-benar berhasil."
Ki Saleh bernapas lega. Ia cukup letih dengan masalah yang ia hadapi saat ini.
"Ki, di belakang."
Ares tersentak. Sesosok wanita berpakaian lusuh penuh darah dan dengan kondisi mengerikan muncul di belakang ki Saleh. Matanya merah menyalak penuh amarah.
"Inilah sosoknya yang sebenarnya."
Ares menatap sosok itu, dan lambat laun, ia mengenalinya.
"Jangan tertipu, dia sudah bukan manusia. Manusia yang telah tiada, dia takkan ada di alam dunia. Jin ini hanya memanfaatkan kemarahannya."
Sosok itu tertawa. Ia tau bahwa kakek tua di hadapannya takkan mudah tergoda.
"Bertaubatlah, sebelum menyesal. Kau hanya jin yang menyerupai manusia yang telah tiada. Jangan membelokkan hati manusia dengan hawa nafsu."
"Hihihihi, jangan ikut campur kau tua bangka! Aku akan membawanya bersamaku."
Setan itu mendekat. Namun tujuannya bukanlah untuk menyerang. Cinta menjadi manipulasi alasan untuk menyeret laki-laki itu bersamanya. Ares bergeming, ia tetap berada di tempat seraya mendekap Sabrina. Sorot mata sang setan kian murka. Laki-laki yang menjadi alasannya betah berada di dunia fana kian mesra dalam dekapan wanita lainnya, namun bukan Gia yang selama ini berusaha ia hasut untuk menjembatani kisahnya, Sabrina pun belum seharusnya menjadi korban karena statusnya belumlah memiliki ikatan.
Ares pasrah. Ia berpikir, mungkin ini yang diinginkan wanita yang dulu pernah menjalin kasih dengannya. Nasihat ki Saleh yang beberapa waktu terucap tak mampu ia ingat.
"Aaaaaahhhhh...."
Ares membuka mata. Tak terasa sesuatu pun terjadi dengan dirinya atau Sabrina. Ki Saleh berdiri, menjadi tameng untuk melindungi orang yang tak mampu melawan sang setan. Pandangan Ares terhalang oleh ki Saleh yang berdiri tegak melindunginya.
Sempat menegang, Ares mulai bisa bernapas lega, setidaknya untuk sesaat.
Dalam genggaman tangannya, ki Saleh tampak menggenggam sesuatu berwarna hijau. Sesuatu itulah yang menghempaskan sang setan hingga ia menjerit merasakan sakit.
"Kalian diam di situ, jangan pergi ke mana-mana."
"Kurang ajar! Tua bangka, akan ku kirim lebih dulu kau ke neraka."
Setan itu kembali maju. Ia melayang, melesat cepat hingga hanya dalam sekejap berada di hadapan ki Saleh. Ki Saleh membuka benda dalam genggamannya. Ukuran benda itu mampu menutupi seluruh tubuhnya dan juga Ares serta Sabrina.
Bugh.
Terdengar sesuatu menghantam dari luar. Terhempas bersamaan dengan terbukanya tameng pelindung yang dipakai oleh ki Saleh untuk melindungi mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
KEMBALI (MATI SURI) (Eps. 2.)
УжасыSejak kejadian itu, hidupnya memang telah berubah, namun semua perlahan menjadi biasa karena telah terbiasa.