4

569 75 45
                                    

Fian’s pov
21:00 WITA

Tidak seperti kemarin, hari ini aku dengan Kak Umin hanya pergi ke Tanah Lot. Setelah puas bermain dan berbelanja kami memutuskan pulang setelah sholat Dhuhur tadi. Sebenarnya tadi sore Kak Umin menawarkan pergi ke tempat wisata lain, namun aku menolak. Rasanya aku ingin di suite saja hingga besok. Berdua dengan Kak Umin disini lebih menyenangkan daripada di tempat wisata yang ramai. Kontak fisik kami terbatas.

Sekarang aku menatap layar televisi yang menayangkan film yang tidak ku ketahui judulnya maupun jalan ceritanya. Pandanganku memang tertuju ke arah sana, namun tidak dengan pikiranku. Aku masih memikirkan pertanyaanku yang belum di jawab suamiku kemarin lusa, tentang pengambilan hak. Apa Kak Umin tidak mau mengambil haknya?

Tapi kenapa?

Apakah aku tidak layak?

Ah, iya. Sudah pernah ada yang menyentuhku, bukan?

Mungkin karena itu.

Lalu bagaimana?

Mustahil Kak Umin tidak memiliki keinginan untuk itu. Tapi, bagaimana jika dia tidak mau melakukannya denganku?

“Sudah jadi.” Aku tersentak saat melihat Kak Umin masuk kamar dengan membawa nampan berisi mangkuk yang lumayan besar berisi mie instant dan 2 gelas es jeruk.

Setengah jam lalu aku merasa lapar dan Kak Umin dengan baik hatinya memasak mie instant yang ditinggalkan Mama di lemari dapur suite. Aku duduk tegak dan menatap Kak Umin yang tampak bersemangat. “Ayo makan.” Kak Umin memangku nampan setelah meletakkan 2 gelas minuman di nakas.

Aku mengambil sumpit yang disodorkan Kak Umin. “Mama bilang kamu tidak bisa makan mie dengan garpu. Jadi Mama menyiapkan ini di dapur.” Aku mengangguk saja dan mengaduk mie berkuah yang melenyapkan makan malam tadi.

Aku mengipas mie yang ku sumpit dengan kipas elektrik yang ku pegang membuat Kak Umin terkekeh. “Kamu tidak bisa makan makanan panas?” aku mengangguk dan menyeruput mie hingga bersuara seperti dalam drama yang sering ku tonton.

“Kakak tahu dari Mama juga?” tangan Kak Umin terulur menyeka kuah mie yang terciptrat di sekitar mulutku.

“Tidak, Kakak tahu sendiri.”

“Kakak memperhatikanku?”

“Tentu saja, Kakak ingin tahu detail tentang istri Kakak.” Aku tersenyum dan mendekatkan sumpit berisi mie ke arahnya. Kak Umin membuka mulutnya dan menerima suapanku.

“Hmm, buatan Chef Umin sangat lezat.” Aku mengangguk setuju. “Chef Umin saja yang memasakkan mie untukku di jam segini.”  kataku menyuapkan mie lagi.

“Boleh, tapi tidak sering. Mie tidak bagus untuk kesehatan, maksimal 1minggu sekali.”

“Setuju!” kataku setengah teriak dengan tangan kanan yang menggenggam sumpit terangkat membuat tawa Kak Umin terdengar di keheningan malam.

“Ah, setelah mereka semua pulang suite sangat sepi.”

“Hmm, bagaimana suite sebesar ini hanya dihuni kita berdua? Mana harga sewanya lebih mahal. Besok kita pindah saja ke kamar yang lebih kecil, kak.” kataku dengan mulut penuh mie. Aku mengerjap-ngerjap saat melihat Kak Umin menatapku lekat-lekat. Tatapan itu berbeda dari biasanya dan membuatku merinding.

Beberapa detik kemudian Kak Umin mengerjap-ngerjap dan bangkit dari duduknya, “Habiskan.” katanya menyambar es jeruk di nakas dan melangkah menuju jendela yang memamerkan pantai sebagai pemandangannya. Aku hanya menelan mie dan mengerjap-ngerjap.

Kak Umin kenapa? Aku memutuskan tak ambil pusing dan fokus dengan mie yang tinggal sedikit. Aku meletakkan sumpit yang meminum habis kuahnya.

“Ahh.” Kuah mie yang ku minum sudah habis, aku meletakkan nampan di nakas dan meminum es jeruk hingga setengahnya. Aku berdiri  dan memandang Kak Umin yang masih mematung disana. Sejak kapan dia suka pemandangan disana?

Zalumin & Zafian Season 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang