18

700 68 10
                                    

Fian’s pov

Aku mengeluarkan cucian dari dalam mesin cuci untuk selanjutnya ku jemur. “Ada yang bisa saya bantu, Mbak?” aku menatap Aning yang berdiri di sampingku dengan senyuman ramahnya.

“Tidak ada.” Aku melanjutkan kegiatanku, mengabaikan dia yang masih setia berdiri disana. Bukannya apa, aku hanya tidak mau membuatnya tambah repot karena dia juga harus menyiapkan sarapan.

“Biar saya saja Mbak yang menjemurnya.” Aning mengambil alih bak yang ku pegang. Ia tersenyum memandangku dengan tatapan yang berbeda dari sebelumnya.

Kebencian itu tidak lagi ada. Aku cukup terkejut dengan itu, kira-kira apa ya yang membuat kebencian itu hilang? Padahal ku pikir dia semakin membenciku sejak kejadian beberapa hari lalu. Selama ini dia juga sering melihatku dan Kak Umin bersama. Bukankah hatinya terluka melihat itu?

“Sarapannya?”

“Sudah ada Dewi dan Zaza, Mbak. Juga ada beberapa santri piket.” Aku menghela napas panjang dan berjalan menuju kamar. “Tunggu, Mbak.” Aning masih tersenyum dan berjalan ke arahku, kedua tangannya masih memegang bak berisi cucian yang jumlahnya tidak sedikit.

“Maaf saya baru berani menemui Mbak sekarang, padahal sudah satu minggu saya disini.”

“Langsung saja, aku tidak punya banyak waktu.”

“Ah, iya Mbak. Maaf. Saya hanya mau mengucapkan terimakasih karena Mbak sudah memaafkan saya. Saya menyesal melakukan-”

“Manusia harus saling memaafkan.” Aku melangkah menjauh darinya, aku benar-benar tidak punya waktu untuk mengobrol sekarang! Aku ada janji dengan seseorang yang ku  pastikan akan mengomeliku sepanjang hari, atau jika tidak dia akan meneleponku setiap menit karena aku terlambat.

“Jadi keluar dengan Bagas?” aku menatap Kak Umin yang berada di sofa dengan Umi. Aku menatap suamiku dan ibu mertuaku bergantian.

“Tidak apa-apa jika berdua saja? Jika Kakak dan Umi tidak mengizinkan, kami bisa mengobrol di rumah saja.”

“Tidak masalah, Mbak. Mbak bisa pergi berdua dengan Bagas. Mbak dan Bagas pasti saling merindukan.”

“Benar Umi?” Umi tersenyum dan mengangguk.

“Segeralah bersiap, Kakak tidak mau Bagas menelepon Kakak satu menit sekali karena menanyakanmu.” Aku mengangguk dan bergegas menuju kamar untuk bersiap. Sebenarnya aku sedikit aneh dengan Umi, kenapa beliau tampak biasa saja aku pergi dengan laki-laki lain?

Ting

Aku menatap ponselku di tempat tidur yang menyala, tampak sebuah pesan dari Bagas.

Bro

Aku sudah di jalan.
Cepat bersiap!

Y

Awas aku sampai belum siap!
Eh, memangnya boleh pergi berdua saja?
Bagaimana jika Umi dan Abi membenciku karena membawa istri orang!!

Tidak!

Oke, baiklah.
Aku akan meminta izin membawa istri orang sebentar saja.

Jangan bermain ponsel saat menyetir!

Ok
Tidak!
Aku sangat gugup!
Rasanya seperti akan membawa kabur istri orang!
Kita tidak melakukan perselingkuhan, kan?

Fokus saja dengan jalanan!


Aku melempar ponselku kesal dan melangkah menuju lemari mengambil baju dan celana, tak lupa jilbab pashmina.

Zalumin & Zafian Season 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang