Petualangan 2

545 67 17
                                    

1. Salman = 21 years old
2. Khanza = 16 years old
3. Musa = 15 years old
4. Yaya = 24 years old
5. Kyky = 20 years old
6. Mirza = 18 years old
7. Nadia = 18 years old
8. Satria = 21 years old
9. Nova = 15 years old
10. Nakula = 14 years old
11. Hilal = 20 years old
12. Kanaya = 18 years old
13. Jalal = 12 years old
14. Najmi = 9 years old
15. Bima = 15 years old

🌼🌼🌼🌼🌼

Fian’s pov
10:00 WIB

Aku menatap suamiku yang sejak tadi sibuk dengan ponselnya. Kami berencana menikmati waktu berdua di kafe dan dengan indahnya pak tua itu bermain ponsel. “Jika masih sibuk dengan ponsel lebih baik kita pulang saja.” kataku menunduk menatap sepotong red velvet yang ada di hadapanku. 

“Kenapa Mbak belum membalas juga? Bahkan centang satu. Lihatlah, apa ponselnya mati?” Aku mendongak menatap wajah Kak Umin dengan tatapan dinginku.

Seperti biasa, suamiku ini tidak memahami keadaanku dan lebih mengedepankan kekhawatirannya pada putrinya.
Aku tidak cemburu, sungguh.
Hanya saja, aku juga menginginkan perhatian itu.
Memang susah berbagi kasih sayang dengan perempuan lain.

Apa Umi juga merasakan hal yang sama saat Ania lahir?

“Ma.” Aku menghela napas panjang.

“Di gunung tidak ada sinyal jika Abi lupa.” Kak Umin menghela napas panjang dan menunduk membuat suasana hatiku memburuk. Bukannya aku tidak suka dengan kekhawatiran Kak Umin pada Khanza, seharusnya tidak berlebihan seperti ini.
“Anak-anak sudah besar, Bi. Jangan terlalu khawatir.” Kak Umin hanya mengangguk dengan pandangan masih tertuju pada ponselnya.

“Lebih baik aku pulang saja jika Kakak masih memegang ponsel.” Kak Umin menatapku dengan mata membulat.

Apa sekarang dia baru sadar aku merajuk?

Dasar tidak peka!

“Maaf.” katanya memasukkan ponsel ke dalam saku celananya. Aku mengalihkan pandanganku ke depan, pemandangan kota Kediri tampak jelas dari lantai 4. “Umma, jangan marah.” Kak Umin menggenggam tangan kiriku, aku masih menatap pemandangan karena masih malas melihat wajahnya.

“Umma mau apa? Red velvet lagi? Atau Car-”

“Aku tidak mau apapun. Aku hanya mau Kakak.” Kak Umin tersenyum, genggamannya di tanganku mengerat.

“Maaf mengabaikanmu, sekarang tidak lagi. Anak-anak dalam keadaan baik-baik saja dan mereka bersenang-senang.” Tangannya terulur mengelus ujung kepalaku membuatku tak lagi bisa menahan senyuman.

“Jika dipikir-pikir rencana Bagas menguntungkan kita. Kita jadi punya waktu untuk berdua saja. Selama ini Abi Umin selalu sibuk dengan Khanza dan melupakanku.”

“Tidak, Abi tidak melupakan Umma. Malah Umma yang melupakan Abi karena Salman dan Musa. Belum lagi saat mereka berebut dan mengaku Umma milik mereka, padahalkan Umma milik Abi. Jika dipikir-pikir, Abi yang menyedihkan karena harus berbagi dengan 2 laki-laki.” Aku terkekeh melihat bibirnya mengerucut.

“Abi juga milik Umma.”

“Tentu saja, selamanya Abi milik Umma.” Gummy smile yang Kak Umin pamerkan tak pernah berubah, walau sekarang di hiasi keriput di sekitar matanya. Kak Umin tetap dan selalu tampan.

“Kenapa?”

Aku tersenyum dan menggeleng, “Setelah ini kita kemana?”

“Bagaimana dengan menonton? Lalu kita makan siang di tempat bebek goreng sebelah kampus. Kakak ingin makan disana.”

Zalumin & Zafian Season 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang