29

595 81 31
                                    

Fian's pov

Hoek

Hoek

Aku membuka mata begitu mendengar suara dari kamar mandi. Mataku membulat sempurna, Kak Umin! Aku menyingkap selimut yang menutupi tubuhku dan berlari ke kamar mandi. Terlihat Kak Umin berada di depan wastafel, aku mendekatinya dan memijat tengkuknya.


Beberapa saat kemudian Kak Umin berkumur, dengan cekatan aku mengambil handuk di lemari dan mengelap air yang membasahi mulutnya hingga dagu. "Kakak pusing lagi?" Kak Umin memandangku sendu dan memelukku, aku tidak bisa melakukan apapun selain mengelus punggungnya.


"Kita sholat subuh dulu, Kak. Setelah itu tidur lagi, ya?" Kak Umin mengangguk dan mengambil air wudhu.

Aku menatap punggung Kak Umin, haruskah aku mendengar Kak Umin muntah-muntah tiap pagi hingga 2 bulan ke depan? Sebenarnya aku tidak tega melihatnya seperti ini, pasti membuatnya tersiksa dan sangat mengganggu pekerjaannya. Tidak bisakah morning sickness itu berpindah padaku saja?

Dengan begitu aku memiliki alasan untuk manja-manja pada suamiku tercinta. "Kenapa?" aku tersentak melihat Kak Umin berdiri di depanku. Aku tersenyum dan menggeleng lalu melangkah mengambil air wudhu.


#

Sholat subuh sudah selesai beberapa menit yang lalu, sekarang aku dan Kak Umin berpelukan di atas tempat tidur. Sejak tadi tanganku mengelus kepalanya yang ditenggelamkan di dadaku. Tempat itu menjadi tempat favoritnya menjelang tidur beberapa hari ini.

Kak Umin bilang pusing dan mualnya akan menghilang jika mencium aroma tubuhku. Apa itu mungkin? "Masih pusing, kak?"

"Tidak."

Aku menunduk dan mengecup ujung kepalanya, aroma apel segar tercium. "Hari ini jadi ke kampus?"

"Hmm. Hari ini ada banyak pekerjaan. Kakak tidak masuk sehari dicari banyak orang."

Ya sih, Kaprodi berurusan dengan banyak orang setiap harinya. Aku tidak bisa membayangkan jika jabatannya dinaikkan lagi, jadi makin sibuk dan ku yakin untuk menghela napas panjang saja sulit.

"Kakak pasti tersiksa mengalami morning sickness setiap hari. Harusnya kan aku yang merasakannya, bukan Kakak."

Kak Umin mendongak, mata sayunya menatapku lekat-lekat dan senyuman tersungging di bibirnya. "Tidak, biar Kakak saja. Begini lebih baik."


"Kak-"

"Bukankah kata Dokter Hasna suami yang mengalami morning sickness merupakan bukti sayang dan cinta pada istrinya sangat besar?" Aku tersenyum dan mengecup bibirnya.

"Nanti Kakak bawa minyak angin ya untuk jaga-jaga."

"Ya, sayang. Padahal sebenarnya Kakak mau bawa kamu saja."

"Kenapa aku?"

"Kan kamu obat Kakak, bukan minyak angin." Aku menatapnya dingin.

Zalumin & Zafian Season 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang