Special Edition 4

589 85 41
                                    

Allah tak sematkan luka tanpa bahagia setelahnya.
-Unknown-

Udahan sedihnya. Saatnya bahagia.

~Zalumin&Zafian Special 4~

F

ian's pov
07:00 WIB

Hari Minggu menjadi hari yang cukup sibuk untukku. Meskipun sarapan sudah ada yang mengurus dan aku tidak perlu repot-repot membersihkan rumah, tapi pekerjaanku sangat banyak. Hari ini Umi dan Abi tidak di rumah, setelah subuh tadi mereka berdua berangkat menuju Solo untuk menghadiri acara pengajian.

Aku duduk di meja makan bersama Kak Umin dan bayi kecil yang duduk di antara kami. Ia sedang asyik memainkan bebek karet di tangannya sementara aku sibuk memasukkan bubur halus ke mulutnya. Bayi 6 bulan ini terihat senang dengan bunyi bebek karet, ia tertawa beberapa kali. "Musa mendengar suara bebek karet saja tertawa." kataku membuat Kak Umin yang mengunyah sarapannya tersenyum ke arahku.

"Namanya juga bayi, Umma. Hal kecil saja membuatnya senang. Ya, kan Musa?" Musa menatap Abinya sekilas dan kembali sibuk dengan bebek karetnya.

"Baiklah, dia setuju." Kak Umin mencium kedua pipi gembul Musa sebelum meneruskan sarapannya.

"Mbak, Mas, aku berangkat ya. Assalamualaikum." Ania yang sudah rapi melangkah ke arahku dan Mas Umin. Setelah sarapan tadi ia berpamitan pada Kak Umin akan pergi dengan teman-temannya. Ia bilang mengajar di MI membuatnya stress dan ia butuh jalan-jalan untuk menjernihkan pikirannya.

"Mas pikir tidak jadi pergi."

Ania memutar bola matanya, malas menghadapi kakaknya yang posesif ini. "Jadi lah, Mas. Bye bye Ucaa~~~"Ania mencubit kedua pipi Musa membuatnya berteriak karena kesal. "Uhh, baby Uca malah dengan Momo? Tayaang." Ania mencium kedua pipi Musa dan mengelus kepalanya yang belum banyak rambut.

"Bye bye!" Ania melangkah menjauh dari dapur menuju pintu keluar. Aku menatap Kak Umin yang menatap Ania.

"Dia tidak akan pergi dengan laki-laki, Kakak. Bukankah tadi kita tanya semua temannya?"

"Siapa tahu mereka bekerja sama."

"Kak, mereka tidak akan berbohong. Lagipula bukankah wajar jika Ania pergi dengan laki-laki? Dia sudah berusia 25 tahun."

"Dia masih kecil." Aku menatap Kak Umin yang fokus ke piringnya, tanda tak mau di debat.

"Seingatku aku sudah menikah di usia itu." Aku mengabaikan Kak Umin yang menatapku.

"Keadaannya berbeda. Ania belum mengerti mana laki-laki yang baik untuknya, itulah sebabnya Kakak dan Abi melarangnya pergi dengan teman laki-laki. Sedangkan kau sudah menemukan Kakak."

"Baiklah, Kakak Umin yang terbaik. Cepat selesaikan sarapannya dan bantu aku menjaga Musa."

"Siap, Nyonya." Aku terkekeh melihat Kak Umin yang melanjutkan makan, namun sesekali mengganggu Musa.

"Aaa~~~~" jeritan panjang terdengar nyaring.

"Umma! Khanza mengambil semua pensil warnaku!"

Aku dan Kak Umin menoleh ke arah ruang keluarga. Tampak Salman mencoba merebut kotak pensil warnanya yang ada di tangan Khanza. Aku mengalihkan pandanganku ke arah Kak Umin yang menghela napas panjang, ia bangkit dan berjalan memisahkan kedua anaknya.

Salman dan Khanza berjarak 5 tahun, namun mereka sering sekali bertengkar. Tidak hanya Salman yang menggoda adiknya, terkadang Khanza yang menggoda kakaknya lebih dulu seperti yang baru saja terjadi.

Zalumin & Zafian Season 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang