Umin’s pov
11:00 WIBPandanganku tertuju ke depan dengan konstentrasi penuh menjalankan mobil di jalan yang tampak seperti roller coaster. Di sampingku, Fian menatap pemandangan di luar jendela dalam diam. Sesekali ia ikut bernyanyi mengikuti lagu EXO yang mengalun sejak mobil berjalan meninggalkan Kediri.
Fian tidak bernyanyi sendiri, di belakangnya ada Ania yang bernyanyi dengan suara yang lebih keras. Sebelahnya, Citra tak mau kalah bernyanyi. Sedangkan Sahal yang berada di samping Citra memilih untuk tidur.
Kami sedang dalam perjalanan menuju Universitas Negeri Malang untuk menghadiri wisuda Bagas dan Tata, sesuai janji kami minggu lalu. Kami pergi dengan 2 mobil, di belakang ada mobil yang di kendarai Fahri dengan Arin, Mama, juga Papa. Haikal dan Afrin memutuskan naik motor berdua, sedangkan Om Sandi sudah berangkat sejak kemarin.
“Sejak tadi Tata terus mengirimiku pesan menanyakan kita sudah sampai mana.” Citra bersuara setelah acara duetnya dengan Ania selesai.
“Mbak Tata sudah tidak sabar menunggu kita. Apalagi kita membawa sesuatu yang special untuknya.” Ania menunjuk hadiah yang dipersiapkannya bersama Citra dan Fian sejak beberapa hari lalu.
“Matikan saja ponselmu jika merasa terganggu.” kata Fian bahkan tanpa menengok ke belakang.
“Ide bagus. Kenapa aku tidak terpikirkan sejak tadi ya?”
“Ah, kalau begitu aku juga harus mematikan ponselku. Jika tidak mereka pasti memberondongku dengan banyak pertanyaan. Mbak Fian juga ya.”
“Sudah ku lakukan sejak berangkat.”
Sudah ku duga. Istriku akan melakukannya untuk mencegah rasa tidak nyaman. Sekalipun itu Bagas atau Tata, Fian tidak suka seseorang mengganggunya dengan mengirim banyak pesan di waktu yang hampir sama.
Aku melirik Fian yang sejak tadi menatap luar jendela atau lurus ke arah jalanan dengan tatapan dingin. Memang setiap hari dia seperti itu, bahkan padaku juga. Tapi hari ini aku merasa pandangan itu semakin dingin, dia juga tidak banyak bicara walau memang biasanya tidak banyak bersuara. Entah ini hanya perasaanku saja atau memang benar.
Fian’s pov
Aku merutuki diriku yang sedang bad mood ini. Bukannya aku tidak senang datang ke wisuda saudaraku dan sahabatku. Aku sangat senang, bahkan saking senangnya aku meminta menginap semalam agar lebih banyak menghabiskan waktu dengan mereka.
Aku juga memakai pakaian bagus hari ini, walau tunik dengan bahan batik yang motifnya sama dengan kemeja yang dipakai Kak Umin. Hanya saja ada 1 hal yang membuat moodku anjlok seketika.
Kalian pasti tidak lupa jika kami mengenal Tantenya Tata. Hari ini pasti beliau datang ke wisuda keponakannya itu walau kedua orang tua Tata hadir. Aku memang tidak bertanya pada Tata, tapi sudah ku pastikan itu terjadi. Mengingat Tata adalah keponakan kesayangan tantenya. Ah, aku semakin tidak mengerti dengan takdir. Kenapa suamiku sering sekali bertemu dengan tantenya Tata? Bukankah pertemuan di kampus saja sudah cukup?
Tata maupun yang lainnya kecuali Mas dan Pak Sahal tidak tahu mengenai Kak Umin dan Bu Halimah. Aku pun tidak ingin mereka tahu, terutama Tata. Hanya tidak ingin terjadi kecanggungan setelah ini. Tidak bisa ku bayangkan bagaimana reaksi Tata dan Bagas setelah tau mengenai mereka berdua.
Perasaanku semakin campur aduk saat mobil yang dikendarai Kak Umin memasuki kawasan kota Malang. “Wah, kita sudah sampai!” Ania berteriak dengan mata membulat kagum menatap bangunan tinggi yang ku tahu salah satu gedung fakultas milik UM.
“Kau nanti mau kuliah disini?” tanya Citra pada Ania yang masih kagum.
“Tidak. Aku mau ke Al-Fazza saja.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Zalumin & Zafian Season 2
RomanceZalumin & Zafian Marriage Story Kulakukan apapun untuk membuatnya bahagia. -Adnan Basyar Zalumin- Sepertinya, ambisiku datang disaat yang tidak tepat. -Zafian Ruqayyah Imran- Manman tayang Mma, tayang Abi uga! Tayang teeemuanyaa. -Salman Furqo...