28

623 78 31
                                    

Umin’s pov
-Rumah Sakit-

Setelah sholat Magrib aku dengan istriku ke rumah sakit untuk menemui Dokter Hasna. Beruntung hari ini Dokter Hasna piket hingga malam. Kami berdua duduk di ruang tunggu menunggu giliran.

Sejak tadi tanganku menggenggam erat tangan Fian yang tampak tenang-tenang saja. “Kamu tahu kapan?” tanyaku menatapnya yang menoleh ke arahku.

“Tadi siang.”

“Lucu ya, padahal baru kemarin kita bicara tentang dia. Ternyata sudah ada disini.” Tanganku terulur mengelus perut Fian membuatnya tersenyum.

“Bisa jadi semalam dia menertawakan kita.” Aku terkekeh mendengarnya, begitu juga dengan Fian.

“Nyonya Zafian.” Pandangan kami teralih ke arah suster yang memanggil nama istriku. Aku dan Fian bangkit lalu berjalan masuk ruangan Dokter Hasna.

“Selamat Malam Fian dan Pak Umin.” Sapa Dokter Hasna begitu kami masuk ke dalam.

“Selamat malam, Dokter Hasna.” kataku, seperti biasa Fian hanya tersenyum.

“Selamat untuk kalian berdua, langsung saja periksa disini.”

Dokter Hasna bangkit dari duduknya lalu berjalan menuju brangkar yang lengkap dengan layar komputer. Fian berbaring di brangkar, Dokter Hasna menyingkap sedikit baju yang dipakainya lalu mengoleskan gel. Setelahnya ia menempelkan alat di perutnya, pandangan kami bertiga sontak tertuju ke layar komputer yang memperlihatkan hasilnya.

“Nah, titik kecil dalam kantung ini janinnya. Masih 5 minggu.” Aku menatap istriku yang tersenyum menatap layar, genggaman tangannya di tanganku mengerat.

” Aku menatap istriku yang tersenyum menatap layar, genggaman tangannya di tanganku mengerat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Karena janinnya cukup kuat, saya hanya memberikan vitamin saja.” Dokter Hasna membereskan alat-alatnya dan berjalan menuju meja kerjanya.

Aku membantu Fian turun dari brangkar. “Pelan-pelan.” Fian menatapku dengan mengangkat sebelah alisnya.

“Aku bisa sendiri, Kak.” Protesnya, aku hanya tersenyum dan menuntunnya menuju meja kerja Dokter Hasna.

“Karena masih trimester awal, jadi harus banyak istirahat dan jangan sampai kelelahan. Banyak makan bergizi dan rutin minum vitamin.” Fian mengerjap-ngerjap menatap Dokter Hasna yang menulis di kertas resepnya.

“Sebelumnya, apakah ada keluhan? Seperti morning sickness?”

“Tidak ada, Dok. Lebih tepatnya bukan saya yang mengalami, tapi Kak Umin.” katanya tersenyum ke arahku. Dokter Hasna membulatkan matanya terkejut.

“Benarkah? Wah, kejadian seperti ini sangat langka. Itu tandanya Pak Umin sangat mencintai istrinya.” Aku tersenyum lebar dan mengangguk setuju dengan Dokter Hasna, sedangkan Fian hanya tersenyum.

“Silahkan.” Aku menerima kertas resep beserta hasil periksa yang dimasukkan ke dalam amplop.

“Terimakasih, Dokter.”

Zalumin & Zafian Season 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang