Special Edition 3-2

543 83 34
                                    

Siapa yang kemarin nangis?  Sini absen dulu.

~Zalumin&Zafian Special 3~

Umin’s pov
-Rumah Sakit-

Aku masih terdiam menatap bayi mungil di gendonganku. Aku membuka kain batik yang menutup seluruh tubuhnya begitu dia ada di pangkuanku. Wajahnya sangat cantik dengan bulu mata lentik, bibir mungil, dan hidungnya yang menggemaskan. Bentuknya sempurna, benar-benar sempurna. Tanganku terulur menyentuh pipinya dan mengelusnya perlahan.

“Assalamualaikum, Olive.” Aku memejamkan mata dan menghela napas panjang berulang kali begitu air mataku berjatuhan.

Kenapa takdir tidak berjalan sesuai keinginan kami kali ini? Olive adalah kebahagiaan semua orang. Kami menantinya dan sangat antusias saat dia datang. Tapi kenapa dia pergi sebelum menghirup udara di dunia? Apa dia tidak ingin bertemu Abi dan Ummanya?

Apa dia tidak ingin bermain dengan kakaknya?

Aku memeluknya dan menangis semakin keras. Aku masih belum bisa menerima kenyataan pahit ini. Semua bayanganku mengurus Olive seperti mengurus Yaya dulu lenyap sudah. Nyatanya aku tidak akan pernah bisa membesarkan Olive dan mengurusnya seperti Yaya.

“Abi, Umma, Mas Salman, dan semua orang sayang sekali dengan Olive. Tapi ternyata Allah lebih sayang Olive.” Ku ciumi seluruh wajahnya dengan lembut, selagi aku bisa, selama aku bisa.

“Mas, sudah. Kita bawa Olive pulang ya?” aku mendongak menatap Umi yang menatapku dengan mata sembabnya. “Semua persiapan sudah selesai. Kita kafani Olive ya.”

“Umi-”  Aku tidak bisa melanjutkan ucapanku, kata-kata yang hendak ku katakan tercekat di tenggorokan. Yang bisa ku lakukan hanya menangis sekarang. Umi memelukku dan mengelus punggungku.

“Kita harus ikhlas Mas walaupun sulit. Ya? Mas kuat. Mas harus kuat.” Umi merangkum wajahku dengan kedua tangannya dan menyematkan beberapa kecupan di keningku. Aku memejamkan mata dan beristighfar berulang kali.

“Kita pulang sebentar sampai pemakaman Olive selesai, setelah itu kita kembali kesini.”

Aku mengangguk, kami berjalan meninggalkan ruang bayi. Sampai di depan ruang rawat Fian aku berhenti. “Abi.” Salman berlari ke arahku dan memeluk kakiku, dia masih menangis sejak tadi. Aku berjongkok menjajarkan tinggiku dengannya.

“Mas Salman mau cium Olive?” Salman yang sesenggukan mengangguk. Umi membuka kain yang menutupi wajah Olive. Salman memegang wajah Olive dengan kedua tangannya, ia mengecup kening Olive dan kedua pipinya. Aku menatap matanya yang berair.

“Manman dak bica temu Liflif lagi?” dengan berat hati aku menggeleng, air mata Salman meleleh membasahi pipinya.

“Ssssttt, Mas Manman jangan menangis lagi.” Umi memeluk Salman dan menenangkannya.

“Mas, Abi, Akung, dan Opa mau pulang dulu bersama Adek Olive. Mas disini ya bersama Umma.” Salman mengangguk, ia memelukku dan Olive.

Abi keluar dari ruang rawat Fian dengan Papa dan Mama. “Kita pulang sekarang?” aku mengangguk menjawab pertanyaan Abi. Abi mengangguk, kami berempat bersama Olive berjalan meninggalkan rumah sakit.

#

Author’s pov

Suasana sendu tampak dari seluruh santri pondok pesantren milik Kyai Lukman. Hampir semua santri putri menangis setelah mendengar kabar adik Salman meninggal dunia. Suara tangisan terdengar dari dalam rumah, terutama dari Yasmin yang merasa sangat bersalah.

Zalumin & Zafian Season 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang