27

606 86 61
                                    

Fian’s pov
11:00 WIB

Aku menelan ludah menatap Kak Umin yang tertidur pulas sejak  satu jam yang lalu. Pandanganku kembali fokus pada laptop yang ku buka di meja kerjaku.  Aku sedang membaca artikel mengenai morning sickness yang dialami suami. Menurut artikel seorang suami bisa mengalami morning sickness seperti ibu hamil pada umumnya.

Penyebabnya karena sindrom cauvage, seorang suami dilanda kecemasan akan perubahan hidup yang terjadi. Karena kecemasan itu, ia mencari kenyamanan dengan banyak makan hingga berat badan bertambah. Pertambahan berat badan tersebut menyebabkan perubahan testosteron menjadi esterogen. Perubahan tersebut yang menyebabkan mood swing dan mual.

Memang sih Kak Umin mengalami kenaikan berat badan akhir-akhir ini, tapi siapa yang mengira akan berakhir mengalami morning sickness? Sudahlah, satu-satunya hal yang membuatku yakin adalah mengetes apakah aku benar hamil atau tidak. Aku menunduk menatap kotak berisi 50 buah testpack yang tadi baru ku beli.

Aku berencana mencobanya sekarang, duh kenapa jantungku deg degan ya?

Aku menghela napas berulang kali dan mengambil benda itu lalu membawanya menuju kamar mandi. Sebelumnya aku mengambil baskom kecil bening. Aku menatap wajah Kak Umin sekilas sebelum masuk kamar mandi.

Perasaan baru kemarin kami membahas mengenai Umin junior, eh bukannya ini kado terindah untuk Kak Umin?

Benar.

Pikirkan itu nanti! Sekarang fokus saja pada puluhan tespeck itu!

#

Aku yang duduk di kloset masih memejamkan mata dan sejak tadi menggumamkan do’a. Aku belum juga melihat hasil tespack yang sudah ku masukkan dalam baskom kecil tadi. Apakah sudah 2 menit? Aku membuka mata sebelah kananku menatap 3 tespack lalu menutupnya lagi.

Aku belum siap dengan hasilnya! Tapi aku harus tau untuk memastikan, kan?

Oke baik!

Aku berdiri dan berjalan dengan mata terpejam mendekat ke arah baskom kecil yang ku taruh di pinggir wastafel. Aku hanya melirik sekilas saat mengambil ketiganya, jantungku berdetak semakin tidak karuan. Aku menghela napas panjang berkali-kali dan membuka mata dengan beraninya.

Mataku membulat sempurna melihat hasilnya. Kedua kakiku lemas, aku jatuh terduduk di lantai kamar mandi dengan tangan berpegangan wastafel. Apakah ini benar?

Dua garis merah!

Aku memejamkan mata dan kembali membuka mataku. Ya, ini benar dan ini bukan mimpi. Aku mengalihkan pandanganku ke arah tembok kamar mandi, jantungku berdetak sangat cepat sekarang.

Bagaimana ini?

Apa yang harus ku lakukan sekarang?

Aku harus memberitahu siapa duluan?

Pandanganku teralih pada sisa tespeck yang belum terpakai. Aku menggigit bibir bawahku saat sebuah ide terlintas dalam benakku. Aku berdiri perlahan dan keluar dari kamar mandi untuk mengambil ponselku dan sebuah kotak hitam kosong dalam lemariku.

Setelah ponsel di tangan, aku kembali masuk ke dalam kamar mandi dan menguncinya. Dengan tangan gemetar aku menelepon seseorang.

“Babaa~~~”

“Waalaikumussalam Ustadzah Fian.”

“Assalamualaikum, Uncle Baba.”

“Terlambat, Fian.”

“Bagas, tolong aku!”

“Eh, ada apa? Kenapa suaramu seperti itu? Sesuatu terjadi?”

“Ya, sesuatu terjadi denganku dan aku tidak tahu harus bagaimana.” Rengekku seperti anak kecil, percayalah aku hampir menangis.

Zalumin & Zafian Season 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang