Special Edition 3-1

568 73 40
                                    

Tidak semua hal berjalan mulus dan sesuai apa yang kita inginkan. Kebahagiaan dan kesedihan datang silih berganti, itulah kehidupan.
-Fian Nisa-

~Zalumin&Zafian Special 3~

Fian’s pov

Tidurku terusik.

Kali ini bukan Salman yang mengusikku, tapi adiknya. Aku membuka mata dan menunduk menatap perut buncitku, tanganku terulur mengelusnya. Lama-kelamaan aku tidak merasakan pergerakan. Aku tersenyum berhasil membuatnya tenang, dia memang tidak banyak bergerak seperti kakaknya. Itu membuatku yakin jika bayi yang ku kandung ini perempuan, begitupun pendapat yang lainnya.

Pandanganku teralih ke kasur lipat yang berada di sebelah tempat tidur, tampak Salman dan Abinya tidur dengan nyenyaknya. Seharian ini Salman sangat sibuk, ia mengeluarkan semua mainannya saat Yaya, Kyky dan baby Mirza datang berkunjung. Mengajak mereka berdua kesana kemari dan berkeliling pondok. Salman sangat senang dengan kunjungan ketiga saudaranya, mengingat selama ini dia yang datang berkunjung.

Sebenarnya aku cukup lelah, tadi aku lebih banyak bermain dengan Mirza yang sedang belajar berjalan. Aku merutuki diriku yang keras kepala ini, semua orang melarangku mengikuti Mirza yang berjalan kesana-kemari.

Tadi aku benar-benar tidak merasa mengandung 8 bulan, dan baru sekarang terasa. Tidak hanya kakiku yang pegal, tapi juga pinggangku. Jika sudah seperti ini, rasanya ingin menangis saja.

“Olive mengganggu tidurmu?” aku mendongak dan menatap suamiku.

“Tadi, sekarang sudah tidak.” Kak Umin mengangguk, ia bangkit dari rebahannya dan duduk di pinggir tempat tidur.

Kedua tangannya memindah kaki bengkakku ke pangkuannya. “Pegal kan?” aku mencebikkan bibirku dan mengangguk. “Itulah kenapa semua orang melarangmu mengikuti Mirza, mencegah hal-hal seperti ini. Masih mau mengulang?” aku menggeleng, Kak Umin hanya menghela napas panjang dan meneruskan pijatannya.

Sejujurnya, ini yang paling ku sukai.

Kehamilan keduaku ini jauh berbeda dengan yang pertama. Jika saat hamil Salman, aku selalu mandiri dan selalu mengurus Kak Umin yang mengalami morning sickness. Kali ini kebalikannya, sejak awal aku mengalami morning sickness dan berubah sangat manja dengan Kak Umin. Karena itulah Kak Umin memberi nama Olive karena sangat yakin bayi yang ku kandung ini perempuan. Kak Umin semakin senang setelah mengetahui Olive benar perempuan melalui USG.

Kehadiran Olive tentu saja di sambut hangat oleh seluruh keluarga, terutama keluarga Kak Umin. Aku masih ingat benar bagaimana repotnya Umi dan Ania menyiapkan makanan untukku, membujukku makan, dan memenuhi semua keinginanku.

Trimester pertama aku hanya mau minum susu dan makan kiwi, aku tidak mau makan nasi sama sekali. Karena itu, Umi menyiapkan roti untukku sebagai pengganti nasi. Aku selalu memilih selai strawberry sebagai pelengkapnya. Duh, membahas ini membuatku lapar.

Aku menatap Kak Umin yang masih memijat kaki bengkakku dalam diam. Apa Kak Umin marah padaku ya? Jika Kak Umin marah, siapa yang membuatkanku roti bakar?

“Abi.”

“Ya, Umma?” Kak Umin menatapku dengan gummy smilenya. Begitulah ekspresinya saat aku memanggilnya Abi.

“Olive ingin makan sesuatu.” Kak Umin mendekatiku, tangannya mengelus perutku lembut.

“Apa, sayang?” tanyanya pada Olive yang sekarang menendangku. Memang tidak sekuat Salman, tapi cukup terasa.

“Roti bakar selai strawberry.” Kak Umin mendongak dan terkekeh mendengar nada suaraku. Aku sendiri tidak mengerti kenapa aku sering bicara dengan nada manja sekarang?

Zalumin & Zafian Season 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang