Gilang menerima sebuah misi baru dari guild. Kali ini, bukan pedang dan anak panah yang ia perlukan. Di misi kali ini, yang Gilang perlukan adalah sebuah tongkat pancing dan beberapa harpun. Itu benar, Gilang akan menjalankan misinya di laut. Gilang telah berpengalaman memburu hewan di darat dan laut. Sehingga Gilang cukup percaya diri mampu memburu hewan buruannya di laut.
Gilang telah mengenal baik seorang nelayan yang dengan senang hati akan meminjamkan Gilang kapalnya. Tapi, Gilang tidak sendirian kali ini. Nyonya Idenberg, Nyonya Tanahnya, memutuskan untuk ikut bersama Gilang ketika ia tahu bahwa Gilang akan pergi memancing.
"Nyonya, apa anda yakin ingin ikut denganku?," tanya Gilang saat keduanya hendak meninggalkan pelabuhan, "sekarang sudah malam dan sangat dingin. Apa kau akan kuat di luar dengan cuaca seperti sekarang?"
"Hey, aku mungkin sudah agak tua. Tapi untuk sekedar memancing di malam hari aku masih kuat," kata Nyonya Idenberg dengan nada yang meyakinkan.
"Baiklah, kita akan berangkat kalau begitu."
Gilang mengangkat jangkar dan membentangkan layar berwarna putih di tengah malam musim gugur yang dinginnya menusuk tulang. Laut malam itu agak tenang, sehingga kapal tidak berguncang terlalu keras.
"Jadi, kau ingin berburu apa?," tanya Nyonya Idenberg.
"Ikan Raja Naga," kata Gilang, "aku ingin mengambil sisiknya yang berkilau."
Setalah mereka berada agak jauh dari pesisir, Gilang memutuskan untuk menghentikan kapalnya. Mereka tidak sendirian di sana. Gilang dan Nyonya Idenberg dapat melihat cahaya lentera dari kejauhan. Banyak nelayan - nelayan lain yang memancing dengan kapal mereka yang agak berjauhan dari kapal Gilang.
Gilang memindahkan lentera yang awalnya berada di bagian kemudi ke bagian depan. Tujuannya adalah untuk menarik ikan - ikan untuk lebih dekat ke permukaan. Namun itu tidak cukup untuk menarik Ikan Raja Naga.
Gilang mengeluarkan sebuah bubuk dari dalam sakunya dan melempar bubuk itu ke dalam api. Api itu sempat membesar, namun mengecil kembali. Perlahan api itu mengubah warnanya menjadi berwarna biru muda dan menjadi terang.
"Bagaimana kau melakukannya?," tanya Nyonya Idenberg.
"Aku menambahkan tembaga klorida ke dalam api ini," kata Gilang, "kudengar Ikan Raja Naga suka warna biru. Jadi aku mengubah warnanya."
"Mengubah api menjadi biru... apa kau seorang alkamis?"
"Tidak, tapi aku sering membaca ketika aku tinggal di perpustakaan."
Setelah berbicara, keduanya menyiapkan pancingan mereka masing - masing. Nyonya Idenberg menyalakan sebuah lentera dan meletakannya di salah satu sisi kapal. Wanita itu lalu memasang umpan di kail pancingnya dan melemparnya ke laut. Sementara itu, Gilang mengambil sebuah harfun dan bersiaga di sekitar api biru.
Lautan lepas sangat tenang saat itu. Tidak ada ombak dan tidak ada suara burung yang biasanya menghiasi langit jika pagi hari datang. Kedua pemancing menjadi bosan lama - kelamaan. Mereka lalu memutuskan untuk mengobrol.
"Hei, Nyonya Idenberg," kata Gilang.
"Iya, Tuan Jagakota?," kata Nyonya Idenberg.
"Terima kasih karena sudah menemaniku malam ini. Di sini pasti membosankan kalau sendirian."
"Tidak, aku yang berterima kasih karena kau sudah mengizinkanku ikut memancing denganmu."
Keduanya terdiam lagi. Mereka memang bukan orang yang biasa memulai sebuah pembicaraan. Mereka dan Suzuka biasanya sering mengobrol di meja makan. Tapi, Suzuka yang selalu memulai pembicaraan dan mereka hanya mengikuti. Gilang lalu kembali berbicara setelah mendapatkan topik.
KAMU SEDANG MEMBACA
This New World Is My Hunting Ground
FantasyGilang Jagakota adalah seorang pemuda yang datang ke sebuah Dunia Lain yang belum pernah ia kunjungi sebelumnya. Karena kehidupannya yang kacau saat di dunia aslinya, ia memutuskan untuk menjadi seorang pemburu dan memulai awal yang baru. "Mangsa se...