Pasca serangan kemarin malam, Gilang beserta dengan murid - muridnya pergi menemui Tuan Illoris yang sedang memperhatikan kondisi kota dan rakyatnya. Serangan semalam mengakibatkan beberapa kerusakan properti seperti pada rumah, apartemen, dan toko - toko. Kerusakan terjadi karena para aswang yang menyerang kota berusaha untuk menerobos masuk dan memangsa orang - orang di bangunan.
Selain kerusakan bangunan, banyak prajurit serta penduduk sipil yang terluka akibat serangan semalam. Semantara itu beberapa orang dilaporkan menghilang dan beberapa lainnya ditemukan tewas di berbagai sudut kota. Semua korban mati dengan cara yang sama, yaitu darah mereka dihisap hingga habis tidak tersisa.
"Baiklah Tuan Jagakota, aku tahu kau memiliki banyak pertanyaan," kata Tuan Illoris saat Gilang menemuinya di lorong rumah sakit, "dari mana aku harus mulai?"
"Mari kita mulai dari mahluk apa yang menyerang kota ini," tanya Gilang, "mereka punya kepala aswang tapi aku yakin itu bukan aswang."
"Untuk itu... aku... aku tidak mampu menjawabnya," kata Tuan Illoris, "para tetua kami memang menyerang kota ini, tapi aku tidak tahu bagaimana mereka bisa berwujud seperti itu."
"Apa maksudmu kau tidak tahu?"
"Sebelum kemarin malam, para tetua tidak seperti itu. Mereka masih sama seperti para aswang di sini. Baru malam ini aku melihat mereka seperti itu."
"Apa Tuan tahu tentang apa yang mungkin menyebabkan mereka berubah menjadi seperti itu?"
"Aku tidak punya ide apapun. Para tetua adalah golongan yang sangat tertutup. Aku yang merupakan walikota Visayas saja tidak tahu apa - apa tentang mereka."
"Kalau begitu, bagaimana jika Tuan menemani kami untuk mencari petunjuk?"
"Mencari petunjuk huh...?," Tuan Illoris mengusap dagunya, "maaf, aku tidak bisa menemani kalian. Seseorang harus menjaga kota ini dan akulah orangnya."
"Begitu ya..."
"Tapi, aku mungkin tahu di mana kalian bisa mulai mencari petunjuk."
Tuan Illoris mengajak mereka untuk pergi ke atap rumah sakit. Atap rumah sakit itu adalah tempat yang sangat nyaman untuk bersantai karena menawarkan pemandangan pantai berpasir putih dan perbukitan hijau. Terdapat beberapa bangku serta tong sampah dengan pasar yang tersebar di beberapa titik di atap. Karena area ini adalah area khusus pekerja rumah sakit, sepertinya tempat ini adalah tempat di mana mereka dapat merokok atau sekedar menyegarkan pikiran.
Tuan Illoris membawa Gilang dan timnya ke sisi atap yang menghadap ke perbukitan. Ia lalu menunjuk bagian bukit yang terlihat sedikit gundul.
"Di sana ada sebuah kuil yang berisi berbagai macam barang yang mungkin akan memberikan petunjuk kepada kalian," kata Tuan Illoris.
"Kuil ya...," pikir Gilang.
"Aku pernah bilang jika para tetua sekarang di suatu tempat di hutan. Tapi tenang saja karena di sana ada pemukiman para pendeta dan instalasi keamanan. Tempat itu pasti aman."
"Kami mengerti," Gilang mengangguk, "kami akan kembali secepatnya begitu kami mendapatkan petunjuk."
"Oh, kembalilah sebelum sore. Kalian tetap harus membantu kami memburu para tetua nanti malam."
....
Gilang, Jan, dan Ise berjalan di jalur pendakian menuju kuil di perbukitan yang ditunjuk oleh Tuan Illoris sebelumnya. Pendakian di bukit itu tidak terlalu berat karena jalur pendakian di sana dibuat dengan sangat baik oleh para pendeta. Hanya saja, perjalanannya sangat melelahkan karena medannya cukup curam dan sering naik - turun.
KAMU SEDANG MEMBACA
This New World Is My Hunting Ground
FantasyGilang Jagakota adalah seorang pemuda yang datang ke sebuah Dunia Lain yang belum pernah ia kunjungi sebelumnya. Karena kehidupannya yang kacau saat di dunia aslinya, ia memutuskan untuk menjadi seorang pemburu dan memulai awal yang baru. "Mangsa se...