Nightmarish Autumn (part 2)

38 7 0
                                    

Semanjak munculnya serangan aneh yang melanda Carniola, puluhan orang telah merenggang nyawa mereka tanpa adanya korban luka - luka. Tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya menyerang kota kecil itu. Beberapa serangan juga dilaporkan dari beberapa desa seperti Weimar, Ulm, dan Dresden dengan korban jiwa yang tidak sedikit.

Karena hal itu, Pangeran Carniola, Imagawa Kanemoto, dibekali dengan persetujuan dari Raja Westphalia, memutuskan untuk memberlakukan jam malam dari pukul lima sore hingga pukul tujuh pagi. Selain itu, para pedagang yang hendak menjual barang mereka ke luar Carniola harus menggunakan kapal laut atau kereta karena akses darat keluar Carniola telah ditutup.

Mengenai para pemburu, pemerintah Carniola kini mengambil alih tugas seluruh pemburu. Semua tugas yang diberikan ke guild dikembalikan kepada klien. Para pemburu kini dipersenjatai dengan senjata berkualitas tinggi dengan baju besi ringan dari kulit serta seragam militer Carniola. Tugas mereka saat ini adalah membantu polisi militer untuk melindungi kota dan memburu apapun ancaman yang menyerang Carniola. Salah satu pemburu yang mengikuti panggilan ini adalah Gilang Jagakota.

"Dia," Gilang berdiri di depan pintu apartemen dengan seragam militer, "aku pergi dulu."

Gilang lalu mencium kening Dia dan mengusap kepalanya dengan lembut sementara Dia hanya berdiri dengan sedikit menjinjit.

"Hati - hati di luar, Gilang," kata Dia.

"Tenang saja," Gilang mengambil topi militer di gantungan topi dan memakainya, "aku akan pulang jam satu pagi nanti."

"A... aku akan menunggumu pulang. Kau mungkin lapar nanti."

"Tidak perlu," Gilang membuka pintu dan berbalik ke arah Dia, "siapkan saja roti dan selai. Aku akan makan itu."

"Baiklah, selamat jalan."

Gilang melambaikan tangannya sebelum ia menutup pintu. Tapi sebelum pintu itu tertutup rapat, Gilang kembali membukanya.

"Oh, aku dengar Albany akan ditarik dari perbatasan. Aku akan membawanya pulang jika aku bertemu dengannya."

"Albany di sini?," Dia terkejut, "tolong jaga anak itu. Aku takut terjadi apa - apa dengannya."

Gilang mengangguk sebelum ia benar - benar menutup pintu apartemen.

....

Gilang bergabung dengan sebuah kelompok bernama Milisi No. 21 yang berisikan 20 orang prajurit yang tidak profesional bersama dengan seorang perwira dan seorang pembawa lentera. Tugas kelompok ini cukup sederhana, yaitu berkeliling kota dan melaporkan apa yang mereka lihat ke pos setiap kali melewatinya.

"Hm... sebuah perisai...," pikir Gilang saat ia melihat sebuah perisai yang terikat di tangannya, "aku tidak pernah pakai ini."

Pukul delapan malam dan suasana di kota sangat sepi. Rumah dan toko di seluruh kota telah mematikan lampu dan mengunci rapat - rapat pintu mereka. Tidak ada seorang pun selain prajurit, pemburu, dan volunter yang berkeliaran di jalanan. Semua orang sepertinya berlindung di dalam rumah mereka.

"Sepi sekali...," pikir Gilang yang mulai bosan hingga ia menguap.

Menjadi pasukan patroli memang membosankan, terutama di saat seperti sekarang. Berbicara adalah sebuah hal yang dilarang, bahkan berbisik juga tidak diperbolehkan. Seluruh prajurit diharuskan untuk fokus. Hal itu memang menyebalkan bagi pasukan milisi yang tidak terbiasa, tapi hal itu bisa dimengerti karena mereka tidak ingin mahluk yang menyerang Carniola melancarkan serangan kepada mereka secara tiba - tiba.

"Hei, kalian dengar sesuatu?," kata seorang milisi.

"Dengar apa?," tanya perwira.

Suara gesekan semak - semak tinggi terdengar dari salah satu sisi jalan. Seluruh prajurit menjadi siaga. Mereka lalu, walaupun agak lambat, memasang formasi dinding dengan perisai mereka. Mereka tidak tahu dengan jelas apa yang membuat suara itu, tapi ada kemungkinan bahwa mahluk yang menyerang Carniola yang membuat suara itu dan kemungkinan itu sangat besar.

This New World Is My Hunting GroundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang