Pagi hari sekali lagi menyinari Kota Visayas. Pertempuran semalam membuahkan hasil yang cukup baik. Tiga manananggal berhasil dibasmi oleh Gilang beserta Ise dan Jan. Namun korban yang berjatuhan cukup banyak, sekitar 23 prajurit dan beberapa penduduk sipil.
Gilang saat ini telah mengetahui semua yang berkaitan dengan mahluk yang menyerang Visayas. Semua informasi tersebut ia dapatkan secara instan setelah ia bangun dari pingsannya. Gilang lalu mengajak kedua muridnya untuk bertemu dengan Tuan Illoris di sebuah kedai kopi yang sebelumnya mereka gunakan untuk bertemu.
"Manananggal... jadi itu nama mahluk - mahluk itu," kata Tuan Illoris sebelum ia meminum kopi hitamnya.
"Itu benar," kata Gilang, "aku dan timku mendapatkan info ini dari sebuah buku sihir yang kami temukan di loteng perpustakaan di pemukiman pendeta."
"Buku sihir?"
Gilang mengangguk, "ini bukan buku sihir biasa. Buku sihir yang jahat dan sangat kuat."
"Baik, apapun itu buku itu pasti sangat jahat hingga membuat mereka menjadi mahluk seperti itu," kata Tuan Illoris, "aku akan mengirim tim untuk mengambil buku itu. Kalian boleh pergi sekarang."
"Tuan Illoris, aku bisa saja mengambil buku itu dalam lima menit," kata Gilang, "tapi..."
"Tapi?"
Saat Gilang hendak membuka mulut, Ise dan Jan menahan gurunya dengan menepuk pundaknya.
"Guru, kau yakin?," tanya Ise.
Jan mengangguk, "setiap kali Guru berpindah, Guru selalu muntah darah."
"Heh, aku hanya muntah darah kecil. Sedikit minum dan tidur yang nyenyak akan mengobatiku," kata Gilang.
Gilang lalu meminta Tuan Illoris serta kedua murid - muridnya untuk tetap di meja mereka sebelum ia berjalan keluar kedai. Gilang mengubah wujudnya menjadi mode gelap sebelum ia memulai aksinya. Gilang kemudian mengangkat salah satu tangannya. Kumpulan kabut berwarna hitam diselingi oleh cahaya berwarna hijau mengelilingi tangannya tersebut. Tidak lama setelah itu, Gilang memukulkan tangannya ke tanah dan ia menghilang begitu saja seperti tidak pernah ada di sana sebelumnya.
"Tuan Jagakota!," Tuan Illoris terlihat terkejut, "di... dia menghilang!"
"Tidak," kata Ise, "Guru tidak menghilang, dia hanya berpindah ke tempat lain."
"Kapan dia akan kembali?,"
"Setelah Guru mendapatkan buku itu tentu saja."
Tuan Illoris dan kedua murid Gilang menunggu Gilang kembali dengan buku mantra tersebut ditemani oleh secangkir kopi. Ise dan Jan menggunakan susu dan gula di kopi mereka. Jan menanyai Tuan Illoris apakah ia mau susu dan gula di kopi hitamnya yang sangat pekat. Tuan Illoris menolak dengan lembut karena sebagai seorang aswang, rasa selain tawar dan pahit akan melukai perutnya.
Tidak lama setelah Gilang pergi, Gilang kembali dengan buku mantra yang ia maksud. Ia lalu memberikan buku mantra itu kepada Tuan Illoris. Walikota Visayas itu lalu membuka buku mantra tersebut dan membaca isinya. Setelah mengganti halaman beberapa kali, Tuan Illoris menemukan halaman di mana ritual tentang menjadi manananggal tertulis.
"Astaga... telah menjadi apa kau ini?," kata Tuan Illoris pelan.
"Tuan," kata Gilang, "ada masalah?"
"Tidak ada," kata Tuan Illoris sambil menggelangkan kepalanya, "tapi aku punya permintaan untukmu."
"Permintaan?"
"Aku ingin kau dan timmu untuk ikut denganku."
"Ke mana?"
"Ke dalam hutan," kata Tuan Illoris, "aku tahu ke mana arah mereka lari. Aku ingin menghabisi mereka saat mereka masih tidur."
KAMU SEDANG MEMBACA
This New World Is My Hunting Ground
FantasiaGilang Jagakota adalah seorang pemuda yang datang ke sebuah Dunia Lain yang belum pernah ia kunjungi sebelumnya. Karena kehidupannya yang kacau saat di dunia aslinya, ia memutuskan untuk menjadi seorang pemburu dan memulai awal yang baru. "Mangsa se...