Saat itu puncak musim panas telah mencapai minggu kedua dan semakin hari semakin panas cuaca di luar. Gilang mulai berpikir untuk melepas mantel hitamnya dan menggantinya dengan kemeja tipis berwarna hitam. Mantel Gilang tidak cocok untuk cuaca panas. Ia selalu merasa terpanggang setiap kali memakai mantel itu di musim panas.
"Oh, sebuah kemeja," kata Dia ketika Gilang lewat di depannya, "itu terlihat bagus untukmu."
Gilang tersenyum manis, "terima kasih."
"Tapi kenapa hitam? Ini musim panas. Pakailah sesuatu yang lebih cerah."
"Aku tidak punya baju selain warna hitam," kata Gilang, "ada satu yang berwarna lain, tapi itu untuk Octoberfest."
"Begitu ya...," Dia lalu bertanya kepada Gilang karena Gilang terlihat berpakaian cukup rapih, "kau ingin ke mana?"
"Ke luar bersama Gojiro," kata Gilang, "ada orang yang menawari tugas."
"Perutmu sudah sembuh?"
"Sudah," jawab Gilang, "aku baru ke dokter kemarin untuk membuka jahitan dan dia bilang aku boleh berburu lagi."
"Kau ke dokter kemarin? Kenapa tidak mengajakku?"
"Eh, kau mau ikut? Aku tidak tahu, maaf ya."
"Tapi tidak ada masalah, kan?," Dia menjadi khawatir.
"Tidak ada masalah. Dokter bahkan bilang tulang rusukku yang rusak menjadi semakin kuat."
"Oh... syukurlah."
"Ya sudah, aku berangkat dulu. Gojiro sudah menungguku di toko pizza," Gilang kemudian memakai topinya, "ingin pizza?"
"Um... kurasa tidak. Aku masih punya bahan makanan di dapur."
....
Gojiro sedang duduk santai di meja makan Toko Pizza Takeda dengan seloyang pizza ukuran kecil sebagai sarapannua. Selain pizza, segelas teh manis panas dengan perisa mangga yang tersimpan di sebuah pot tanah liat juga menemani sarapannya yang nikmat itu.
"Jadi ini yang namanya pizza...?," pikir Gojiro saat ia memperhatikan sepotong pizza berbentuk segitiga di tangannya, "mirip okonomiyaki."
Gojiro memasukan makanan asing itu ke dalam mulutnya dan ia jatuh cinta pada gigitan pertama. Tekstur pizza yang garing di bawah namun lebut di atas, keju yang asin dan kenyal, daging yang empuk nan gurih, serta pasta tomat dan sayuran yang segar benar - benar cocok dengan lidahnya. Gojiro juga menyukai teh berperisa mangga yang ia minum. Teh itu adalah teh rasa buah pertama yang pernah Gojiro minum.
Saat Gojiro mulai lahap menyantap sarapannya itu, Gilang datang dan duduk di depannya.
"Gojiro," panggil Gilang.
"Ey, bos," balas Gojiro.
Gojiro kini memanggil Gilang dengan istilah bos karena Gojiro sering mendengar murid pemburu lain memanggil gurunya seperti itu. Gilang sendiri tidak keberatan dipanggil seperti itu. Malahan ia merasa cukup berwibawa dipanggil 'bos'.
"Jadi, apa rencana hari ini, bos?," tanya Gojiro.
"Bertemu dengan klien," kata Gilang yang sedang memasang posisi duduk yang santai.
"Klien?"
"Ya," Gilang mengangguk, "aku punya kenalan dari Normandia di Breitagne Barat. Dia bilang ada tugas untuk kita."
"Berapa bayarannya?"
"Aku tidak tahu pastinya. Lebih dari 10.000 Gulden kurasa. Semua sudah termasuk penginapan dan jasa transportasi."
KAMU SEDANG MEMBACA
This New World Is My Hunting Ground
FantasiaGilang Jagakota adalah seorang pemuda yang datang ke sebuah Dunia Lain yang belum pernah ia kunjungi sebelumnya. Karena kehidupannya yang kacau saat di dunia aslinya, ia memutuskan untuk menjadi seorang pemburu dan memulai awal yang baru. "Mangsa se...