Curse of The Devourers (part 4)

119 20 0
                                    

Gilang dan Keluarga Guderian berpisah dengan Nuzkov bersaudara keesokan harinya. Nuzkov bersaudara memutuskan untuk mundur setelah Gilang mengatakan bahwa seseorang mengancam mereka jika mereka tidak turun dari gunung.

"Baiklah, dengarkan aku," kata Tuan Guderian ketika para pemburu yang tersisa berkumpul, "kita hanya bertiga. Jika terpisah, akan sulit untuk bisa bersatu kembali. Jika kalian ingin pergi ke suatu tempat, katakan pada dua orang yang lainnya."

"Baik," kata Gilang dan Nyonya Guderian.

Ketiga pemburu memulai perjalanan mereka dengan mendaki ke dataran tinggi pegunungan. Mereka mengikuti jalur pendakian yang telah tersedia dengan senjata yang selalu mereka pegang erat - erat. Mereka tidak boleh lengah ketika sudah memasuki jalan transisi dari dataran rendah ke dataran tinggi. Alasannya adalah karena kebanyakan orang hilang menghilang di tempat itu.

"Pemandangan yang indah, huh?," kata Tuan Guderian yang sedang melihat pemandangan sebuah lembah yang dipenuhi oleh salju dan batu - batu besar.

"Um... aku tidak akan mengatakan iti indah lagi," kata Gilang yang sedang melihat lembah dengan teleskop.

"Apa maksudmu?"

Gilang memberikan teleskopnya kepada Tuan Guderian dan menunjuk ke arah lembah tersebut. Tuan Guderian lalu melihat ke arah Gilang menunjuk. Tuan Guderian terkejut. Ia melihat seorang lelaki bertelanjang dada sedang berjalan di dekat sebuah sungai bukit. Pria itu bukan pria normal. Hak itu karena pria itu memiliki kulit berwarna abu - abu dengan gigi - gigi yang tajam.

"Apa itu... wendigo?," tanya Gilang.

"Sudah pasti. Maksudku, tidak ada orang normal yang berjalan di pegunungan ini dengan bertelanjang dada," kata Tuan Guderian, "bagus, berarti kita semakin dekat dengan teritori mereka."

Nyonya Guderian lalu mendekati keduanya. Ia sedang memegang sebuah peta dan tampaknya sedang kebingungan.

"Sayang," kata Nyonya Guderian.

"Iya?," respon Tuan Guderian.

"Ada sebuah kota penambang terbengkalai bernama Dawson di dekat sini. Haruskah kita ke sana?"

"Kau ingin istirahat?"

"Tidak, tapi menurut legenda wendigo sering menggunakan kota kosong sebagai sarang. Mungkin kalau kita ke sana, kita bisa menghabisi beberapa wendigo."

"Ide yang bagus," Tuan Guderian mendekati istrinya, "tunjukan jalannya, Nyonya."

Nyonya Guderian tersenyum dan mengangguk. Ketiga pemburu itu melanjutkan perjalanan mereka mendaki pegunungan. Perjalanan menuju Dawson lebih berat dibandingkan perjalanan mereka yang sebelumnya. Badai salju ringan tiba - tiba turun dan udara menjadi lebih dingin. Gilang yang biasanya memilih untuk tetap di dataran rendah saat musim dingin tidak terbiasa dengan dinginnya wilayah dataran tinggi yang menusuk.

Ketiganya lalu melewati sebuah jalan sempit. Di sisi kanan terdapat tembok batu, sementara di kiri mereka ada jurang yang cukup dalam. Gilang sempat melihat ke bawah jurang itu. Jurang itu cukup dalam untuk membuat seseorang terluka parah atau tewas jika terjatuh. Ketiganya berjalan perlahan di jalan sempit itu. Mereka bersandar di dinding batu sambil berjalan secara horizontal dengan perlahan.

"Berhenti," kata Tuan Guderian.

Perjalanan mereka terhambat oleh sebuah lubang yang cukup besar di tengah jalan. Tuan Guderian meminta Gilang dan istrinya untuk mundur dua langkah. Setelah itu, Tuan Guderian berdiri tegap dan ikut mundur beberapa langkah. Ia lalu berlari dan melompati lubang tersebut dengan selamat.

"Kalian berdua melompatlah," kata Tuan Guderian dengan posisi bersiap menangkap.

Nona Guderian melangkah mundur dan berlari. Ia lalu melompat dan mendarat dipelukan suaminya. Kini giliran Gilang untuk melompat. Gilang mundur beberapa langkah dan berlari. Gilang lalu memijakan kakinya dengan kuat sebagai persiapan untuk melompat. Namun, ujung jalan yang Gilang gunakan sebagai pijakan tiba - tiba runtuh.

This New World Is My Hunting GroundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang