Man - Eating Mare

60 8 0
                                    

Cerita bermula dari sebuah padang rumput yang luas di sebuah daerah pegunungan bernama Chalcis. Beredar kabar bahwa beberapa orang penjinak kuda diserang oleh seekor kuda saat mereka berusaha untuk menjinakan kuda liar di padang rumput.

Menurut mereka, kuda itu tidak seperti kuda biasa. Kuda itu memiliki tubuh yang lebih besar dan kekar. Kuda itu juga memiliki beberapa keanehan seperti pupil mata berwarna merah, sifat yang sangat agresif melebihi kuda liar lainnya, dan yang paling aneh, dapat menyemburkam api dari nafasnya. Itu semua kata orang - orang di sana yang kebenarannya sangat diragukan.

Kuda itu sebenarnya bukanlah masalah jika kuda itu tidak memiliki ketertarikan terhadap daging manusia. Sudah ada setidaknya 23 kasus penyerangan terhadap para penjinak kuda dan penduduk biasa dengan jumlah korban jiwa sebanyak 3 orang sejak kuda itu pertama kali ditemukan. Ketiga korban jiwa itu tidak pernah dimakamkan secara utuh karena tidak ada yang tersisa selain pakaian dan tulang belulang mereka.

Hal itu menarik perhatian Raja Chalcis untuk membuat sayembara. Sebagai seorang raja, tentu saja ia ingin yang pemburu terbaik untuk menangani hal ini dan tempat untuk mencari pemburu terbaik adalah di Carniola. Namun dalam perkembangannya, bahkan pemburu veteran dari Carniola gagal dalam menaklukan kuda tersebut. Begitu juga dengan pemburu lokal atau dari guild lain.

Tugas itu lalu diambil oleh seorang pemburu berusia akhir 20an bernama Gilang Jagakota dan murid bertanduknya yang masih merupakan pemburu amatir dengan kekuatan otot yang tidak normal bernama Yamazaki Gojiro. Mereka mengambil misi itu untuk uang, tapi tujuan mereka (baca: Gilang) yang sebenarnya adalah...

"Kita harus tangkap kuda itu hidup - hidup," kata Gilang saat ia dan muridnya menginjak kaki mereka di Stasiun Kereta Chalcis.

"Bos, tidakah membunuhnya akan jauh lebih mudah?," tanya Gojiro, "selain itu, ingatkan aku lagi kenapa kita di sini."

"Kau lupa ya? Yah... mungkin salahku karena menyeretmu bersamaku saat kau masih mengantuk," Gilang mengankat kedua bahunya, "Gojiro, biarku tanya. Tanggal 24 Oktober adalah hari apa?"

"Um... kamis?"

"Bukan... ya, secara teknis benar. Tapi bukan itu maksudku."

"Maksudmu...," Gojiro menguap karena masih mengantuk, "apa, bos?"

"24 Oktober adalah hari ulang tahun Nyonya Idenberg."

"Lalu?"

"Tentu saja sebagai orang yang sangat mencintainya aku ingin memberikan sesuatu yang... sedikit mewah untuknya."

"Memangnya Nyonya Idenberg meminta kuda?"

"Tidak sih... tapi aku tidak tega saja melihat wanita cantik seperti dirinya harus berjalan cukup jauh ke pasar hampir setiap hari," kata Gilang.

Gojiro menghela nafasnya. Sebagai seorang murid, ia tidak mungkin menolak perintah dari gurunya itu. Dengan ekspresi muka yang malas, Gojiro mengangguk setuju.

"Baiklah, bos. Kita tangkap kuda itu," kata Gojiro.

"Gojiro, bersemangatlah sedikit," kata Gilang yang mencoba menyemangati muridnya itu, "begini saja, aku akan membantumu mendekati Charlotte jika kita berhasil menangkap kuda itu, bagaimana?"

Gojiro mendengar sebuah penawaran yang menarik dan langsung mengangguk setuju. Ia kemudian mengangkat ranselnya dan berjalan menuju pintu keluar stasiun dengan penuh semangat. Gilang hanya menggelengkan kepala dan tersenyum saat ia berjalan mengikuti Gojiro yang sudah berjalan cukup jauh.

"Dasar, remaja sekarang."

....

Gilang dan Gojiro bertemu dengan seorang penjinak kuda liar bernama Phillipus. Pria tua itu telah menjinakan kuda liar selama 20 tahun dan dengan senang hati akan memberikan pengajaran singkat kepada Gilang dan Gojiro tentang bagaimana cara menjinakan kuda liar.

This New World Is My Hunting GroundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang