Curse of The Devourers (part 6)

115 19 0
                                    

Kegelapan telah menguasai langit dan bulan serta bintang menjadi penerang di malam yang pekat itu. Hembusan angin dingin yang membekukan tulang berhembus dengan kencang di Pegunungan Mackenzie yang ditutupi oleh salju yang cukup lebat dan sedang menyerang seorang pemburu yang berjalan sendirian di sana.

Pemburu itu, Gilang Jagakota, sedang berjalan menuju bagian utara pegunungan. Gilang tidak tahu ke mana ia secara pasti melangkah. Akan tetapi, ia percaya kepada Hazel bahwa ia harus terus melangkah ke utara untuk menemukan targetnya yang baru, yaitu seorang penyihir yang menjadi dalang pembantaian di mansion.

Gilang tidak pernah memburu selain binatang sebelumnya. Ia merasa sangat gugup karena ia akan melakukan sebuah pembunuhan ilegal pertama dalam hidupnya. Namun Gilang tidak peduli apa yang ia lakukan benar atau salah. Jika ia sedang memburu sesuatu yang menjadi dalang dari pembantai tersebut, maka ia tidak perlu ragu untuk tidak menahan diri.

Di dalam perburuan kali ini, Gilang tidak membawa peralatan yang tepat untuk memburu selain hewan. Senjata utamanya kali ini adalah sebuah tombak dengan mata yang terbuat dari perak, sementara senjata keduanya adalah sebuah pedang dan senjata cadangan berupa pisau yang keduanya terbuat dari perak.

Di sepanjang jalur pendakian, Gilang hampir tidak mendengar suara apapun. Ini merupakan tanda yang buruk bagi pemburu. Dalam hukum alam, ada sebuah peraturan di mana pemburu kadang menjadi yang diburu tanpa pemburu itu sadari. Biasanya Gilang mendengar suara burung atau hewan kecil lainnya yang tidak peduli dengan keberadaan manusia. Akan tetapi, suara - suara hewan itu tidak terdengar sama sekali. Hewan - hewan itu memang tidak peduli dengan manusia, tapi akan takut jika ada binatang buas.

Gilang menjadi waspada karena tanda - tanda itu. Ia menarik tombak dari punggungnya dan memegangnya erat - erat. Ia lalu kembali melanjutkan perjalanannya lebih ke utara. Tidak terasa, perasaan waspada yang dirasakan sebelumnya perlahan pudar terutama karena ia telah sampai ke puncak Pegunungan Mackenzie.

"Di sini sangat damai...," kata Gilang yang sedang melihat pemandangan dari atas puncak pegunungan.

Pemandangan di bawah puncak pegunungan sangat gelap sekarang. Semuanya gelap gulita, kecuali dua titik yang berada di kejauhan. Titik pertama adalah Kota Yorkshire yang sangat terang namun sangat kecil seperti sebuah titik. Sementara itu, titik kedua adalah Dawson yang tidak terlalu bercahaya namun cukup dekat di mata. Selebihnya hanyalah pemandangan alam indah yang terbungkus oleh kegelapan.

Gilang tidak berlama - lama di puncak pegunungan. Ia memutuskan untuk menuruni puncak gunung dan mengikuti jalur turun gunung bagian utara. Namun, Gilang seperti berubah pikiran di tengah jalan

"Turun gunung di kondisiku yang sekarang? Lupakan saja. Aku akan pulang dan tidur," pikir Gilang.

Gilang akhirnya memutuskan untuk kembali ke Dawson dan menjelaskan kenapa ia meninggalkan Hazel sendirian di rumah. Menerima ocehan dan murka seorang ibu yang menyayangi anaknya lebih baik dari pada melukai diri sendiri dengan menuruni gunung. Akan tetapi di tengah perjalanan pulang, alam memanggil Gilang untuk membuang sesuatu.

"Oof, panggilan alam..."

Gilang berlari ke semak - semak untuk melakukan urusannya. Setelah menjawab 'panggilan alam', Gilang merasa sangat lega. Gilang menutup kembali kancing celananya dan melanjutakan perjalanan. Namun saat ia baru saja berada di tengah jalan, seekor koyote menghadangnya.

"Menyingkirlah," kata Gilang sambil membuat gestur tangan mengusir.

Koyote itu tidak menggubris Gilang. Gilang mulai kesal dan mengambil tombaknya. Ia lalu mengayunkan ujung tombak yang tumpul untuk mengusir koyote itu lebih keras. Namun, koyote itu melompat mundur dengan gesit setiap kali Gilang mengayunkan tombaknya.

This New World Is My Hunting GroundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang