Gilang kini berhadapan dengan Perwira Ackner di sebuah ruangan yang sedikit gelap di dalam kantor polisi militer. Sesuai dengan perintah seorang perwira, Gilang diperintahkan untuk membuat laporan tentang apa yang ia hadapi semalam.
"Silahkan dimakan, Tuan Jagakota," kata Perwira Ackner sambil menyerahkan segelas kopi dan roti isi.
"Oh, terima kasih. Kebetulan aku belum sarapan," kata Gilang.
"Maaf karena memanggilmu jam enam pagi," kata Perwira Ackner, "Jenderal Mensyewer ingin laporan ditulis secepatnya."
"Tidak masalah," kata Gilang.
"Baik, jadi... bagaimana rupa mahluk yang kau lihat semalam?," Perwira Ackner mengambil alat gambar.
"Coba aku ingat - ingat... wajahnya seperti anak kecil, tubuhnya seperti seekor singa, dan ekor kalajengking yang bisa menembakan duri - duri."
"Hm..."
Perwira Ackner mulai menggambar sebuah sketsa sesuai dengan gambaran Gilang. Perwira Ackner sepertinya cukup mampu untuk menggambar yang terlihat dari caranya memainkan pensil dengan sangat lihai.
"Apa seperti... ini?"
Perwira Ackner menunjukan sketsa yang ia buat. Sketsa buatannya tidak sebagus yang Gilang duga. Sketsa buatan Perwira Ackner sangat jelek. Seperti gambar seorang anak berusia empat tahun yang baru pertama kali belajar menggambar. Gilang ingin mengatakan jika sketsa yang dibuat Perwira Ackner tidak terlalu jelas, tapi ia takut ia akan dipenjara karena melakukan penghinaan terhadap aparat negara.
"Eh... ya..."
Perwira Ackner menghela nafas, "yah... sepertinya memang salahku karena tidak menggambar ini dengan benar. Menggambar memang bukan keahlianku."
Perwira Ackner lalu berdiri. Ia memakai kembali mantel militer serta topinya sebelum ia pergi ke pintu keluar.
"Aku akan meminta seorang pelukis untuk menggambarkan mahluk ini. Kau boleh pergi sekarang," kata Perwira Ackner, "ah... aku mungkin akan memanggilmu lagi untuk klarifikasi. Jadi, datanglah lagi jika kami memanggil."
Perwira Ackner meninggalakan ruangan dengan membawa sketsanya. Gilang lalu melihat kedua hidangan yang Perwira Ackner berikan sebelumnya. Gilang memakan roti lapis tersebut, sementara Gilang hanya meminum sedikit kopi karena ia tidak memiliki rencana untuk tetap terjaga hingga waktu makan siang tiba.
....
Gilang dan Albany melanjutkan patroli malam mereka seperti malam sebelumnya. Karena Albany adalah seorang prajurit profesional, maka ia pergi lebih dulu menuju pos polisi militer untuk lapor bertugas dan melakukan kordinasi dengan satuannya. Sementara itu, Gilang yang hanya prajurit milisi tidak tetap bisa bersantai lebih lama di apartemen karena ia hanya perlu melapor dan mengambil senjata di pos.
"Gilang," kata Dia sebelum Gilang berangkat, "bisa kau berikan bekal ini kepada Albany?"
"Tentu," Gilang mengangguk.
Dia memberikan kotak bekal Albany kepada Gilang. Gilang lalu memasukan kotak bekal itu ke dalam tas selempangnya.
"Dan ini bekalmu, sayangku...," kata Dia sambil tersenyum.
"Ah, terima kasih," kata Gilang yang sedang mengambil kotak bekalnya, "apa isinya?"
"Roti isi keju dan sebuah apel."
"Baik, aku akan memakannya nanti," Gilang memasukan bekalnya ke dalam tasnya.
Gilang lalu mendekati Dia dan mencium pipinya. Setelah itu, Gilang melambaikan tangannya kepada kekasihnya itu sebelum ia keluar dari apartemen.
KAMU SEDANG MEMBACA
This New World Is My Hunting Ground
FantasyGilang Jagakota adalah seorang pemuda yang datang ke sebuah Dunia Lain yang belum pernah ia kunjungi sebelumnya. Karena kehidupannya yang kacau saat di dunia aslinya, ia memutuskan untuk menjadi seorang pemburu dan memulai awal yang baru. "Mangsa se...