Sebagai seseorang yang mencari penghasilan lewat berburu, Gilang Jagakota diharuskan untuk kembali ke alam liar untuk berburu target buruannya. Hal itulah yang rencananya ia lakukan hari ini. Akan tetapi, Gilang terpaksa tidak berburu hingga akhir musim panas karena luka di perutnya masih dalam proses pemulihan.
Gilang sebenarnya bukan orang yang betah berlama - lama di kota. Kehidupan di kota memang lebih nyaman. Toilet bersih, makanan enak, kasur yang empuk, dan berbagai fasilitas kota lainnya memang mudah untuk memanjakan kebanyakan orang. Akan tetapi, Gilang lebih menyukai pemandangan yang menakjubkan dan udara bersih hutan serta angin laut yang bertiup kencang yang biasa menemaninya berburu atau memancing.
"Huh... membosankan sekali," kata Gilang, "semua karena luka dari babi hutan sial itu."
Gilang memutuskan untuk berjalan - jalan di pasar yang sudah mulai ramai. Sekarang adalah awal puncak musim panas dan hawa di pasar sangat panas. Gilang lalu pergi membeli semangkuk es serut untuk mengusir hawa panas di dalam tubuhnya. Akan tetapi, niatnya terhalang ketika ia melihat Nyonya Idenberg melintas di sampingnya.
"Nyonya Idenberg," sapa Gilang, "selamat siang."
"Oh, um... se... selamat siang, Tuan Jagakota," jawab Nyonya Idenberg.
"Sedang ingin berbelanja?"
"Iya."
"Boleh aku ikut?"
Nyonya Idenberg mengangguk. Keduanya kini berjalan berdampingan menyusuri toko demi toko di pasar. Nyonya Idenberg merasa sangat senang, tapi juga grogi di saat yang bersamaan. Bagi demi human itu, ia merasa ini seperti sebuah kencan. Ingin sekali ia memeluk lengan Gilang yang ia tahu cukup padat dan keras. Tapi, ia tidak bisa melakukannya karena tidak ada apa - apa di antara mereka.
"Nyonya, setelah ini Nyonya mau makan denganku?," tawar Gilang, "aku yang traktir."
"Itu... tawaran yang menarik, Tuan Jagakota. Tapi kau tidak perlu mentraktirku."
"Tidak apa - apa, Nyonya. Aku tidak keberatan sama sekali."
Gilang sepertinya memaksa walaupun menggunakan nada suara yang jauh dari kesan memaksa. Nyonya Idenberg tidak bisa menolak permintaan pria yang ia sukai itu. Ia lalu mengangguk setuju.
....
Setelah selesai berbelanja kebutuhan apartemen, Gilang menepati permintaannya dan membawa Nyonya Idenberg ke dalam guild. Meski merupakan tempat berkumpul para pemburu dan pedagang, namun guild adalah tempat yang terbuka untuk umum datangi.
Bar di dalam guild adalah bar yang cukup populer. Pada siang hari, bar tidak akan menyajikan minuman beralkohol karena selain sudah peraturan negara, juga dinilai akan mengurangi produktifitas pekerja dan membahayakan keselamatan umum. Baru dari jam tujuh malam bar diperbolehkan menjual minuman beralkohol.
"Jadi ini bagian dalam guild yang sering kau bicarakan," kata Nyonya Idenberg saat keduanya baru saja selesai memesan makanan, "ini... tidak seseram yang kupikirkan."
"Nyonya berpikir di sini seram?," tanya Gilang.
"Kupikir orang - orang di sini agak kasar dan tidak sopan," kata Nyonya Idenberg, "tapi mereka sepertinya normal - normal saja."
Gilang tertawa, "ini belum malam, Nyonya. Tidak ada musik atau alkohol, jadi tidak ada alasan untuk menggila."
"Menggila...," Nyonya Idenberg ikut tertawa, "kau sering ke sini saat malam?"
"Cukup sering," kata Gilang, "biasanya untuk memberikan hasil buruan atau makan malam jika pulang dari hutan larut malam."
Nyonya Idenberg mengambil sebuah botol kaca besar berisi air putih. Ia lalu menuangkan isinya ke dalam dua gelas kecil di depan mereka. Satu untuk Gilang dan satu untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
This New World Is My Hunting Ground
FantasyGilang Jagakota adalah seorang pemuda yang datang ke sebuah Dunia Lain yang belum pernah ia kunjungi sebelumnya. Karena kehidupannya yang kacau saat di dunia aslinya, ia memutuskan untuk menjadi seorang pemburu dan memulai awal yang baru. "Mangsa se...