Bag 43 (Send Her 4)

341 32 0
                                    

Oke. Saya ubah dulu ke video call

Sambungan telepon suara diubah menjadi mode panggilan video yang menampakkan seorang pria paruh baya berjambang putih lebat di layar ponsel. Seolah sedang menunda kesibukannya sementara, melihat di belakang tampak lalu lalang sejumlah perawat di rumah sakit yang sibuk menangani pasien.

📱

Baik pak, apa yang harus saya siapin, terus dimana alat-alatnya?

Di lemari kaca dekat rak buku di kamar saya ada semua alatnya. Coba anterin sama Wildan.

Bersama Wildan, ia berlari ke tempat yang ditunjukan. Menuju lemari kaca di dalam kamar yang menyimpan berbagai peralatan medis untuk bedah operasi. Dibukanya lemari itu dan mengambil beberapa alat di dalamnya.

📱

Ambil obat obat bius, pisau bedah, kain kasa, alat jahit. Jangan lupa ambil ventilator portabel punya saya di samping rak buku. Ambil juga alkohol buat sterilisasi.

Dua lelaki bekerja sama mengambil semua alat yang diperintahkan oleh pria paruh baya di balik interaksi virtual itu. Lalu berlari menuju kamar lainnya menghampiri seorang pasien yang harus mendapatkan pembedahan. Wildan mengambil alih memegangi ponsel untuk pria yang sedang berinteraksi dengan ayahnya.

📱

Pasang sungkup oksigen generator lalu suntikan obat biusnya ke tabung infus. Kamu udah pernah dapat pelajaran dasar buat operasi bedah?

Iya, saya pernah belajar, tapi belum pernah praktek.

Gak apa-apa, yang penting dengarkan saya!

Sungkup oksigen yang tersambung pada ventilator portabel dipasangkan di area mulut dan hidung seorang gadis yang sudah hampir kehilangan kesadaran usai lelahnya menahan rasa sakit pada luka yang menembus organ dalam. Berlanjut mengisikan 40 miligram dosis obat bius ke dalam jarum suntik lalu disuntikan pada tabung berisi cairan infus. Kini Angga tinggal menunggu beberapa menit hingga obat bekerja menidurkan pasien secara total. Tak lupa juga mengenakan sarung tangan lateks di dua pergelangan tangan sebelum memulai.

"Kenapa gak bawa dia ke rumah sakit aja, Om. Kalau disini takutnya salah prosedur." Wildan mengambil kesempatan bertanya.

"Ini darurat. Rumah sakit lebih jauh dari rumah kamu," jawabnya tanpa menatap lawan bicara. Usai menunggu beberapa saat, pria di layar ponsel itu berlanjut memberikan instruksi selanjutnya tentang prosedur pembedahan.

📱

Angga, sekarang kamu bisa buka perekatnya. Pelan-pelan aja.

Yang diperintah melepaskan lakban yang terikat di pinggang gadis itu dan menyingkirkan sehelai kain penutup luka yang sudah dipenuhi darah. Lalu menyingkapkan kaos yang dikenakan Dara dan semakin tampak perut kirinya yang berlubang tertembus peluru. Dengan kapas yang sudah dibasahi dengan cairan alkohol, Angga membersihkan terlebih dahulu noda darah di sekeliling luka.

📱

Hati-hati, jangan sampai melukai organ dalam.

Berlanjut melakukan prosedur inti, ia mengambil pisau bedah untuk membuat sayatan dan memudahkannya mengambil peluru yang bersarang. Lalu memasangkan selang khusus untuk mengalirkan pendarahan internal yang akan terjadi selama proses operasi. Sembari mendengarkan instruksi sang dokter, pisau mengiris lagi membuat lagi luka sayatan semakin dalam hingga menampakkan usus 12 jari yang harus ia gali lagi. Dengan cepat, ia mengambil sebuah pinset bedah.

📱

Jangan ambil pelurunya pakai pinset! Bahaya buat ususnya. Pakai jari kamu langsung pelan-pelan buat cari pelurunya di dalam.


Pemuda yang memegangi ponsel untuknya lantas menutup mata dengan satu tangan yang lain. Wildan kian tak kuasa melihat lebih jauh proses pembedahan yang terlihat cukup mengerikan baginya. Sementara Angga menarik napas dalam mencoba menguatkan mental sebelum bersiap menggali isi perut Dara. Dengan satu pergelangan yang terbalut sarung tangan lateks, ia mulai mencari peluru yang masih bersarang di dalam sana.

Tiga jarinya menembus lurus sesuai alur luka tembak hingga didapatkan sebuah benda logam kecil dicari. Jenis peluru logam hampa tanpa bubuk mesiu memang bukan yang paling berbahaya di kelasnya. Namun siapapun yang tertembus peluru itu akan menemui ajal jika tidak segera mendapatkan pertolongan.

Peluru yang sudah ditemukan ia letakan pada sehelai tisu yang telah disiapkan di atas meja. Proses operasi hampir selesai. Berlanjut mengambil jarum dan benang monicryl untuk menjahit luka robek bekas operasi di perut kiri gadis yang telah ia tangani.

Proses penjahitan berjalan lancar hingga menutupkan luka dengan kapas dan plester. Pria di layar ponsel tersenyum lega melihat akhir proses operasi bedah yang cukup menegangkan.

📱

Ya, kamu berhasil! Mudah-mudahan gak akan ada efek buruk atau komplikasi setelahnya. Dia perlu dirawat di rumah saya minimal satu hari. Nanti saya yang periksa kondisinya.

Makasih banyak, Pak. Saya bener-bener gak tahu harus minta tolong ke siapa lagi selain ke bapak.

Dengan punggung tangan, Angga mengusap tetesan keringat di dahinya. Menarik dalam napasnya, namun menghembus lega setelah bergelut dengan keselamatan nyawa seorang gadis. Begitu pula Wildan yang mengelus dada setelah melihat seorang mantan perawat di rumah sakit berhasil menyelesaikan tugas yang cukup berisiko tinggi.

Efek obat bius masih belum hilang, katup ventilator masih terpasang di mulut Dara. Angga melepas sarung tangan lateks yang sudah berubah warna menjadi merah, lalu menjatuhkan diri terduduk di atas lantai dan menyandarkan punggung di ranjang tidur sang pasien. Beristirahat meregangkan otot setelah semua aktivitas yang sangat melelahkan fisik dan mentalnya hari ini.

Sedangkan Wildan turut duduk di hadapannya, menatap sang tamu penuh rasa penasaran. "Om, emang dia ditembak siapa?"

Tak langsung menjawab, Angga membalas dingin tatapan pemuda itu. "Dara hampir dirampok di jalan."

"Aku baru tahu kalau Om punya anak."

"Punya lah. Kita emang gak tinggal bareng. Sekarang Dara harus ketemu sama mamanya yang lagi sakit. Udah lama juga dia kabur dari rumah," Angga berdalih.

"Kabur? Kenapa kabur?"

"Ya biasa lah anak muda. Pengen cari jati diri," ucapnya tenang dengan tatapan teduh seolah tak ada apapun yang ia sembunyikan.

***

"Cok, Ucok? Kau sudah bangun?" Pak Monang duduk di samping salah satu rajang pasien rumah sakit. Ucok masih terbaring dengan selang kanula oksigen yang terpasang di hidung. Operasi pengambilan peluru yang menembus punggung kanan atas telah selesai ia jalani.

"Pak?" Ucok menjawab lemas.

"Cok, siapa yang tembak kau?"

"Gak tau Pak, gak kenal."

"Nadi kemana?"

"Terakhir aku lihat ada dua orang laki-laki yang servis di bengkel kita. Mereka yang bawa kabur Nadi."

"Dibawa kabur?"

"Iya, seinget aku dia juga kena tembak."

Sikunya menumpu di samping ranjang, telapak tangan mengusap kepalanya yang tertunduk. Raut wajah penuh kekhawatiran itu tampak semakin murung. Memikirkan bagaimana keadaan anak gadisnya saat ini.

Berselang beberapa menit, dua pria berlencana kepolisian mendatangi mereka berdua. Seolah hendak membawa kabar baru sekaligus menanyakan berbagai hal guna keperluan penyeledikan.

Next Chapter 🔽

About D ( Her Secret ) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang