Bag 34 (Ruang BK 2)

330 32 0
                                    

Silakan. Saya tunggu tuntutannya

Kamu juga harus ganti rugi biaya rumah sakit anak saya!

Emang berapa harganya? Seharga harga dirinya?

Awas ya kamu!

Mau ngancem, Pak? Bapak coba deh, tanyain satu per satu murid cewek di SMA 29 yang pernah dipegang-pegang sama anak Bapak. Bisa jadi film dokumenter tuh.

Ngomong apa kamu?!

Gitu aja gak ngerti. Susah banget ngomong sama orang tua yang gak becus didik anaknya.

Pokoknya kamu harus ganti biaya rumah sakit anak saya!

Ayo berapa?! Titipin aja nomor rekeningnya ke Andhin. Nanti saya ganti. Tapi sekali lagi kalau saya lihat anak Bapak kurang ajar sama Andhin. Saya bakalan bunuh anak bapak.

Dasar preman! Awas ya kalau gak ganti rugi, saya gak segan-segan laporin kamu ke polisi


Panggilan telepon ditutup begitu saja oleh sang orang tua siswa. Ponsel itu dikembalikan pada pemiliknya dengan cara dilemparkan. Andhin terhentak kacau melihat tatapan tajam pria berkumis itu ketika bersiap menyampaikan sesuatu penuh emosi.

"Boleh minta kertas sama pulpen?" ucapnya pada Bu Sasmi.

Selembar kertas kosong dan sebuah bolpoin diserahkan Bu Sasmi untuk pria yang hendak menulis sesuatu. Ditulisnya deretan angka beserta nama lengkap pemilik rekening.

Pria paruh baya itu lalu menyerahkan secarik kertas di tangannya dengan hentakan meja yang cukup keras di hadapan Andhin. "Nih nomor rekening dan nominalnya! Kasih tau ke temen kamu itu! Awas ya kalau gak kirim uangnya."

"Sampai di sini aja. Terimakasih." Lalu pergi meninggalkan ruangan BK dengan otot wajah menegang menahan kesal.

Hanya tinggal Bu Sasmi beserta lima orang siswanya yang ada di dalam ruangan. Sebagai penanggungjawab kesiswaan, sang guru menutup diskusi dengan nasihat yang harus ia berikan. " Meskipun kalian laki-laki, lain kali kalau ada masalah jangan langsung adu otot. Pake akal dulu biar gak sampai makan korban. Bisa bahaya kalau ada yang celaka. Jangan diulangi lagi. Ya udah, kalian berempat boleh balik ke kelas masing-masing."

Pandu dan ketiga siswa lain beranjak untuk kembali ke kelas. Sedangkan Andhin masih terlihat menangis dibiarkan terlebih dahulu untuk tetap duduk di ruangan.

Namun, Septian yang berjalan melewati Bu Sasmi malah sengaja membisikan sesuatu kepada sang guru BK. "Bu, cewek yang kemarin itu pacarnya dia." Ekspresinya tampak terkejut mendengar bisikan pemuda usil itu. Lalu kembali mengubah ekspresi wajah seperti biasa.

Perhatiannya kembali mengarah pada Andhin yang tengah mengusap sendiri sisa air mata di pipinya. Ia beralih duduk di samping salah satu siswinya. Memberikan rangkulan seraya mengusap-usap pundaknya mencoba menenangkan jiwanya yang sempat terguncang.

"Andhin, udah Dhin. Doain aja masalahnya bisa cepat selesai. Kamu kalau ada masalah, trauma, atau apa lebih baik datang langsung ke ruang BK disini. Ketemu dan cerita sama Ibu langsung."

"Andhin takut, Bu," lirih Andhin seraya mengusap sisa air mata di pipi.

"Jangan takut. Kalau ada masalah harus cerita ke orang yang tepat. Biar masalahnya cepat beres."

Rasa nyamannya tiba-tiba berkurang kala sang guru BK mengalihkan bahasan ke topik yang lebih pribadi.

"Ngomong-ngomong kamu kenal temen kamu itu dari mana? Maaf, dari sebuah komunitas atau dari mana?"

About D ( Her Secret ) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang