Bag 15 (Latihan Keras)

544 38 2
                                    

Semua anggota tim basket putri SMAN 29 berkumpul di tengah lapangan untuk mendengarkan hasil evaluasi mengenai persiapan pertandingan basket antar SMA. Suasana menjadi tegang ketika Pak Edi bersiap menyebutkan satu per satu nama pemain yang masih perlu berlatih lebih keras.

"Waktu persiapan kita untuk menuju hari-H pertandingan tinggal 2 minggu lagi. Saya akan sebutkan nama-nama pemain yang masih kurang dalam teknik permainannya sesuai posisi masing-masing. Ada 3 orang. Bapak harap orang-orang yang disebutkan di sini lebih giat lagi untuk latihan." Lalu menunduk menatap buku catatan yang sedang ia pegang. "Nama-nama yang saya sebutkan tolong maju satu langkah ke depan! Marsha, Dian, dan Andhini, maju ke depan!"

Tiga orang siswi melangkah maju untuk menghadap guru olahraga sekaligus pelatih mereka.

"Marsha, udah berapa lama kamu latihan? Sering banget lost ball. Lalu Dian, kamu itu badannya tinggi. Kalau kamu pake overhead past mana bisa temanmu nangkap, bola jadinya sering nyasar. Coba pake teknik chest pass aja. Dan satu lagi, Andhin, kalau kamu kurang bisa dalam jump shot, coba untuk pake teknik bank shot. Daripada pake jump shot tapi gagal terus cetak poin. Dan untuk semua tim, belajar lagi teknik Give and go. Itu penting sekali buat kekompakan kalian dalam permainan. Segitu saja, sekarang kalian boleh lanjut latihan!"

Semua tim basket putri melanjutkan kembali sesi latihan di lapangan basket sekolah. Cuaca siang yang cukup terik tidak menurunkan semangat mereka untuk terus berlatih.

***

Setiap pukul 9 malam, rutinitas Dara selalu memeriksa gudang bengkel untuk memastikan pintunya sudah terkunci. Namun baru saja mendekati pintu, dari luar terdengar suara pantulan bola. Pintu tidak terkunci, ternyata Andhin tengah berlatih basket sendirian mengenakan kaos jersey yang dibalut jaket. Sontak saja ia dibuat terkejut melihat seorang remaja perempuan nekat berlatih sendirian hingga malam.

"Andhin?! Kamu latihan kok sampai malem kaya gini?"

Yang dipanggil turut terperanjat dan mendadak berhenti memantulkan bola. "Hehe iya, tapi enggak dari siang kok. Aku baru kesininya pas sore tadi jam 5-an. Teteh mau ngunci pintunya ya? Kalau mau dikunci, aku udahan aja latihannya." Andhin tersenyum menahan malu dengan napas yang masih terengah-engah.

Sang lawan bicara menatapnya lebih tegas. "Bukan masalah gudang ini bisa dipakai sampai malem atau enggak. Ini pintunya gak dikunci dulu. Kalau ada orang jahat yang nyelonong masuk dan lihat kamu sendirian di sini, gimana?"

Pandangannya kian tertunduk merasakan rasa bersalah. "Iya, maaf, Teh. Harusnya tadi aku izin dulu."

"Udah, kamu istirahat dulu deh sini." Dara mengajaknya duduk di sudut ruangan sembari beristirahat menyandarkan punggung ke tembok.

"Latihan yang berlebihan kayak gitu bukannya tambah jago, tapi nanti kamu malah sakit," lanjutnya.

"Aku lagi butuh latihan lebih keras, Teh. Ada skill permainan yang harus diasah lagi."

"Kalau boleh tahu, jadwal latihan kamu berapa kali seminggu sih?"

"3 kali seminggu, setiap pulang sekolah. Hari rabu, kamis, dan jum'at."

"3 kali seminggu kan udah cukup banget buat ukuran jadwal latihan basket. Waktu yang lainnya bisa buat istirahat. Lain kali, kalau mau latihan sampe malem gini. Chat aku dulu aja. Bukan apa-apa, tapi biar jangan sendirian malem-malem di sini, bahaya. Orang tua kamu gak nyariin apa?"

"Aku udah minta izin sama Papa kalau jam 10 malam udah pulang. Udah share lokasi juga ke Papaku."

"Kamu emang tipe anak yang gak dikekang, tapi percaya deh sebenarnya orang tua kamu itu khawatir kalau kamu gak pulang-pulang sampe jam segini. Mereka cuek bukan berarti gak peduli sama kamu. Terus, kamu sekarang pulang sama siapa?"

"Paling naik Ojol."

"Tuh kan, anak gadis mana aman pulang sendirian malem-malem kayak gini. Rawan ketemu begal atau kelompok geng motor. Ya udah, aku anterin yuk."

Keduanya segera meninggalkan tempat tersebut untuk menuju bengkel. Dara bersiap menyalakan mesin motor vespa untuk mengantarkan seorang gadis remaja pulang ke rumah. Terlebih dahulu ia mengenakan jaket parka untuk meredam dinginnya angin malam kala membonceng Andhin di atas motornya. Menyusuri jalanan kota dan melewati wilayah yang sudah hening di kegelapan malam. Keringat Andhin yang semula terasa hangat kini berubah menjadi dingin karena kuatnya embusan angin malam yang menerpa tubuh dan wajahnya. Melihat pantulan dari kaca sepion, Dara melihat gadis di belakangnya sedang menggigil kednginan hingga melipat kuat kedua tangannya.

"Dhin, kamu sampe menggigil gitu, kedinginan ya?" Dara berbicara keras melawan suara mesin dan jalanan yang sedang dilewati.

"Iya. Keringet di badan aku kok jadi dingin ya? Tadi sih keringetnya anget."

"Coba peluk aku aja deh. Suhu tubuh manusia kan bisa ditransfer."

"Gak ah. Gak masalah kok dingin juga."

"Eh, gak apa-apa. Daripada kamu masuk angin."

Andhin akhirnya menuruti saran dan mulai melingkarkan tangan di pinggang Dara. Suhu tubuhnya menjadi lebih hangat dibanding saat mencoba menghangatkan dirinya sendiri dalam embusan angin malam yang menerpa. Saat itu juga, Andhin terbesit sebuah kenangan saat terakhir kali dirinya memeluk seseorang di atas sepeda motor. Ia kembali teringat pada Kevin.

Setiba tepat di depan rumahnya, Andhin tak lupa mengungkapkan rasa terima kasih meski dengan raut wajah yang tampak menahan malu.

"Makasih ya Teh Nadi, udah anterin aku malem-malem gini sampai rumah. Sekali lagi maaf, tadi gak sempat izin dulu kalau mau latihan di sana. Lain kali nanti izin dulu, deh."

"Iya, nanti lain kali chat aku dulu ya. Kalau mau latihan pagi, siang, atau sore sih silakan pakai aja gudangnya. Tapi jangan sampai malem deh. Kalau malem mendingan kamu istirahat aja di rumah."

"Oke siap, makasih Teh. Aku masuk rumah dulu ya." Andhin berbalik hendak membuka pintu rumah. Namun, baru beberapa suara Dara memanggilnya lagi seolah ada pesan yang belum tersampaikan.

"Andhin! Tunggu!"

"Ya, apa?"

"Besok pulang sekolah jam berapa?"

"Jam 2."

"Oke, besok aku jemput kamu pulang. Ada yang pengen aku bicarain."

"Emang apa?"

"Nanti aja." Tak berkata apapun lagi, Dara memutar arah sepeda motor dan segera tancap gas untuk kembali pulang.

Di dekat pintu rumahnya, Andhin masih berdiri melihat perempuan yang telah mengantarkannya semakin jauh pergi dan hilang dari pandangan.

Next Chapter 🔽

About D ( Her Secret ) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang