43 | RENGGANG

5.9K 655 195
                                    

Di dalam kelas, Gerhana tak benar-benar menyimak pembelajaran. Pikirannya terbagi menjadi dua, antara Bulan dan seorang gadis semalam yang menantangnya di arena balap.

Awan yang sedari tadi hanya memainkan tip-ex milik Gerhana seperti pesawat terbang, pun menghentikan aktifitasnya ketika melihat Gerhana memainkan bolpoin dengan wajah yang masam.

"Woi! Bengong mulu," tegur Awan mengecilkan suara agar tidak terdengar oleh guru.

Gerhana sedikit tersentak, wajahnya masih datar malah membuat Awan terkekeh kecil. "Sohib gue kenapa ini, hm?" tanya Awan.

"Masih kepikiran tadi malam? Sumpah gue beneran nggak tau nama lawan lo siapa, anak mana. Yang gue tau cuma dia perempuan," ujar Awan menggidik, kan bahunya acuh tak acuh. "Skill dia bagus sih. Tapi sayang nggak mau buka helm dan langsung pergi aja waktu gue mau minta nomor teleponnya," lanjut cowok itu.

"Coba lo tanya Marco. Mungkin dia tau," saran Awan. Marco, cowok itu yang menyuruh Gerhana untuk menerima tantangan dari gadis yang entah namanya siapa itu.

"Entahlah," ujar Gerhana menggidik, kan bahunya.

"Sebenernya lo ada masalah apa sih? Gue merasa nggak dianggap sama lo. Soalnya lo jarang kumpul juga, jarang cerita bareng-bareng," ujar Awan mengingat Gerhana yang selalu sibuk sampai tak ada waktu untuk kumpul.

"Nggak semua privasi bisa diceritain," jawab Gerhana.

Awan menyipitkan kedua mata. "Lo nggak percaya sama gue?" tanya Awan mencoba agar Gerhana tidak ragu padanya. "Ragu sama gue?" tanya cowok itu lagi.

Gerhana menatap Awan dengan helaan napasnya. "Inget Caca?" tanya Gerhana menggeser kursinya agar dekat dengan kursi Awan.

"Caca?" beo Awan mencoba mengingat-ingat nama tersebut. "Caca temen SMP kita? Yang orang tuanya meninggal karena kecelakaan itu? Yang habis itu tinggal sama lo?" tanya Awan.

"Yang ... koma udah sekitar dua atau tiga tahun ini?" tanya Awan suaranya sengaja dikecilkan.

"Dia udah sadar," ucap Gerhana.

Awan membulatkan mulutnya. "Boleh ketemu sama dia?" tanya Awan. "Gini gini gue temenan juga sama dia, meski gue sering jahilin dia sih."

"Hmm," jawab Gerhana.

"Terus apa masalahnya? Lo kok kelihatan kayak ada beban gitu?" tanya Awan menyenderkan tubuh pada dinding, posisinya menyamping manatap Gerhana. Tak peduli jika masih ada guru yang menerangkan di depan sana.

"Gue jarang kumpul karena ngurus dia. Santai aja kalau ada waktu pasti gue kumpul," ujar Gerhana.

Sementara itu, kelas Bulan yang sedang pembelajaran matematika membuat para murid malas dan banyak yang tidur.

Bulan sendiri terus saja memikirkan Gerhana. Gadis itu sedikit tidak menyangka bahwa Gerhana bersikap egois. Ia terus saja melamun sembari mencoret-coret buku tulis halaman belakangnya dengan coretan tak berbentuk.

Sejak tadi Pelangi memperhatikan Bulan. Wajahnya muram tak seperti biasanya, bibirnya pucat pasi seperti mayat hidup. Biasanya jika jam kosong seperti ini Bulan senang bercerita pada Pelangi. Entah itu penting atau tidak, semua selalu ia ceritakan pada Pelangi. Akan tetapi tidak untuk sekarang, Pelangi jadi bingung ada apa dengan gadis itu?

"Lan," panggil Pelangi membuat gadis itu menoleh lesu.

"Kenapa?" tanya Bulan to the point.

"Lo sakit? Bibir lo pucet banget loh," ujar Pelangi. "Kita ke UKS aja yuk," ajak Pelangi.

GERHANA {BELOVED HACKER} SEGERA TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang