24

877 136 9
                                    


      Jihoon mengangkat sebelah alisnya, Oh Hayoung berkata ingin bertemu dengannya sore ini. Seringai tipis terulas dibibirnya, sepertinya ia dapat menebak pembicaraan yang akan terjadi. Pagi ini ia mengirim video saat Eunbi membakar tiket itu pada Hayoung, tentu saja hal ini akan memicu gadis itu untuk kembali berulah.

     "Ada apa?" Soonyoung melingkarkan tangannya dipinggang Jihoon dan berusaha membaca tulisan di layar ponsel Jihoon.

     Gadis itu mengangkat ponselnya dan menunjukkan pada Soonyoung dan tersenyum begitu manis. "Let's play the game"

     "Wanna come with me?"

      "Nee, I can handle it"
.

.

.

    Jihoon tiba lebih dulu, Hayoung memintanya datang ke sebuah restoran mewah dengan meja resevasi dan pelayanan serba istimewa. Jihoon tidak datang dengan penampilan mewah kali ini. Ia hanya mengenakan kemeja hitam satin dengan celana jenis palazo berwarna khaki yang terlihat formal. Tentu saja karena ia barusaja bertemu salah satu perwakilan dari perusahaan musik yang kembali melirik dirinya untuk sebuah project. Rambut panjangnya terurai dengan sedikit gelombang dan terjatuh apik dipunggungnya. Wajahnya nampak segar seperti remaja dengan aura yang begitu dewasa dan karisma.

        Ia menyesap kembali wine merah didalam gelasnya. Maniknya diam-diam memperhatikan design restoran ini. Tema restoran mewah pada standart nya, dengan warna gold yang nampak apik dipadupadankan dengan warna hitam serta perak. Alunan melodi yang rileks serta aroma masakan yang menggoda untuk dicicipi. Sesekali ia melirik jam dipergelangan tangannya dan akhirnya bergumam "lima menit lagi aku pergi". Tidak terasa sudah lima belas menit ia menunggu tanpa kabar dari Hayoung.

      Ia tersenyum miring, bagaimana bisa seseorang yang katanya dari keluarga sukses tapi ternyata bukanlah orang yang tepat waktu. Dan Jihoon sangat tidak menyukai orang-orang yang tidak tepat waktu. Soonyoung menghubunginya dan mengatakan akan menjemputnya disana sebentar lagi setelah dirinya mengatakan bahwa gadis itu tidak kunjung datang.

     Dan bahkan setelah lima menit berlalu gadis itu tidak kunjung muncul. Jihoon menggelengkan kepalanya tidak percaya dan terkekeh kecil, gadis itu bermain-main dengannya sepertinya. Diletakkannya map cokelat diatas meja, mengatakan pada pelayan untuk membiarkan map itu terus disana hingga Hayoung tiba dan menemukannya sendiri.

      Jihoon melangkah keluar dari restoran itu, tapi ekor matanya ternyata menangkap bayangan seorang Hayoung yang duduk tidak jauh dari tempat janjian mereka. Gadis itu sepertinya sengaja hanya membiarkan Jihoon disana sendiri dan terus memperhatikannya dari jauh.

      "Kau pemerhati yang cukup baik. Bermain menjadi detektif?"

      Hayoung terlihat gugup begitu Jihoon menghampirinya. Gadis itu duduk dengan gusar dan mencoba untuk tidak menatap Jihoon. Jihoon meminta tolong seorang pelayan untuk mengambilkan mapnya, dan segera melemparkan map itu pada Hayoung.

       "Kerja kerasmu cukup bagus untuk mengetahui Eunbi" Jihoon menatap lekat-lekat manik gadis itu. Kedua tangannya ia tumpukan dimeja hingga dirinya menjadi lebih dekat dengan Hayoung. "Sebenarnya, kau bisa bertanya langsung padaku jika kau tertarik pada Eunbi"

       "Apa maksudmu?" Hayoung membalas tatapan Jihoon, gadis itu terkekeh kecil. "Kau kira aku yang mengirim ini?"

      "Eum.. Jadi bukan dirimu?" Jihoon sengaja berpura-pura terkejut. Tangannya terangkat untuk mengusap tengkuk Hayoung. "Jika begitu aku minta maaf padamu" jemari itu berhenti ditengkuk Hayoung dan perlahan mengerat. "Tapi kau yang memulai permainan. Kau mengirim kado pada Soonyoung dan memberi tiket pada Eunbi" cengkramannya semakin menguat dibalik helai rambut Hayoung. "Apa besok kau akan membeli perusahaan Tuan Lee juga? Ah.. Atau membuangku jauh-jauh dari Soonyoung" Jihoon mendekatkan bibirnya ke telinga gadis itu.

     Sedangkan Hayoung menggeliat berusaha melepasan cengkraman tangan Jihoon ditengkuknya. Bagaimana bisa orang-orang di restoran ini tidak ada yang menolongnya. Ia tahu ini salahnya karena memilih posisi sangat pojok. Tapi jika terjadi sesuatu yang lebih parah ia berjanji akan berusaha berteriak untuk-

      "Ssssttt... tidak perlu berteriak seperti itu. Kau tau aku tidak akan menyakitimu jika kau tidak memulai permainan ini"

       "Sial! Aku tidak akan pernah melupakan ini! Kau tau aku bisa melakukan apa saja-"

      "Aa... Benar. Kau bisa melakukan apa saja karena ayahmu. Ckckck jangan jadi gadis manja sayang, kau terlalu merepotkan ayahmu. Ah.. Kau memang anak yang merepotkan ternyata. Selain pengecut ternyata juga benalu atau.. parasit?" gigi Hayoung mengerat, rahangnya mengeras dengan penuh amarah. Sangat berbanding terbalik dengan raut Jihoon yang nampak sangat tenang. Mata gadis itu sama sekali tidak menunjukkan apapun, hanya kalimat dan cengkraman yang semakin kuat yang membuat Hayoung panik. Tengkuknya sangat sakit. Ia bahkan yakin jika lehernya bisa patah hanya karena cengkraman Jihoon.

     "Kau tenang saja. Lehermu tidak akan aku patahkan hanya karena ini. Bukankah kau anak gadis yang sangat berharga? Ahli waris perusahaan dan kekayaan lainnya"

     Dilepaskannya cengkraman itu, dan mengangkat dagu Hayoung membuat gadis itu memberikan fokusnya pada Jihoon. "Kau yang memulai permainan, jangan berhenti hingga kau keluar menjadi seorang pecundang" diusapnya bibir gadis itu dengan ibu jari Jihoon. "Dan jangan menjadi murahan untuk pria yang sudah memiliki pasangan".

.

.

.

     Soonyoung terus memperhatikan Jihoon yang sejak keluar dari restoran menjadi lebih diam. Tidak, gadis itu tidak nampak marah, sedih, atau emosi lainnya. Hanya dia dan menatap jalanan dengan tenang.

   "Is it good or not?"

   Jihoon tidak menjawab, bahkan seperti tidak menganggap Soonyoung bertanya. Ia terus diam dan memejamkan matanya begitu saja. Hingga ia merebahkan kepalanya pada bahu Soonyoung dan memeluk lengan laki-laki itu secara tiba-tiba.

   "Aku sedang menyetir, Jihoon"

   "Apa? Aku tidak melakukan apa-apa" gadis itu tetap merebahkan kepalanya dibahu Soonyoung membuat laki-laki itu tersenyum kecil. Diusapnya sejenak puncak kepala Jihoon dan kembali fokus menyetir. Jihoon nampak semakin menggemaskan dimatanya. Gadis itu tidak lagi menahan diri untuk menunjukkan ekspresi wajahnya pada Soonyoung. Begitupun pada teman-teman yang lain, gadis itu menjadi lebih terbuka dan membiarkan mereka mengambil bagian dihidup gadis itu. Senyumnya semakin mengembang jika mengingat bagaimana mereka tumbuh menjadi lebih dewasa daripada sebelumnya. Serta masalah demi masalah yang tidak pernah mereka duga sebelumnya. Maniknya bergulir pada cincin emas putih yang masih betah bertengger dijemari kirinya.

    "Cincin itu akan terbakar jika terus kau lihati seperti itu"

    "Ku kira tidur"

    "Mm hm, sedang mencoba"

    "Tidurlah, akan kubangunkan ketika sampai nanti"

.

.

.

Drama (Squel of Mask) GSWhere stories live. Discover now