19

790 131 16
                                    

     "Dulu tidak ada yang salah dengan keluargaku. Baik-baik saja meskipun ayahku tetap sibuk bekerja" Jihoon melemparkan pandangannya keluar. Mencoba kembali menarik kilasan jejak hidup masa kecilnya. "Aku hanya seorang anak yang suka bermain dan pergi kesekolah. Semua baik-baik saja hingga ketika aku pulang sekolah, aku menemukan ayahku berbicara dengan nada tinggi pada ibuku"

"Aku tidak punya pilihan lain selain membantunya. Dewasalah sedikit! Jangan egois" setelah itu Tuan Lee pergi meninggalkan rumah. Jihoon cukup shock mendengar suara ayahnya. Ibunya terduduk ditepi kasur tanpa suara, hanya air mata yang terus turun dari manik kelam sang ibu.

     "Sejak saat itu pria sialan itu tidak pernah muncul lagi. Aku dan ibuku berusaha mati-matian agar tetap bertahan tanpa bantuan darinya. Itu sangat sulit. Apalagi diusiaku yang seharusnya lebih banyak bermain. Tapi aku tidak bisa" maniknya menatap Soonyoung yang tetap diam. Pria itu mendengarkan Jihoon dengan seksama. "Aku tidak bisa membiarkan ibuku berjuang sendiri. Aku menbantunya sebisaku. Seperti apa yang anak kecil bisa lakukan"

     Soonyoung mengajak Jihoon duduk ke kursi penumpang dibelakang. Setidaknya ia dapat memeluk Jihoon saat gadis itu merasa tidak nyaman. Bercerita tentang masa lalu adalah hal yang tidak mudah. Jihoon tidak menolak saat Soonyong menariknya untuk bersandar dengan jas milik Soonyoung yang sudah terlampir ditubuhnya.

     "Bahkan saat ibu sakit tidak pernah sekalipun pria itu menjenguk kami. Dan itu adalah masa-masa tersulitku. Aku tidak bisa bercerita pada siapapun, aku tidak bisa mengeluh pada siapapun. Karena aku harus menjadi alasan ibuku untuk bertahan" jemari Soonyoung menggenggam miliknya erat. "Cukup lama kami bertahan dikeadaan seperti itu. Hingga ibuku akhirnya memilih menyerah. Ibuku menyerah pada semuanya. Rasanya aku seperti mengawang, Soonyoung. Rasanya duniaku hilang. Dan semakin gelap ketika pria itu muncul disaat dokter mengumumkan kematian ibuku. Pria sialan itu mencul bersama seorang wanita dan gadis yang sepantaran denganku digendongannya. Wajahnya tidak menunjukkan rasa bersalah padaku, Soon. Dia hanya datang dan mengatakan aku akan tinggal dengan mereka. Pria sialan itu hanya berkata suatu saat kau akan mengerti, Jihoon" manik kelam Jihoon bergetar, air mata mulai berkumpul dipelupuk matanya. Ia menatap Soonyoung. "Katakan padaku, disebelah mana aku harus mengerti?"

      Jemari hangat Soonyoung menghapus lelehan air mata yang perlahan turun dari wajah Jihoon. Tidak, gadis itu tidak histeris. Gadis itu sangat tenang jika dibandingkan orang-orang yang menceritakan kisah seperti itu.

      "Apa kau pernah bertanya lagi mengenai hal ini? Setidaknya agar semuanya jelas"

      "Tentu saja. Aku bahkan lebih tau dari segalanya. Pria sialan itu, ia lebih memilih wanita yang ternyata pernah melakukan one night stand dengannya. Secara tidak sengaja. Dan menghasilkan seorang anak yang bahkan diusia yang sama denganku. Pria sialan itu memilih wanita yang tidak jelas asal usulnya daripada ibuku yang jelas istri sah nya. Dia bilang hal itu ia lakukan untuk sebuah tanggung jawab" tangan Jihoon terkepal mengingat segala pembicaraan yang pernha terjadi antara dirinya dan Tuan Lee.

     "Setelah bertahun-tahun lamanya ia baru mengatakan maaf padaku saat aku berada ditingkat high school. Karena aku selalu bertingkah kasar pada anak dan istri sialannya. Dia mengatakan segala kekayaannya akan ia wariskan untukku demi meminta maafku" sudut bibir gadis itu terangkat. Rahangnya mengeras. "Kebahagianku hanya sebatas harta" desisnya. Ia tersenyum miring dengan mata memincing tajam. "Aku ingin membunuhnya saat itu juga. Beserta istri dan anaknya. Hh! Bahkan wanita sialan itu telah berstatus istrinya disaat ibuku masih menjadi istri sahnya"

      "Kau masih membenci mereka?" Soonyoung bertanya hati-hati.

     "Bahkan jika ada kata lebih dari benci mungkin itu yang kugunakan. Selama ini aku berusaha keras dalam hidupku agar aku bisa mandiri, aku ingin lepas dari rumah itu. Tidak ingin melihat wajah orang-orang yang tiba-tiba hadir seperti mereka lebih lama lagi. Aku mengasah segala kemampuanku, dan berakhir sukses dibidang musik" Jihoon memberi jarak diantara dirinya dan Soonyoung. Ia menatap mata pria yang sudah menemaninya beberapa tahun terakhir ini. "Diawal perjodohan ini aku memang menerimamu demi menyiksa batin gadis sialan itu lebih dalam. Ayahnya yang terhormat itu mengkhianati perjanjian kami dengan memasukkan aku ke dunia medis dan membiarkan Eunbi memilih studi nya sendiri. Padahal ia pernah berjanji membebaskanku memilih studi jika aku terus menmpati rangking pertama dalam paralel sekolah dan memenangkan kompetisi-kompetisi memuakkan itu" dari sini Soonyoung terkejut. Bukankah Jihoon pernah mengatakan secara tidak langsung bahwa ia cinta pertamanya?

       "Aku memang menaruh hati padamu, tapi mulai bercampur dengan emosi saat kau lebih memilih gadis sialan itu. Lihat bukan? Bahkan segalanya lebih memilih gadis sialan itu" Jihoon berdecih.

      Jujur saja, Soonyoung tidak dapat mengenali Jihoon yang sekarang. Mata gadis itu nampak berbeda, penuh amarah namun tenang disaat bersamaan. Air mata memang mengalir dari matanya, tapi sorot gadis itu tidak menunjukkan kesedihan maupun kekecewaan. Bibir yang biasanya nampak cerah itu kini tersenyum dengan makna berubah-ubah. Apa ini? Soonyoung baru menemukan sisi Jihoon yang seperti ini.

     "Kau tahu Soonyoung, aku menceritakan ini tidak untuk membuatmu kasihan padaku" tiba-tiba saja jemarinya terangkat wajah Soonyoung. "Tidak untuk membuatmu mengerti diriku. Atau menjadi tameng untukku" tangan itu bergerak turun keleher Soonyoung. "Tapi setidaknya kau tahu, aku tidak pernah main-main dalam menjalani hidupku"

    "Apa yang aku mau, akan aku dapatkan. Apa yang tidak aku sukai-" Jihoon memberi jeda dan mendekatkan bibirnya tepat didepan bibir Soonyoung. "Akan aku singkirkan"

.

.

.

     "Apa maksudmu mengkhawatirkan kami?" Seowon menatap Minjae tajam.

    "Sesuatu yang buruk dapat menimpa kalian kapan saja" sebelah alis Seowon terangkat, ia tersenyum miring dengan dagu terangkat.

    "Apa itu artinya kau merencakan hal buruk pada kami?" ia berdecih dan menatap konyol seniornya. Mengambil satu langkah maju agar lebih lekat menatap sang senior. "Sunbaenim, kau harus tahu satu hal. Kami tidak seperti yang kau fikirkan. Jadi sebaiknya sunbaenim yang berhati-hati, eoh"

    "Lee Seowon"

    "Seperti yang kau katakan. Sesuatu yang buruk dapat terjadi kapan saja bukan?" seringai itu menghilang dari wajah Seowon. Dan sedetik kemudian berganti dengan senyum lebar khas Lee Seowon yang sbeenarnya. Ia mengambil satu labgkah mundur dan membungkuk beberapa derajat. "Terimakasih atas tumpangannya, Hyung. Hati-hati dijalan" ia melambaikan tangannya dan berbalik pergi. Meninggalkan Minjae yang terdiam ditempat. Sorot matanya tidak terbaca.
.

.

.

Drama (Squel of Mask) GSWhere stories live. Discover now