Aku kembali disibukkan dengan kegiatan kantorku yang menumpuk. Sohee selalu memintaku untuk menemaninya bermain, namun selalu ku abaikan karena pekerjaan yang belum terselesaikan. Bahkan aku harus selalu berkutat di depan laptop dan tumpukan kertas saat berada di rumah. Anak itu mulai merengek setiap dia melihat kesibukanku ini.
"Appa, aku merasa bosan...."
Aku sedikit merasa bersalah padanya karena belum bisa membawa teman sebayanya yang bernama Jonghyun itu ke sini. Di rumah, hanya dia satu-satunya perempuan termuda dan tidak sering berinteraksi dengan pekerja.
"Apa kau bisa menunggu sampai jam makan siang?"
Anak ini menatapku dalam diam. Aku harus mengatur waktu supaya pekerjaanku ini selesai dengan cepat. Tapi sepertinya Sohee benar-benar akan menangis kalau sampai ku abaikan lagi kali ini.
"Arasseo. Apa yang ingin kau lakukan sekarang?" Aku mulai menutup laptop dan membereskan kertas-kertas yang berserakan di atas meja.
Tanpa bicara apapun, Sohee mulai menarik tanganku sampai aku harus berdiri dari sofa. Dia terus membawaku menjauh dari area ruang tamu dan mulai berhenti di depan sebuah pintu yang tertutup rapat.
"Appa, tolong keluarkan mainan yang ada di dalam"
Dia mulai menggunakan bahasa isyarat sambil menunjuk ke arah pintu. Aku menghela nafas pelan dan mulai membukanya. Tempat penyimpanan di dalam rumah ini kembali berdebu seperti terakhir kali aku memasukinya waktu itu. Pintu ini selalu tertutup rapat dan tidak akan ada yang ingin membukanya sama sekali. Tapi bagaimana Sohee tahu letak mainan lamanya?
Aku terus berjalan menyusuri beberapa barang yang sama sekali tidak pernah digunakan lagi. Aku menengok dan mendapati Sohee mengikutiku di belakang.
"Kenapa kau ikut masuk? Tunggulah di luar sana"
Anak ini menghiraukan bahasa isyarat yang ku gunakan padanya. Dia tiba-tiba saja mendahuluiku dan menuju ke arah tumpukan pajangan foto yang tersusun tidak rapih. Dia tampak mengambil foto paling atas yang membuatnya kesulitan karena terlalu berat untuk di pegangnya sendiri.
"Berhati-hatilah...."
Anak ini menengok ke arahku saat tanganku meraih pajangan yang hampir jatuh itu.
"Appa, apa dia Ibuku?"
Pertanyaannya membuatku bingung.
"Wanita ini terlihat cantik dan fotonya juga ada di pajangan ruang tamu juga"
Aku mulai memandangi pajangan yang ku pegang. Ada tulisan kecil di ujung bingkai yang menandakan identitas sang model foto.
"Kenapa kau bisa berpikir kalau dia adalah Ibumu, Sohee'ah?"
Dia terdiam sejenak.
"Paman Park mengatakan kalau Ibuku pasti sangat cantik. Dia selalu memuji penampilanku saat Bibi Park memilihkan pakaian untukku"
Pengacara Park dan istrinya memang sangat menyayangi anak ini seperti anak mereka sendiri. Tapi aku baru mendengar pujian itu secara langsung dari Sohee sekarang.
"Ini bukan foto Ibumu" Aku langsung menaruh kembali pajangan tadi ke tempatnya.
"Lalu, dimana Ibuku sekarang, Appa?"
"Aku tidak tahu. Lebih baik kau tunggu di luar karena di sini sangat berdebu. Kau juga tidak menggunakan masker, nanti kau bisa menghirup banyak udara kotor di sini"
"Appa, apa Ibuku juga sudah meninggal seperti Ayahku?"
Aku mulai terdiam. Dia sepertinya mulai merasa penasaran karena aku tidak pernah menceritakan apapun mengenai kedua orangtuanya selama ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Protect Me If You Can
Fanfic[COMPLETED] Nasib kehidupan yang berbeda rupanya bisa mempertemukan Park Chorong dan Kim Suho dalam situasi yang sama. Suho harus menyewa jasa pengawal pribadi untuk mengatasi permasalahan yang dihadapinya sejak lama. Chorong yang direkrut olehnya...