21|| Mark Lee

494 62 28
                                    


Namja tampan berdarah kanada itu menuruni satu persatu anak tangga sembari bersenandung kecil, membuat sang adik yang tadinya sibuk dengan camilan dan acara tv didepannya menoleh, mendapati sang kakak yang sudah rapi dengan pakaian santainya.

"Ini akhir pekan, kau tidak kekantor hyung?" tanya Jeno heran.

Mark terkekeh pelan. "Justru itu, karena ini akhir pekan, aku akan bersenang-senang"

Mata Jeno berbinar mendengar jawaban sang kakak. "Jadi kita akan pergi sekarang? Tunggu sebentar, aku akan bersiap—"

"Siapa bilang aku akan pergi denganmu?" ucapan Mark berhasil membuat langkah Jeno terhenti. Namja tampan berdarah kanada itu menatap sang adik dengan tatapan mengejek. "Aku akan pergi sendiri. Kita akan pergi nanti malam. Lagipula, kenapa kau tidak bersama Jaemin dan Renjun di akhir pekan seperti ini?"

Jeno mendengus. Tadinya ia juga berniat menemui Renjun dan Jaemin. Tapi, ia sudah terlanjur mengatakan pada temannya jika ia ada acara bersama Mark. "Mereka mungkin sudah pergi tanpaku saat ini" gumam Jeno kesal.

Alis Mark menukik. "Tumben kau membiarkan mereka pergi berdua" Namja itu menyeringai. "Kau sudah menyerah, Lee Jeno?"

"Pergi dan pulanglah sebelum matahari terbenam. Aku akan menghajar wajah yang kau bangga-banggakan itu jika kau mengingkari janji untuk mengajakku jalan-jalan malam ini" kata Jeno lalu beranjak pergi. Ia enggan menjawab pertanyaan Mark. Kakaknya itu sangat licik, ia tak akan membiarkan isi pikirannya diketahui oleng sang kakak. Jeno menghela nafas, Renjun dan Jaemin saling menyukai. Ia sadar ia tak punya peluang dan harapan lagi untuk kisah cintanya.

Berbeda dengan Jeno yang berperang dengan isi hatinya, Mark justru tersenyum tipis menatap punggung sang adik yang semakin menjauh. Tanpa disadari siapapun, Mark memperhatikan apa yang tidak orang lain perhatikan. Ia menggeleng-gelengkan kepala, melangkahkan kakinya ke tempat dimana mobil pemberian Ayahnya terpakir. Sungguh kisah cinta yang rumit. Jeno sudah lama menyukai Renjun, dan ia mengira Renjun menyukai Jaemin. Adiknya itu tidak tau Jika Jaemin juga mempunyai pikiran yang sama dengannya. Bedanya, Jaemin tidak sadar akan perasaannya pada Renjun.

Sedan hitam itu melaju dengan kecepatan rata-rata melintasi gerbang, membelah jalan raya yang ramai oleh kendaraan. "Sayangnya mereka bersaudara. Aku penasaran siapa yang akan mengalah, atau bertahan setelah saling memperjuangkan" gumamnya pelan lantas kembali bersenandung kecil, menikmati cerahnya cuaca hari itu.

*-*-*-*

"Rumah harapan" Mark tersenyum menatap bangunan berlantai dua yang terlihat sederhana namun menyimpan sejuta kehangatan didalamnya. Ia mengeluarkan dua kantong plastik besar berisi makanan dan melangkahkan kakinya melintasi halaman yang ditumbuhi rumput dan bunga di setiap sisinya.

"Berhentilah menangis... Tidak apa-apa, ini akan sembuh setelah diobati"

Atensi Mark teralihkan begitu melihat seorang namja berusia 14 tahun tampak menenangkan seorang anak tengah menangis keras. Mark tersenyum saat melihat lutut anak itu yang berdarah.

"Kai!"

Merasa namanya dipanggil, namja berusia 14 tahun itu menoleh dan tersenyum hangat pada Mark yang menyapanya. "Ku pikir kau sibuk hingga tak datang lagi, Hyung"

Mark berjongkok, mengusak lembut kepala anak yang menangis tadi. "Pasti sakitnya?" katanya prihatin. Ia mengeluarkan sebatang coklat dari salah satu plastik besar yang ia bawa. "Lukamu akan sembuh, anak laki-laki harus kuat. Jika kau tidak menangis, hyung akan memberimu coklat"

Anak itu berhenti menangis, menerima coklat memberian Mark dengan wajah sembab yang terlihat menggemaskan. Mark terkekeh dibuatnya. "Jadi David, siapa yang membuatmu menangis?"

The Crossing (CHANBAEK || JAEMREN) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang