42|| Pulang

291 54 21
                                    

"Bisa tolong antarkan kami terlebih dahulu ke kediaman Lee?" tanya Haechan sopan. Saat ini mereka tengah berada disalah satu mobil milik keluarga kim. Beberapa menit yang lalu Jeno bersikeras menolak tawaran Suho yang hendak mengantar mereka pulang. Daripada membiarkan adiknya menaiki kendaraan umum, Suho meminta sopir keluarganya untuk mengantar Haechan dan Jeno pulang. Untung saja mereka tak menolak.

"Apa sebutan untuk orang tua yang kehilangan anaknya?"

"Hah?!" Haechan mengernyit bingung menanggapi pertanyaan Jeno yang terkesan tiba-tiba. Mobil yang mereka tumpangi melesat cepat membelah jalanan kota.

"Istri yang kehilangan suaminya disebut janda. Suami yang kehangan istrinya disebut duda. Anak yang kehilangan orang tuanya disebut yatim piatu. Lalu, apa sebutan bagi orang tua yang kehilangan anaknya?"  Jeno memperjelas pertanyaannya.

Haechan terdiap sejenak. Ia tau apa yang tengah Jeno pikirkan sekarang. "Tidak ada"

Jeno menoleh cepat. Wajahnya terlihat kebingungan seakan tak mempercayai apa yang Haechan katakan. "Sungguh tidak ada?"

"Tidak ada" jawab Haechan sungguh-sungguh "Karena tidak ada kata yang tepat untuk mendeskripsikan penderitaannya. Kehilangan pasangan hidup dan kehilangan orang tua adalah kejadian yang umum terjadi. Mereka hanya kehilangan masa lalunya. Tapi, orang tua yang kehilangan anak sama saja dengan kehilangan masa depan. Bagi orang tua anak adalah harta termasuk masa depan mereka. Jika anak mereka hilang, masa depan mereka juga akan hilang"

Jeno terdiam. Ucapan Haechan memang benar. Tapi kenapa? Bukankah itu terlihat tak adil?

"Aku tak akan memaksamu untuk memaafkan atau kembali pada keluarga aslimu. Semua itu tergantung pilihanmu. Tapi maukah kau mendengar cerita orang tuamu menurut pandanganku?"

Jeno diam namun beberapa detik kemudian mengangguk, membuat Haechan tersenyum tipis. Ia tau, Jeno adalah pendengar yang baik. "Kalian adalah anak pertama. Anak yang sedah lama dinantikan kelahirannya oleh orang tuamu. Kau dengar sendiri Ayah dan kakakmu sudah menyiapkan kamar, mainan bahkan pakaian untuk kalian. Seantusias itu dan tiba-tiba saja kalian dikabarkan menghilang bahkan sebelum mereka sempat memberikan pelukan kasih sayang pada kalian. Kalian belum sempat diberi nama—"

Jeno menoleh saat Haechan tak melanjutkan ucapannya. "Kenapa kau diam?"

"Tidak mungkin" tidak ada kata yang tepat untuk mendeskripsikan perasaan Haechan sekarang. Namja berkulit tan itu menatap Jeno yqng tengah kebingungan. "Kalian belum diberi nama!" serunya tiba-tiba membuat sopir yang tengah sibuk mengemudi terperanjat kaget.

Jeno memutar bola mata malas. "Iya, lalu kenapa jika kami belum diberi nama?"

Namja berkulit tan itu memukul lengan Jeno hingga sang empu meringis kesakitan. "Dasar bodoh. Aku tak percaya kau masuk dalam jajaran siswa berprestasi disekolah. Kalian belum diberi nama, bagaimana bisa Eomma memberikan marga Na pada kalian jika asal usul kalian saja tak jelas"

"Mungkin saja itu hanya kebetulan—"

"Tidak mungkin!!!" Haechan segera membekap mulutnya sendiri saat menyadari bahwa ada orang lain yang mendengar perbicaraan mereka. Mulutnya benar-benar tak bisa dikondisikan. Namja itu berdeham. "Maaf pak, mungkin ini terdengar tak sopan. Tapi  bisakah Anda dengan mengatakan siapa tuan Anda sekarang?" tentu saja Haechan harus bertanya agar tak sembarang orang bisa mendengar pembicaraan yang terbilang privasi.

Sopir itu tersenyum simpul. "Saya sudah 10 tahun bekerja di bawah perintah keluarga Kim. Tuan muda Lee tak perlu khawatir, Tuan muda Jeno adalah bagian dari keluarga Kim. Saya tak akan berani membeberkan pembicaraan kalian pada orang lain"

The Crossing (CHANBAEK || JAEMREN) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang