34|| Janji

361 63 15
                                    


Jaemin menghela napas kesal. Sudah 30 menit sejak Haechan dan Jeno mengabaikannya. Sejak datang Jeno sibuk dengan game diponselnya, sedang Haechan sibuk memakan buah yang Sooyoung beli.

"Kalian pasti berbohong saat mengatakan kalian sangat merindukanku" ujar Jaemin membuat seluruh atensi tertuju padanya. "Jika kalian jujur, kalian tidak mungkin mengabaikanku seperti ini" decaknya kesal.

Jeno menaikkan salah satu alisnya lantas kembali berkutat pada gamenya. "Jika kau punya ponsel, aku akan mengajakmu bermain game bersama" katanya tanpa menoleh.

Jaemin menoleh kearah Haechan yang masih sibuk dengan apelnya. "Bibi itu membawakan buah untukku. Kenapa kau memakannya Hyuck?"

Haechan tertawa. Semakin memanas-manasi Jaemin dengan berlagak seolah-olah apel itu adalah buah terenak didunia. "Kau tidak boleh makan makanan keras Jaem. Makan saja pisang itu"

Jaemin memutar bola mata malas. Ia bosan makan pisang. Dokter melarangnya memakan makanan enak. Ia tidak suka bubur dan sup hambar buatan rumah sakit. Ia ingin tteokbokki.

Ceklek

"Selamat pagi Jaemin" Jaehyun datang bersama dengan Siwon dan Suho dibelakangnya.

Jaemin masih menatap pintu. Kenapa hanya mereka bertiga yang datang? "Dimana Taeyong Hyung? Kenapa dia tidak datang?"

Jaehyun tersenyum, memperlihatkan lesung dipipinya. "Taeyong— maksudku dokter Lee sedang mengurus pasien lain. Mungkin ia akan datang saat jam makan siang" jawabnya dengan sabar. "Nah sekarang aku akan mulai pemeriksaan"

Jaemin mengangguk lemas. Meski Jaehyun terlihat tampan dan ramah, tetap saja Jaemin takut diperiksa. Ia terlalu takut mendengar hasil pemeriksaannya.

"Apa kau pernah muntah, sakit kepala atau merasakan keanehan lain ditubuhmu setelah sadar?"

Jaemin meggeleng. "Tidak. Hanya saja beberapa bagian tubuhku terasa kaku"

Dokter tampan itu kembali tersenyum. "Itu wajar. Kau tidak sadar selama 5 tahun. Syaraf dan ototmu tak terlatih selama ini. Kau mempunyai luka yang cukup dalam di tangan kananmu, keretakan di bahu dan kaki kiri serta benturan keras dikepala"

Jeno meringis mendengar ucapan Jaehyun. Itu pasti sakit sekali. Ia saja sangat kesakitan saat kakinya retak akibat jatuh dari pohon beberapa tahun silam.

"Sekarang, coba gerakan jari-jari tanganmu. Cobalah untuk mengepalkan tangan" pintah Jaehyun.

Jaemin menggigit bibir, berusaha mengepalkan telapak tangan. Tangan dan kakinya memang terasa kaku. Ia bahkan harus disuapi saat makan tadi.

"Perlahan saja, jangan memaksakan diri"

Jaemin menatap Jaehyun melas. Tangannya tak sepenuhnya terkepal. Rasanya sakit jika ia memaksakan diri.

Jaehyun menghela napas pelan. "Tidak masalah. Itu wajar. Teruslah berlatih seperti itu. Jangan memaksakan diri. Lakukan secara perlahan" Jaehyun berusaha menyemangati.

Jaemin menu duk menatap kedua tangannya. Ada bekas jahitan ditangan kanan dan beberapa goresan kecil ditelapak tangannya. Sepertinya itu akan membekas. "Dokter Jae... Apa aku masih bisa memainkan piano?" tanyanya pelan.

Haechan mengusap pelan punggung sahabatnya, seakan ikut merasakan apa yang Jaemin rasakan.

"Bahuku terasa sakit ketika aku menggerakkan tangan. Kedua tanganku terluka. Apa aku masih bisa memainkan piano?"

Jaehyun terdiam. Ia tak tau harus bicara apa. Bukannya tak yakin, ia hanya tak mau memberikan harapan lebih pada Jaemin. Wajah pemuda itu tampak muram. "Mari kita sama-sama mencoba. Kecelakaanmu terjadi 5 tahun lalu. Jika kau rajin mengikuti terapi, persentase untukmu sembuh akan besar. Mungkin saja kau cepat pulih"

The Crossing (CHANBAEK || JAEMREN) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang