43|| Abu-abu

251 49 13
                                    

Teng!

Renjun menekan kasar tuts-tuts piano di hadapannya. Ia kesal. Tangannya memang tak lagi kaku seperti sebelum-sebelumnya, tapi nada yang ia mainkan tak bisa saling menyambung. Tak sempurna dan Renjun membencinya. Kepalanya mendongak, menatap langit-langit ruangan. "Wah..." mulutnya berdecak kagum. Setelah bertahun-tahun tinggal, Renjun baru tau bahwa bangunan rumahnya sangat tinggi dan mewah. Lampu raksasa berbentuk kristal yang digantung di langit-langit ruangan menambah asken mewah. Bagaimana jika lampu itu jatuh? Seketika Renjun bergidik, segera mengusir bayangan buruk dipikirannya. Ia jadi mengingat tragedi di kediaman Kim. Jangan sampai hal itu terjadi di kediamannya.

"Eomma? Apa yang harus kau lakukan agar nadanya tak terputus-putus?" namja manis itu menghela napas lelah. "Aku merindukanmu Eomma—"

Ctarrr...

"Arrrgghhh Appa!" Renjun refleks berteriak kala lampu yang ia kagumi keindahannya tadi mati dan mengeluarkan suara seperti sengatan listrik. Ia membuka mata perlahan. Rumahnya remang menambah kesan horor. Setidaknya cahaya masih datang dari celah-celah jendela. Tapi tetap saja bagi Renjun rumahnya sekarang gelap.

"Appa! Ah dasar bodoh" ia merutuki kebodohannya yang berteriak memanggil sang Ayah. Ayahnya tentu saja bekerja dan hyungnya pergi entah kemana. Jadi, ia sendirian dirumah. "Aish... Kenapa mereka membangun rumah sebesar ini? Eomma, aku mohon jangan temui aku. Aku sangat tak—"

Jreng...

"Aarrrghhh... Tangan sialan!" Renjun kembali berteriak marah saat tangannya tak sengaja menekan tuts piano. "Aku ingin pulang— eh, tapi aku sudah dirumah, sekarang aku harus bagaimana?" namja manis itu menggerutu dengan suara serak. "Eomma, aku merindukanmu tapi tolong jangan menemuiku sekarang. Aku tak siap"

"Renjun-ah..."

Renjun yang nyaris saja menangis langsung tersenyum lebar begitu mendengar suara hyungnya. "Hyung!"

"Kenapa gelap sekali, aku akan menelpon tukang listrik agar segera datang" Baekhyun bergumam kecil, lalu mulai mengotak atik ponselnya.

Renjun segera bangkit dari tempat duduknya dan berjalan mendekati Baekhyun. Terkadang ia bergidik ngeri ketika mengingat saat dimana Jaemin melihat dan berbicara dengan arwah hyungnya itu. Ia masih tak percaya bahwa Baekhyun adalah mantan arwah.

"Kau takut?" tanya Baekhyun setelah kegiatan menelponnya selesai. Ditatapnya sang adik yang kini berdecak, sedikit menjaga jarak darinya. "Kau seharusnya tidak perlu takut Renjun-ah... Mau ku tunjukkan sesuatu?"

Namja manis itu berdeham. "Apa?"

Baekhyun tersenyum, berjalan ke arah jendela besar yang selama ini selalu tertutup tirai. Perlahan ia menyibak tirai-tirai itu, membuat cahaya dari luar masuk menerangi ruangan yang gelap. "Lihat, jadi terang kan?" Namja cantik itu menatap sang adik yang tampak terdiam dengan mulut sedikit terbuka. "Sayang sekali tirai ini jarang sekali dibuka. Padahal sebelumnya tirai ini tak pernah tertutup"

"Kenapa?" tanya Renjun pelan. Ia masih kagum akan suatu fakta bahwa tirai itu bisa dibuka. Ah, tidak. Renjun baru tau ternyata pemandangan taman samping rumahnya terlihat indah bila dilihat dari balik jendela. Jendela di rumahnya memang besar. Jika kalian tau bagaimana bentuk Jendela-jendela istana seperti di film-film, seperti itulah bentuk semua jendela dirumahnya. inilah salah satu alasan mengapa Renjun takut tadi. Rumahnya itu didesain seperti rumah-rumah bangsawan eropa jaman dulu. Tekadang Renjun was-was apabila rumahnya tiba-tiba diserang oleh beberapa prajurit saat ia terlelap.

"Kau selalu marah dan menangis dulu ketika ada orang yang membuka jendela rumah, karena itu lampu dirumah ini tak penah padam bahkan saat siang. Tujuannya agar rumah ini tak gelap" Baekhyun tertawa, mulai duduk disofa. Ia benar-benar lelah. "Entah apa yang kau pikirkan saat itu. apa kau membayangkan kita tinggal disebuah kerajaan?"

The Crossing (CHANBAEK || JAEMREN) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang