Lagi. Kau semai bibit-bibit yang membuatku berharap, meski jauh di lubuk hati terdalam aku tahu... Ini tidak akan baik, sakit itu telah menunggu di ujung sana. Tapi aku tetap melangkah dan masuk ke dalam pengharapan itu.
Surabaya, 04 Desember
Karena di sini, aku masih sangat percaya jika kebetulan adalah takdir yang menyamar.
🍁🍁🍁
Vira menatap lengannya yang digenggam erat oleh Reza. Vira mengernyit, karena cengkeraman kuat itu mulai terasa menyakiti tangannya. Tapi Vira tetap diam, ia tidak berani membuka suara melihat rahang Reza mengeras. Aura dingin itu terpancar mengintimidasi, membuat Vira mengkerut takut di balik punggung Reza.
Alen berdiri, kemudian mendekat dengan langkah setenang permukaan air di danau.
"Mau apa ke sini?" sambut Reza dengan raut tak bersahabat. Vira menatap gelisah ke arah Reza, takut jikalau Reza kembali memukul Alen seperti yang pernah terjadi sebelumnya.
"K-kak..."
Vira menahan dada Reza, mencegah kakaknya yang hendak mendekati Alen. Andai Reza menampilkan raut ramah atau paling tidak biasa saja, Vira tidak akan segusar ini. Tapi Reza yang ada di depannya jelas menunjukkan aura permusuhan. Bahkan tatapan Reza terlihat sangat dingin dan tajam, rahangnya yang mengeras membuat Vira bergidik karena merasa berhadapan dengan singa buas yang ingin menerkam mangsa.
"Assalamualaikum" ucap Alen membuat Vira terbelalak. Ok, Vira sempat melupakan islamnya Alen beberapa waktu yang lalu.
"Waalaikumussalam" Jawab Vira.
Reza tetap diam, Vira menggoyangkan lengan Reza. Menatap Reza tajam, seolah tengah mengatakan 'Jawab bang. Ada orang salam!'
Reza berdecih, menatap Vira datar.
"Fardhu Kifayah, udah ada yang jawab. Jadi kewajiban gue jawab salam, gugur" Reza melangkah melewati Alen. Seolah tidak menganggap keberadaan Alen.
"Maaf ya, Kak Reza kalau marah emang lama. Tapi dia sebenarnya baik kok" Vira menunduk, merasa bersalah.
"Iya, aku tahu. Ini juga salahku" jawab Alen seraya tersenyum.
"Dek, Ngapain di pintu? Sini masuk, tamu masak diajak ngobrol di pintu?" Anita mendekat, meraih lengan Vira dan mengapitnya.
"Duduk dulu, Nak Alen" ujar Anita menyuruh Alen duduk. Alen lalu mengangguk, menuruti Anita.
Anita mendekatkan bibirnya ke telinga Vira, "Benerin dulu hijab kamu. Alen tetap cowok, meskipun terbiasa hidup di lingkungan yang liberal"
Vira mematung, baru teringat dengan hijabnya yang asal. Vira menunduk, melihat lehernya yang mengintip. Duh! Rasanya Vira ingin tenggelam di rawa-rawa!
Malu...
🍁
Vira kembali ke ruang tamu sembari membawa teh panas dan beberapa kue kering sebagai pendamping. Tentu saja, setelah membenarkan hijabnya yang asal tadi. Berbeda dari perkiraan Vira, nyatanya Ayah dan Ibunya bersikap biasa saja pada Alen. Bahkan terkesan ramah pada lelaki itu, syukurlah...
Padahal Vira sudah membayangkan ada adegan pengusiran dan baku hantam. Ternyata kalem-kalem saja. Hanya Reza yang masih kekeuh dengan sikap dingin dan penuh keengganan menerima keberadaan Alen di sini.
"Maaf, lama" ujar Vira menaruh nampan di atas meja yang tepat di depan Alen.
Vira menoleh ke arah Alen yang sedari tadi memperhatikan gerak-geriknya. Lama-lama Vira jadi risih, tatapan itu menakutkan. Bukan karena seram, tapi ditakutkan bisa melumpuhkan benteng pertahanan yang telah dibangun Vira dengan susah payah.

KAMU SEDANG MEMBACA
FEELING OF BEING AN ENEMY [End]✔️
Spiritual[ KISAH ROMANS BEDA AGAMA ]💙 #1 dalam spiritual (10/07/21) #1 dalam beda agama (20/01/21) #1 dalam billionair (03/08/21) #1 dalam Traveler (26/03/20) #25 dalam i love you dari 1,53k (27/05/20) #25 dalam hijrah (12/08/21) #15 dalam enemy (01/06/20) ...