21. Don't Leave Me🍁

1K 146 7
                                    

Jika senja yang memesona saja tak mampu gantikan indahmu di mataku, kenapa kau harus takut pada wanita lain yang padahal kaulah ratunya.

-New York, 05 November

🍁🍁🍁

NB: Klik mulmed itu fotonya Deira :)

:::

Suara ombak terdengar berirama di telinga. Alen memandang lautan biru dihadapannya. Dinginnya malam tak mengusik panca indranya untuk terus menatap laut.

Alen masih terdiam sembari menghadap ke depan, saat dirasakannya pelukan erat dari belakang tubuhnya. Aroma wangi yang dikenali Alen milik Deira. Alen bisa merasakan hangat tubuh Deira di belakang punggungnya. Serta kepala cantiknya yang bersandar di sana. Untuk beberapa saat Alen tetap diam. Dan Deira pun tetap di posisi yang sama. Memeluk erat Alen dari belakang dan menyandarkan kepalanya, sembari menghirup wangi tubuh Alen.

Beberapa menit kemudian, Alen menghela napas berat. Sepertinya ia salah dengan membiarkan Deira melangkah terlalu jauh padanya. Alen meraih tangan Deira yang melingkar diperutnya, lalu melepasnya dengan lembut. Alen berbalik, dan mendapati Deira yang tersenyum padanya. Alen memindai penampilan Deira dari bawah ke atas. Seksi.

Berbeda dari hari-hari biasanya, Alen selalu melihat Deira sebagai wanita cantik yang anggun. Kali ini Alen mendapati penampilan Deira yang berbeda. Deira mendekat ke arah Alen, lalu mengusap dada bidangnya dan menyandarkan kepalanya di sana. Alen mengusap lembut rambut Deira lalu menjauhkan kepala wanita itu dari dadanya.

Deira menatap Alen dengan kening berkerut, namun tatapan itu segera berubah menjadi tatapan mesra di detik berikutnya. Alen menyentuh bahu Deira yang terbuka. Lalu melepaskan jasnya dan menyampirkannya di bahu wanita itu. Deira memiringkan kepalanya, mengamati Alen seraya tersenyum semakin lebar.

Alen memutar kembali tubuhnya. Menatap lautan di depannya. Deira berdiri di samping Alen, ikut menatap ke arah laut.

Hening kembali menyapa keduanya untuk beberapa saat. Hingga Alen mulai bersuara,

"Ini salah"

Deira menoleh ke arah Alen dengan anggun. Menatap netra Alen dengan tenang. Alen memutus kontak keduanya, ia berdecak.

"Seharusnya kamu pergi." ujar Alen datar walau terselip perasaan bersalah dalam hatinya.

Deira masih menatap  Alen dalam hening. Membiarkan Alen meneruskan kalimatnya.

"Kamu tahu aku punya gadis yang kucintai. Tidakkah itu cukup untuk membuatmu pergi?" ujar Alen to the point.

Deira menghela napas perih. Ia menunduk, dan meremat jemarinya. Seharusnya ia tak melangkah sejauh ini. Seharusnya ia memang pergi. Tapi egonya menolak itu. Kalau saja Alen tak menciumnya malam itu, Deira akan mundur tanpa dipinta. Tapi melihat adanya kesempatan untuknya, apa iya Deira akan menyia-nyiakan itu? Tidak. Semua sudah terlanjur terjadi. Kepalang basah, pantang buatnya untuk menarik diri dan mundur perlahan sebelum semuanya benar-benar selesai.

Deira kembali menatap Alen dengan wajah yang ia usahakan tetap tenang.

"Aku tahu. Tapi apakah dia juga mencintaimu?" Deira menatap Alen tanpa takut saat kalimat itu keluar dari bibirnya.

Alen menatap Deira dengan raut tak suka. Tersinggung, mungkin. Melihat tak ada tanda-tanda Alen akan menjawab, Deira kembali bersuara,

"Hanya anda yang mencintainya Mr. G, jadi untuk apa mempertahankan dia?"

"Melepasnya lalu melempar diri ke arahmu? Kau sama saja denganku. Mundurlah sesuai dengan apa yang kau katakan." tekan Alen.

"Aku bisa saja mundur Mr. G, tapi untuk apa kau menciumku waktu itu? Setelah merayuku kau lantas membuangku begitu saja? Kau mempermainkanku?" tuntut Deira.

FEELING OF BEING AN ENEMY  [End]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang