34. Different 🍁

865 138 9
                                    

Perbedaan ada, agar kita saling melengkapi. Tapi aku lupa, sesuatu yang benar-benar berbeda tidak akan bisa disatukan.

-Malang, 14 November

Perbedaan itu yang membawa langkahku kearahmu. Tapi perbedaan itu juga yang mendorongku untuk menjauh secara paksa.

🍁🍁🍁

'Penumpang yang kami hormati, selamat siang dan selamat datang kepada seluruh pengguna jasa kereta api Tumapel. Perjalanan Anda telah tiba di stasiun Malang Kotabaru. Sebelum turun periksa dan teliti kembali barang bawaan Anda. Atas nama PT Kereta Api Indonesia, kami mengucapkan terima kasih atas kepercayaan Anda telah menggunakan jasa pelayanan kereta api. Sampai jumpa pada perjalanan berikutnya. Terima kasih.'

.

..

Vira bersiap-siap. Ia sudah memeluk ransel kesayangannya. Menunggu kereta yang ia tumpangi benar-benar berhenti di stasiun tujuannya.

Vira merasakan saku jaketnya bergetar. Ada panggilan. Tapi Vira mengabaikannya Dan langsung keluar dari kereta ketika gerbong telah dibuka. Vira menghirup udara segar yang terasa dingin di hidungnya. Vira mengedarkan pandangannya ke sekeliling, entah sudah berapa tahun Vira tidak menginjak kota ini. Perasaan rindu meluap, membuat mata Vira tanpa sadar berkaca-kaca.

Drrttt drttt...

Ponsel Vira lagi lagi bergetar di sakunya. Vira mencari tempat yang sekiranya pas untuk mengangkat panggilan.

Vira berjalan ke tempat yang lebih sepi agar bisa mendengar ucapan lawan bicaranya di seberang telepon.

Vira menatap layar ponselnya sebelum akhirnya ia menghela napas berat. Kenapa laki-laki ini masih terus menghubunginya? Vira hanya menggenggam ponselnya tanpa berniat menerima panggilan itu.

"Kenapa nggak diangkat?" Vira langsung berdiri kaku lalu netranya bergerak ke asal suara itu.

Netra cokelat Vira langsung bersua dengan netra hazel itu. Membuat Vira tanpa sadar menahan napasnya.

Ia baru sadar dan kembali bernapas kembali ketika deguban jantungnya berdetak sedemikian cepatnya. Membuat Vira takut jika orang lain bisa mendengarnya.

Vira masih terperangah, kemudian akalnya berusaha menyadarkannya, bisa jadi ia hanya berhalusinasi. Vira memejamkan matanya, menghela napas pelan dan teratur. lalu kembali membuka mata. Kosong.

Jadi benar, ia hanya sedang berhalusinasi.

Vira menyandarkan tubuhnya ke belakang, dan merasakan tekstur aneh di sana. Matanya terbelalak ketika ia menangkap aroma yang sangat familiar di hidungnya.

Sebuah tangan melingkar di perut Vira. Membuat Vira membeku di tempat.

"Aku rindu" ucapnya pelan, membuat Vira refleks meneteskan air matanya dalam diam.

"Sshh, kenapa selalu seperti ini? Jangan menangis lagi. Kau selalu menangis ketika bersamaku." Alen membalik tubuh Vira, menunduk dan menghapus lelehan air mata di pipi gadis itu.

Tangan Vira bergetar ketika ia berusaha menepis jemari Alen.

'Ingat Kak Syafiq, ingat Kak Syafiq!' Bentak Vira pada dirinya sendiri dalam hati.

Vira mendorong bahu Alen menjauh. Tapi apalah daya manusia kurcil dibanding seorang Alen? Dorongan Vira hanya sebatas sapuan angin yang tak memberikan pengaruh apapun.

Tak apa. Jika membuat Alen menjauh darinya tidak bisa, maka ia yang akan mundur dengan sendirinya.

Vira mundur selangkah, lalu Alen menangkap pinggang Vira dengan lengan kokohnya. Vira menatap Alen dengan wajah memelas. Ia lemah. Tapi ia tidak mau lagi kalah dari egonya sendiri. Vira memejamkan matanya, lalu beristighfar sebanyak yang ia butuhkan agar pikirannya kembali jernih.

FEELING OF BEING AN ENEMY  [End]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang