32. Sesulit itu🍁

896 145 16
                                    

Aku tak tau bagaimana melukiskan perih dan pahit ini. Rasanya terlalu menyayat.

Perlahan, hingga membuatku ingin menghabisinya segera. Tak peduli sekalipun aku juga akan mati karenanya.

-Surabaya, 14 November

I'm loose~

🍁🍁🍁

Vira memasukkan barang terakhir yang akan ia bawa, ke tas ransel kesayangannya. Lalu menarik resleting tas dan memindahkannya di dekat lemari pakaian.

"Yakin nggak mau dianter?" tanya Reza yang saat ini berdiri di pintu kamar Vira.

Vira menggeleng,

"Nggak usah kak. Itung-itung ini jadi kesempatan terakhir buat Vira pergi sendiri" jawab Vira terasa getir di bibirnya.

Rasanya tidak rela. Tapi yah, mau bagaimana lagi?

Sudahlah. Ia tidak mau berlarut-larut dalam menyesali semua ini. Hanya akan terasa perih jika terus diungkit.

Vira duduk di tepi ranjang, melihat kakaknya yang berdiri di dekat pintu.

"Jangan di pintu, Bang. Entar jodohnya lari" Ujar Vira menggoda kakaknya.

Reza mencibir, "Mentang-mentang mau nikah sekarang hobby ngeledekin kakak?"

Vira yang semula tertawa geli langsung diam seketika. Vira menghela napas, lalu tersenyum paksa menanggapi ucapan kakaknya.

"Enggak usah kelihatan merana gitu deh. Nanti kalau kamu beneran jatuh cinta sama Syafiq, kakak bakalan jadi orang pertama yang ngeledekin kamu" Reza duduk di sebelah Vira setelah mengacak kepala Vira. Vira melotot, hijabnya kan miring!

"Sana deh jauh-jauh. Cari istri biar gak gangguin gue lagi" Vira yang kesal mula bergue-elo.

"Sekarang marah, entar kangen" Reza menoel pipi Vira, membuat si empunya menjauhkan kepalanya dan menatap Reza tidak suka.

Vira berdiri, melingkarkan kedua lengannya di depan.

"Nggak akan! Lihat aja nanti, kalau Vira nikah. Vira nggak bakalan kangen ke kakak. Dan Vira nggak bakalan jengukin kakak lagi, biarin kakak sendirian di Jakarta. Vira nggak pe-du-li ! "

Vira langsung mengangkat ranselnya dan keluar dari kamar. Meninggalkan Reza yang terdiam setelah perkataan Vira tadi.

Tak dipungkiri, perkataan Vira membuat Reza sadar. Setelah menikah, Vira akan ikut suaminya. Dan kemungkinan Reza bisa bersama Vira semakin kecil. Mereka akan jarang ketemu. Reza menghela napas berat. Sedari Vira kecil, ia menjaga Vira. Selalu bersama gadis itu. Ia yang menggantikan popok adiknya saat dulu masih mengompol. Dan sekarang, saat pernikahan Vira sudah ditetapkan. Reza akan lepas tanggung jawab. Menyerahkan Vira pada laki-laki lain.

Reza pasti akan merasa kehilangan. Reza memijat pangkal hidungnya, pening tiba-tiba saja menyergap kepalanya.

Apa Vira akan bahagia dengan pernikahan ini?

Pemikiran itu langsung terlintas di otak Reza. Membuatnya kepalanya semakin berdenyut ketika ia menyadari jika ia tidak tahu jawabannya.

🍁

"Hati-hati ya" Ujar Reza saat motornya berhenti di depan Stasiun Kereta Api Surabaya.

Vira mengangguk dan langdung mencium punggung tangan kakaknya.

"Kakak juga. Vira masuk ya, Assalamualaikum" Pamit Vira yang lalu masuk ke dalam stasiun.

"Waalaikumussalam" Lirih Reza seraya trus memandangi punggung Vira yang semakin jauh, lalu hilang dari pandangannya.

Reza menyalakan motornya, lalu menjalankan motornya menjauh dari sana.

Vira menatap jam tangannya.

05.55 WIB

Lima menit lagi sebelum jadwal kereta berangkat.

Ia sudah membeli tiket secara online dari semalam, jadi sesampainya di sana. Vira bisa langsung masuk dan mendapat tiket.

PUONGSSSS...

Vira langsung berdiri, dan ikut mengantri di depan pintu gerbong kereta yang terbuka. Setelah masuk di dalam kereta, Vira langsung mencari nomor kursinya. Setelah ketemu, Vira meletakkan tas ranselnya  di tempat tas yang disediakan di atas setiap tempat duduk.

Vira mengambil minum, dan langsung duduk di kursinya.

Ia mengedarkan pandangan ke sekitarnya. Masih terbilang sepi. Di tempat duduknya, yang seharusnya berisi empat orang saja hanya terisi olehnya. Vira merapat ke jendela, menyibak tirai berwarna oren yang menutupi pemandangan di luar jendela.

Sudah lama sekali ia tidak naik kereta. Ah ralat, terakhir kali ia naik kereta bersama Alen. Tapi itupun kereta bawah tanah. Tidak ada pemandangan seperti ini. Pemandangan hamparan kota Surabaya dari dalam kereta. Serta stasiun-stasiun pemberhentian yang di sekitarannya pasti ada anak-anak yang menonton kereta lewat.

Ah, ia jadi ingat masa remajanya. Ketika untuk pertama kalinya ia naik kereta, ia mengambil banyak foto. Foto orang-orang yang di dalam kereta, pemandangan di luar jendela, bahkan foto-foto rel yang dilewatinya. Vira menyukai semua hasil foto yang ia ambil di kereta api. Terutama potret anak-anak yang bermain di pinggiran rel dengan wajah polos dan ceria. Banyak yang melambaikan tangan saat Kereta tengah berhenti di beberapa stasiun untuk menukar penumpang.

Mengingat itu, Vira langsung mengeluarkan ponselnya dari saku jaketnya. Ia menyalakan ponselnya yang sengaja Vira matikan dari kemarin.

Saat ponselnya menyala, notifikasi berebutan muncul di layar ponselnya. Vira menghela napas berat ketika mendapati nama yang sama sejak dua hari yang lalu. Alen.

Lelaki itu terus saja menghubunginya walaupun ia sudah berusaha secuek mungkin pada lelaki itu. Mulai dari memperingatkan lelaki itu, tidak membalas ataupun membuka chatnya, lalu tidak mengangkat panggilannya, dan puncaknya adalah kemarin. Vira mematikan ponselnya seharian agar lelaki itu tidak terus menerus menghubunginya.

Vira mengusap layar, dan menghapus semua notifikasi. Berusaha tidak mempedulikan lelaki itu.

Baru saja Vira hendak memasukkan ponselnya kembali ke saku, ponselnya bergetar. Vira melihat nama yang tertera di layar ponselnya. Alen.

Vira berusaha untuk tidak peduli. Bahkan hingga ponselnya mati lalu kembali menampilkan nama yang sama di sana.

Tangan Vira terulur dan menggeser tombol hijau. Ah, seharusnya ia biarkan saja ponselnya terus mati. Ia lemah. Terlalu payah untuk berlaku tidak peduli padahal ia sangat tersiksa karena kepura-puraannya.

'Vira?' Ujar seseorang itu di seberang telepon.

Mata Vira terpejam erat, ada getaran rindu yang tiba-tiba menjulur ke hatinya.

Vira menggigit bibirnya ketika desakan rasa rindu itu menggebu dalam dadanya.

'Vira, ada hati yang harus kamu jaga sekarang' Batin Vira mengingatkan.

Raut Vira langsung berubah sendu.

"Alen-" Panggil Vira pada seseorang di seberang telepon.

Vira menghela napas panjang. Berusaha menguatkan hatinya.

"Aku akan menikah. Jadi kumohon, jangan hubungi aku lagi. Maaf. Tut~" Vira langsung mematikan panggilan itu setelah mengatakannya.

Dada Vira mencelos. Ada rasa sesal, sesak, dan yang paling terasa adalah sakit.

Vira tergugu di kursinya. Kali ini ia sangat bersyukur karena suasana yang sepi di sekitarnya. Vira menatap cincin emas putih yang melingkar di jari manisnya. Semakin sakit karena kenyataan yang menghantam relung batinnya sangat nyata di pelupuk matanya.

Ia pikir ia sudah ikhlas. Tapi ternyata belum. Ia hanya menipu orang lain, dan dirinya sendiri selama ini.

.

TBC 💙💙💙
jangan lupa vote n komen ya :)

Hope you like it 💚

Maaf dan terima kasih karena sudah mau menunggu.

FEELING OF BEING AN ENEMY  [End]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang