Bab 9

108 19 1
                                    

Pukul empat sore saat Rikha selesai mandi, ia bersiap-siap hendak ke mal dengan Tyara, mereka akan membeli buku yang membahas soal-soal fisika di gramed yang ada di mal, juga sekalian bisa jalan-jalan setelah beli buku. Tiba-tiba ponselnya berbunyi, ada WA masuk dari nomer tidak dikenal.

+6281**: Kak, ini Farikh. Aku tadi beli tiket nonton film dan kelebihan satu, apa Kakak mau aku ajak nonton film nanti malam? Sayang kalau tiketnya dibuang.

Rikha terdiam, mencerna pesan yang dibacanya. “Ini Farikh siapa? Adik kelas yang itu? Apa dia ngajak nonton?”

Rikha mengirim pesan pada Tyara untuk diundur saja membeli bukunya, membeli buku bisa akhir pekan dan ajakan nonton gratis tidak akan datang dua kali. Rikha menelepon Mamanya, beberapa kemudian nada sambung terdengar.

“Halo, Rikha. Ada apa, Nak?” tanya Mama di seberang sana.

“Halo, Ma. Aku mau izin nonton nanti malam sama teman,” ujar Rikha. “Boleh kan, Ma?”

Mama terdiam sebentar. “Jam berapa? Naik apa? Sama teman yang mana? Apa Kak Lubis tidak ada di rumah? Kenapa tidak sama Kak Lubis?”

Rikha menjauhkan ponsel dari telinganya sebentar tatkala mendapat pertanyaan bertubi-tubi dari Mama. “Jam tujuh, Ma. Sama Farikh, Ma, adik kelas, katanya dia kelebihan tiket, kan sayang kalau tiketnya dibuang, Ma. Lalu soal Kak Lubis, entahlah dia ke mana. Boleh ya, Ma?”

Sambungan telepon hening. “Farikh anak baik-baik kan?”

Rikha tertawa. “Tenang, Ma, dia anak baik, bukan anak perampok, bukan juga anak nakal.”

“Baiklah, Mama hanya memastikan. Jangan pulang larut-larut, Mama mungkin pulang malam, Rikha harus pulang sebelum Mama dan Papa pulang, mengerti?”

“Iya, Ma, terima kasih Ma. Rikha sayang Mama,” ujar Rikha, dia mengakhiri panggilannya.

Rikha menyimpan nomer Farikh, lantas membalas pesannya cepat.

Rikha: Sayang kalau dibuang tiketnya.
Rikha mengetik pesan lagi dengan santai, dia melihat jam dinding di kamarnya sekilas.

Rikha: Setelah izin Mama, aku dibolehkan, kebetulan aku juga mau ada urusan di sana. Kutunggu di KFC dekat bioskop, jam tujuh malam ya? Jangan terlambat.

Pesan Rikha berubah menjadi centang biru dua dengan cepat, dan Farikh dengan cepat mengirim balasan.

Faaarikh: Siap, Kak. Aku tidak akan terlambat, terima kasih, Kak.

***

Setengah tujuh malam, Rikha sudah bersiap-siap dengan pakaian rapi. Dia membuka pintu dan bertepatan dengan itu kakaknya datang, wajah kakaknya tampak kacau, kantung matanya menghitam, rambutnya acak-acakan, wajahnya tampak lelah, tetapi hal itu tidak mengurangi kadar ketampanan seorang Lubis. Rikha memang mengakui kalau kakaknya paling tampan, fakta yang berbicara.

Di mulutnya, Lubis menggigit roti, kedua tangannya tampak penuh dengan buku-buku besar seperti jurnal.

“Mau ke mana?” tanya Lubis membuat roti di mulutnya terjatuh ke buku-bukunya.

“Mau nonton sama teman,” jawab Rikha, dia membuka lebar pintu, memberi jalan agar Lubis masuk.

“Naik apa?” tanya Lubis lagi.

“Walau sebenarnya aku ingin sekali-kali naik unta, tapi aku naik taksi saja, kalau naik motor jelas Kakak marah,” jawab Rikha santai.

“Biar Kakak yang antar, tunggu di sini, Kakak ke kamar dulu,” ucap Lubis, dia sepertinya terlalu lelah untuk diajak becanda.

Broken Lovers [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang