Bab 24

39 10 0
                                    

Musik: Asal Kau Bahagia - Armada

*

Rikha sampai di kantor polisi lima belas menit kemudian, tentu saja dengan keahlian Lubis yang suka kebut-kebutan di jalanan. Kadang Rikha berpikir, bagaimana kakaknya itu punya kemampuan seperti pembalap sedangkan dia anak rajin, yang setiap harinya diisi dengan belajar, Rikha tidak melihat bakat Lubis menjadi anak nakal.

“Kalian sudah datang?” Suara Aran menyambutnya. Ia berdiri, mempersilahkan Lubis dan Rikha duduk di sampingnya.

Di depan Aran ada seorang polisi yang sedari tadi dia ajak bicara sebelum kedatangan Lubis dan Rikha.

“Mereka sudah datang, Pak. Sekarang Bapak bisa menceritakan tentang penembakan itu, seperti yang Bapak tahu, mereka berdua dapat dipercaya karena mereka saksi mata di kasus ini,” ucap Aran.

Rikha mengedipkan mata, takjub dengan Aran. Jika Aran serius, dia tampak keren juga, pembawaannya penuh wibawa dan dapat meyakinkan siapa saja.

“Setelah kami melakukan penyelidikan dengan bantuan para detektif, kami menemukan pelaku di kediamannya. Namun, setelah melakukan interogasi, para pelaku ternyata kaki-tangan seseorang.” Pak polisi itu terdiam sebentar, dia seperti mencari sesuatu di dokumennya.

“Orang ini yang menyuruh para pelaku.” Polisi meletakkan sebuah foto di depan Aran. “Dia Adam Alfiyan. Dia baru beberapa minggu ini dinyatakan bebas dari hukumannya karena pernah melakukan penculikan dan penyiksaan terhadap anak di bawah umur. Pihak kepolisian tidak pernah melihat Adam sejak dia keluar dari penjara, dia sepertinya melakukan semua ini secara diam-diam seperti bayangan.”

Ketiganya mendengarkan ucapan polisi baik-baik.

“Kami sudah menangani kasus Adam selama bertahun-tahun lamanya, motif kejahatannya masih misteri. Namun kami menduga kuat Adam melakukan kejahatan ini dikarenakan dendamnya kepada Farikh.”

“Farikh? Apa hubungannya Farikh dengan semua ini?” tanya Rikha, Aran meliriknya sekilas, ia bisa melihat kekhawatiran di wajah Rikha.

“Kalian tahu anak yang diculik dan disiksa Adam?” tanya polisi itu.
Ketiganya menggeleng.

“Dia Farikh.”

Rikha melototkan mata, Lubis dan Aran juga terkejut. Bagaimana bisa?

“Dia menculik Farikh saat anak itu kelas lima, Farikh hampir saja mati saat itu. Karena kejadian itulah Adam dipenjara, saat diintrogasi, dia tidak mau jujur, dia hanya bilang dia punya dendam dengan keluarga Farikh. Dan sepertinya dendam itu masih ada sampai sekarang.”

Polisi memandang Aran dan Rikha bergantian. “Sepertinya dia punya mata-mata di sekolah itu. Kaki-tangan Adam bilang jika mereka ditugaskan untuk menyakiti orang yang disayangi Farikh, dan kalian pasti orang yang disayangi Farikh kan?”

Rikha melirik Aran sekilas, dia mengangguk patah-patah.

“Kalau begitu kalian pasti dekat dengan Farikh kan? Saya harap jika terjadi apa-apa dengan anak itu, kalian bisa segera melapor ke polisi. Saya khawatir Adam akan melakukan hal yang lebih berbahaya lagi, dia bisa saja dibutakan dendam dan membunuh Farikh, padahal anak itu tidak salah apa-apa.”

“Mem-bunuh?”

***

Keesokan harinya. Rikha sudah bersiap-siap dengan seragam sekolahnya. Dia memandang dirinya di depan cermin, pikirannya melayang memikirkan tentang ucapan pak polisi kemarin.

Rikha menarik kesimpulan, jika trauma yang dialami Farikh pasti karena penculikan itu. Dia pasti sangat menderita selama ini, padahal dia tidak salah apa-apa.

Broken Lovers [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang