Bab 40

49 10 0
                                    

Dua hari lalu Rikha dan Arumi datang ke rumah Farikh dengan niat untuk mengajak makan Farikh, Rikha tahu pemuda itu pasti bosan di rumah saja. Jadi setelah dia potong rambut—Aran yang mengantarnya, dia dan Arumi ke rumah Farikh.

Tepat dua hari juga Farikh tidak ada kabar setelah dia tampak kesakitan dan mimisan. Farikh tidak menjawab telepon Rikha ataupun Arumi. Setelah beberapa jam Rikha meninggalkan rumah Farikh, dia menerima pesan dari Farikh yang mengatakan bahwa Rikha dan Arumi untuk sementara ini jangan mampir ke rumahnya atau munghubunginya.

“Aneh bukan? Dia pasti menyembunyikan sesuatu,” ujar Rikha sembari memainkan sedotan di jus jambu bijinya.

Aran yang duduk di depannya mengangguk. “Tapi setidaknya kau tidak perlu berpura-pura lagi selama dua hari ini. Dia mungkin cuma butuh waktu sendiri. Jangan khawatir, dia pasti baik-baik saja.”

Aran menghabiskan minumnya. Tangannya mengibas-ngibaskan baju olahraganya, tubuh Aran penuh keringat karena habis pelajaran olahraga.

“Ini hari Sabtu kan?” tanya Aran, dia mendekatkan wajahnya. “Berarti nanti malam Minggu kan? Bagaimana kalau kita kencan?”

Mendengar hal itu, wajah Rikha memerah. Dia lantas mengangguk kecil.

Aran tersenyum lebar. “Baiklah, nanti aku menentukan tempatnya, kau hanya perlu menunggu di rumah dan aku akan menjemputmu.”

Rikha terlonjak saat tiba-tiba ponselnya bergetar, dia mengambil ponselnya dan memeriksanya. Ada sebuah pesan. Keningnya berkerut saat membaca pesan itu.

Faaarikh: Kak nonton yuk! Aku udah beli tiketnya, aku menitipkannya pada Arumi, nanti dia akan memberikannya.

“Kenapa, Ka? Kok khawatir gitu?” tanya Aran, menyadari kegelisahan Rikha.

“Itu ... anu ...” Rikha tidak tahu harus bagaimana, dia jelas tidak bisa membatalkan janjinya dengan Aran, tetapi di sisi lain, dia sekarang kan berpura-pura jadi Rena yang mana pacarnya Farikh. Dan kenapa kedua orang itu sama-sama mengajaknya di hari yang sama?

Rikha tidak ingin menyakiti perasaan Aran dan Farikh.

“Nggak jadi ya nanti malam? Farikh ngajak jalan?” tanya Aran. Tanpa sepengetahuan Rikha, Aran tadi mengintip pesan yang ada di ponsel Rikha.

Wajah Rikha tampak bersalah.

“Nggak apa-apa kok kalau batal, next time kan bisa. Jangan buat wajah seperti itu, anggap saja hari ini terakhir kalinya kau sebagai Rena. Aku yakin Farikh akan ingat dalam waktu dekat ini.” Aran berusaha menenangkan Rikha.

“Kau ... tidak apa-apa?” tanya Rikha pelan.

Aran mengangkat bahu lantas tertawa. “Aku kan udah biasa. Setelah diingat-ingat, nanti malam aku ada kencan dengan Momo.”

Momo adalah nama kucingnya Aran.

Candaan Aran semakin menambah rasa bersalah Rikha. Dia tidak bisa terus begini, nanti malam dia harus jujur sama Farikh bahwa dia bukanlah Rena. Walau Rikha tahu risiko jika Farikh mengetahui hal itu mungkin depresi atau sesuatu yang buruk lainnya.

Rikha kembali ke kelasnya. Beberapa menit sebelum bel berbunyi dia habiskan untuk melamun.

“Ini, Kak, dari Farikh.” Arumi menyerahkan selembar tiket, dia sengaja ke kelas Rikha. “Kata Farikh nanti jam tujuh, Kak Rikha disuruh nunggu di KFC.”

Rikha menerima tiket itu, dia tidak sadar kalau ada Arumi. “Oh, makasih.”

“Kalau begitu aku pergi dulu, sebentar lagi bel,” ujar Arumi, lantas dia keluar kelas Rikha.

Broken Lovers [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang